Sunday, November 24, 2024
25.7 C
Jayapura

Sepanjang 30 Tahun, 50.011 Kasus HIV/AIDS di Papua

JAYAPURA – Sejak tahun 1992 hingga 2022, terdapat 50.011 kasus HIV/AIDS di Provinsi Papua. Hal ini terdiri dari 20.0441 HIV positif dan 29.570 AIDS berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Papua tahun 2022.

Ketua Harian KPA Provinsi Papua, dr. Anton Mote menyampaikan, jumlah penderita HIV AIDS di Provinsi Papua tersebut tentu belum termasuk fakta yang ada di lapangan. Hal ini dikarenakan masyarakat yang kurang memiliki kesadaran untuk memeriksakan diri karena anggapan takut dijauhi dan dikucilkan oleh masyarakat.

“Adapun peranan yang dilakukan oleh KPA Provinsi Papua yaitu mengadvokasikan khusus pada lembaga pemerintahan, mengadakan pelatihan kepada remaja dalam memberikan penyuluhan, mengadakan kegiatan pengembangan media dalam rangka memperkenalkan dan lebih memahami lebih jauh tentang HIV AIDS dan program-program KPA melalui komunikasi atau dialog secara langsung serta menjangkau atau melakukan pendekatan terhadap individu atau kelompok yang sulit diberikan penyuluhan,” terangnya.

Disampaikan, perubahan pola epidemi kasus menuntut agar program-program yang dikembangkan haruslah disesuaikan dengan kondisi obyektif yang dialami. Berdasarkan hal tersebut, maka dalam mempercepat upaya pencegahan dan penanggulangan HIV AIDS di Kabupaten dan Kota salah satunya adalah meningkatkan koordinasi di tingkat Provinsi dan kabupaten/kota.

Baca Juga :  Turunkan Tim Ke Kiwirok, Komnas HAM Dalami Keterangan Korban

Salah satu langkah dalam rangka mempercepat upaya tersebut KPA Provinsi Papua telah melakuakan kunjungan Tilik Program pencegahan dan pengendalian HIV AIDS di 13 kabupaten/kota di Papua.

“Tujuan program yang dilakukan pada tahap I dan tahap II di 13 kabupaten/kota untuk meningkatkan mutu kinerja KPA Provinsi Papua/Kab/Kota dalam melakukan kegiatan program penanggulangan HIV dan AIDS, meningkatkan keefektifan rencana kerja Sector dan Sekretaris KPA kabupaten/kota serta melihat secara langsung pelaksanaan program penanggulangan HIV dan AIDS di daerah,” terangnya.

Adapun permasalahan yang ditemukan di lapangan yakni belum adanya strukstur organisasi KPA terbaru yang disahkan oleh Kepala Daerah, belum tersedia anggaran kegiatan KPA dan tempat berkantor resmi, tidak adanya LSM untuk dukungan pada ODHIV, sebagian besar ODHIV tidak memiliki kartu identitas dan jaminan kesehatan (BPJS), belum ada Puskesmas sebagai layanan mandiri ARV, diskriminasi pada ODHIV cukup tinggi pada masyarakat.

Baca Juga :  Lima Nakes Dianiaya KKB di Amuma, Akibat Berita Bohong Soal Kelaparan

“Faktor penghambat dan pendukung dalam penanggulangan HIV/AIDS oleh KPA di 13 kabupaten/kota dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan eksternal,” ucapnya.

Adapun faktor internal terkait masalah sumber daya manusia dan anggaran yang terbatas, memiliki keterkaitan diantara keduanya karena untuk melakukan berbagai kegiatan yang satu sama lain saling berhubungan terutama yang berhubungan dengan kegiatan KPA Kabupaten Keerom.

“Faktor eksternal, sarana dan prasarana komunikasi dan informasi untuk HIV/AIDS tersedia kalau tidak dapat diakses oleh orang yang bersangkutan juga tidak akan menambah pengetahuan orang tersebut,” ungkapnya.

Sementara faktor lain yang diperkirakan turut berpengaruh dalam mempengaruhi pengetahuan dan persepsi penderita tentang HIV/AIDS adalah keterlibatan penderita tersebut dalam kebijakan atau program terkait dengan peningkatan kapasitas untuk memahami permasalahan HIV/AIDS.

