
Tangkap Dalang Utama Kegaduhan di Surabaya dan Malang
JAYAPURA- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Perwakilan Papua, meminta aparat Kepolisian menindak tegas pelaku rasisme dan intimidasi terhadap mahasiswa Papua yang ada di Surabaya dan Malang.
Sebagaimana tindakan rasisme memenuhi unsur pelanggaran pidana dan dugaan pelanggaran HAM merujuk pada Undang-Undang RI Nomor 40 tahun 2008 tentang anti ras dan diskriminasi. Karena itu mereka yang melakukan tindakan diskriminasi harus diproses pidana.
Kepala Perwakilan Komnas HAM Wilayah Papua, Frits Ramandey mendesak Polisi untuk mengungkap dalang utama kegaduhan tersebut, termasuk oknum TNI yang diduga melakukan pelecehan yang berbau rasis. Lalu, organisasi yang diduga bersimbol FPI harus dicari.
“Penegakan hukum menjadi penting agar tidak berulanag hal serupa, dan meyakinkan orang Papua untuk kemudian merasa bahwa mereka adalah bagian dari bangsa ini. Upaya penegakan hukum dalam rangka memastikan bahwa hidup sebagai bangsa dalam konteks HAM itu akan terus dijaga,” ucap Frits Ramandey kepada Cenderawasih Pos, Rabu (21/8).
Dikatakan, peristiwa di Malang dan Surabaya menjadi pelajaran bagi bangsa ini untuk tidak lagi melakukan hal-hal yang sifatnya rasis. Kejadian ini diakuinya menjadi pelajaran bangsa dan orang Papua secara bermartabat. Kendati demikian, ia menyayangkan protes secara masal di beberapa tempat yang berakhir anarkis seperti di Manokwari dan Sorong.
“Protes secara masal yang dilakukan masyarakat Papua menjadi sebuah cermin untuk masyarakat Indonesia lain di berbagai provinsi di Indonesia. Karena isu-isu ras untuk orang Papua itu sudah kesekian kalinya. Ini menjadi pelajaran, dan siapa pelakunya harus diproses secara tegas,” ungkap Frits.
Frits juga mengingatkan kepada masyarakat Papua agar tidak merusak fasilitas publik, dan kepada Polisi pasca kejadian tidak ada operasi yang kemudian mengarah pada suku-suku tertentu.
“Ada perbuatan pidana silakan diproses, tapi jangan kemudian ada pengejaran yang meluas. Karena kita sudah punya pengalaman itu. Komnas HAM sendiri akan melakukan investigasi ke Malang, Surabaya dan Makassar agar diskriminasi tidak berlarut-larut terhadap masyarakat Papua,” tutur Frists.
Menurut Frits, dalam konteks Papua protes secara masal dilakukan dalam rangka mendesak kepada negara untuk melaksanakan tanggung jawabnya sebagaimana Undang-Undang RI Nomor 40 tahun 2008. Dimana negara harus melakukan seluruh daya dan upaya untuk memastikan bahwa tindakan diskriminasi tidak berkembang ke mana-mana, dan pelakunya harus diproses secara hukum.
“Protes ini jangan kemudian berujung pada aksi-aksi anarkis yang menimbulkan konflik horizontal baru antara pri dan non pri, hingga menimbulkan konflik yang luas,” pungkasnya. (fia/nat)