JAKARTA – Hasil pertemuan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan Perdana Menteri (PM) Australia Anthony Albanese terkait kerja sama ekonomi, perdagangan, dan investasi akan ditindaklanjuti. Delegasi kedua negara dalam waktu dekat menghelat pertemuan Economic, Trade, and Investment Ministerial Meeting (ETIMM).
”Pertemuannya di Indonesia,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto yang turut mendampingi Presiden Jokowi.
Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) juga turut menandatangani nota kesepahaman dengan pemerintah Australia Barat mengenai rencana aksi pengolahan mineral kritis di Indonesia dan Australia. Ketua Kadin Arsjad Rasjid mengatakan, langkah tersebut merupakan hasil tindak lanjut pembicaraan antara Presiden Joko Widodo dan PM Australia Anthony Albanese pada KTT G20 tahun lalu di Bali.
Arsjad menganggap bahwa perjanjian yang ditandatangani tersebut penting untuk mendukung ekosistem kendaraan elektrik atau EV di Indonesia. ”Dengan perjanjian ini, kami akan mendorong perusahaan-perusahaan Australia dan Indonesia untuk bisa bekerja sama dalam membangun mineral kritis mulai penambangan sampai pengolahan,” ujar Arsjad.
Arsyad menambahkan, kerja sama tersebut sangat penting mengingat ada satu mineral kritis yang tidak terdapat di Indonesia dan ditemukan di Australia, yakni lithium. Lithium merupakan mineral utama dalam pembuatan baterai kendaraan listrik selain nikel, mangan, dan kobalt. ”Perusahaan Australia dan Indonesia dapat bersinergi dalam bisnis tersebut,” tambahnya.
Jokowi bertemu dengan Albanese Selasa (4/7) lalu. Dia menegaskan, sedari awal fokus kunjungan balasannya ke negeri jiran tersebut adalah penguatan ekonomi.
Di hadapan Albanese serta CEO sejumlah perusahaan, Jokowi memastikan bahwa Indonesia merupakan mitra terbaik untuk berinvestasi di kawasan Asia Tenggara. Ada beberapa sektor prioritas yang memiliki potensi tinggi bagi para investor untuk menanamkan modal di Indonesia.
”Indonesia memiliki potensi tinggi sebagai tujuan investasi dengan kekayaan sumber daya alam, bonus demografi, pasar yang besar, stabilitas ekonomi dan politik yang terjaga,” ujarnya.
Dalam bidang hilirisasi industri, Indonesia dan Australia memiliki potensi besar untuk berintegrasi dalam mengembangkan industri baterai mobil listrik. ”Indonesia sudah targetkan untuk mulai produksi baterai EV tahun depan serta produksi 1 juta mobil listrik dan 3,2 juta motor listrik pada 2035,” tuturnya.
Arsjad menyampaikan, langkah selanjutnya setelah penandatanganan nota kesepahaman adalah kunjungan pengusaha-pengusaha Australia ke dalam negeri. Arsjad menjadwalkan kunjungan tersebut dilakukan pada 2–9 September 2023 atau sepanjang KTT ASEAN Ke-43 2023.
Sementara itu, setelah dari Australia, Jokowi melanjutkan lawatannya ke Papua Nugini kemarin. Di negara yang berbatasan darat langsung dengan Indonesia itu, Jokowi menghadiri forum bisnis pertama kedua negara.
Di forum tersebut, Jokowi mendorong pembahasan PTA (preferential trade agreement) Indonesia-Papua Nugini. Tujuannya, kerja sama ekonomi kedua negara semakin tumbuh dan berkembang. ”PNG (Papua Nugini) dan Indonesia masing-masing adalah raksasa ekonomi,” katanya.
Papua Nugini, lanjut dia, adalah raksasa ekonomi di Pasifik dan Indonesia di Asia Tenggara. Jadi, kata Jokowi, bisa dibayangkan jika dua potensi tersebut bergabung.
Mantan gubernur DKI Jakarta itu menambahkan, Indonesia akan mendukung program Connect PNG. Salah satunya melalui BUMN konstruksi Indonesia yang telah berpengalaman di beberapa negara.
Presiden menyebut infrastruktur dan konektivitas merupakan syarat utama untuk pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. ”Konektivitas juga terus kita kembangkan dengan pembukaan rute pelayaran PNG Express dan pembukaan penerbangan Denpasar–Port Moresby,” ungkap Jokowi.
Dalam pertemuan tersebut, Jokowi turut mengatakan bahwa Indonesia dan Papua Nugini memiliki potensi ekonomi yang cukup besar dengan perbatasan kedua negara yang mencapai lebih dari 800 km. Bahkan, berdasar data yang diterima Pos Skouw, Papua, tercatat perdagangan lebih dari USD 3 juta pada 2019. ”Ini perlu kita maksimalkan,” katanya.
Kedua negara, tambah dia, perlu menjadikan titik-titik perbatasan sebagai pusat kegiatan ekonomi baru. Itu tidak hanya sangat berdampak untuk masyarakat perbatasan, tapi juga ekonomi kedua negara. (dee/agf/wan/c19/ttg)