“Penanganan HIV/AIDS di Papua banyak mengalami kendala terutama masalah pelayanan yang tidak berfungsi dan anggaran, sehingga upaya penanganan kurang berjalan dengan maksimal,” pungkasnya. (fia/wen)

JAYAPURA – Sejak tahun 1992 hingga 2022, terdapat 50.011 kasus HIV/AIDS di Provinsi Papua. Hal ini terdiri dari 20.0441 HIV positif dan 29.570 AIDS berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Papua tahun 2022.

Ketua Harian KPA Provinsi Papua, dr. Anton Mote menyampaikan, jumlah penderita HIV AIDS di Provinsi Papua tersebut tentu belum termasuk fakta yang ada di lapangan. Hal ini dikarenakan masyarakat yang kurang memiliki kesadaran untuk memeriksakan diri karena anggapan takut dijauhi dan dikucilkan oleh masyarakat.

“Adapun peranan yang dilakukan oleh KPA Provinsi Papua yaitu mengadvokasikan khusus pada lembaga pemerintahan, mengadakan pelatihan kepada remaja dalam memberikan penyuluhan, mengadakan kegiatan pengembangan media dalam rangka memperkenalkan dan lebih memahami lebih jauh tentang HIV AIDS dan program-program KPA melalui komunikasi atau dialog secara langsung serta menjangkau atau melakukan pendekatan terhadap individu atau kelompok yang sulit diberikan penyuluhan,” terangnya.

Disampaikan, perubahan pola epidemi kasus menuntut agar program-program yang dikembangkan haruslah disesuaikan dengan kondisi obyektif yang dialami. Berdasarkan hal tersebut, maka dalam mempercepat upaya pencegahan dan penanggulangan HIV AIDS di Kabupaten dan Kota salah satunya adalah meningkatkan koordinasi di tingkat Provinsi dan kabupaten/kota.

Baca Juga :  Perdana Ke Supiori, Pj Gubernur Papua Ingin Rasakan Sensasi Ke Pulau Mapia

Salah satu langkah dalam rangka mempercepat upaya tersebut KPA Provinsi Papua telah melakuakan kunjungan Tilik Program pencegahan dan pengendalian HIV AIDS di 13 kabupaten/kota di Papua.

“Tujuan program yang dilakukan pada tahap I dan tahap II di 13 kabupaten/kota untuk meningkatkan mutu kinerja KPA Provinsi Papua/Kab/Kota dalam melakukan kegiatan program penanggulangan HIV dan AIDS, meningkatkan keefektifan rencana kerja Sector dan Sekretaris KPA kabupaten/kota serta melihat secara langsung pelaksanaan program penanggulangan HIV dan AIDS di daerah,” terangnya.

Adapun permasalahan yang ditemukan di lapangan yakni belum adanya strukstur organisasi KPA terbaru yang disahkan oleh Kepala Daerah, belum tersedia anggaran kegiatan KPA dan tempat berkantor resmi, tidak adanya LSM untuk dukungan pada ODHIV, sebagian besar ODHIV tidak memiliki kartu identitas dan jaminan kesehatan (BPJS), belum ada Puskesmas sebagai layanan mandiri ARV, diskriminasi pada ODHIV cukup tinggi pada masyarakat.

Baca Juga :  Kelembagaan Adat Perlu Lebih Diperkuat

“Faktor penghambat dan pendukung dalam penanggulangan HIV/AIDS oleh KPA di 13 kabupaten/kota dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan eksternal,” ucapnya.

Adapun faktor internal terkait masalah sumber daya manusia dan anggaran yang terbatas, memiliki keterkaitan diantara keduanya karena untuk melakukan berbagai kegiatan yang satu sama lain saling berhubungan terutama yang berhubungan dengan kegiatan KPA Kabupaten Keerom.

“Faktor eksternal, sarana dan prasarana komunikasi dan informasi untuk HIV/AIDS tersedia kalau tidak dapat diakses oleh orang yang bersangkutan juga tidak akan menambah pengetahuan orang tersebut,” ungkapnya.

Sementara faktor lain yang diperkirakan turut berpengaruh dalam mempengaruhi pengetahuan dan persepsi penderita tentang HIV/AIDS adalah keterlibatan penderita tersebut dalam kebijakan atau program terkait dengan peningkatan kapasitas untuk memahami permasalahan HIV/AIDS.

“Penanganan HIV/AIDS di Papua banyak mengalami kendala terutama masalah pelayanan yang tidak berfungsi dan anggaran, sehingga upaya penanganan kurang berjalan dengan maksimal,” pungkasnya. (fia/wen)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya