Monday, November 25, 2024
25.7 C
Jayapura

Dana Otsus Tak Mampu Hentikan Konflik Bersenjata di Papua

Anthon : Kenapa KKB Masih Saja Selalu Ada, Apakah Memang Mereka Sengaja Dipelihara ?

  JAYAPURA – Hingga kini, konflik bersenjata antara TNI-Polri dengan Organisasi Papua Merdeka (OPM) atau Kelompok Bersenjata (KKB) terus terjadi. Korban berjatuhan entah dari warga sipil maupun aparat.

Pakar Hukum Tata Negara dari Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Biak sekaligus Ketua DPC Peradi Suara Advokat Indonesia Kota Jayapura (DPC Peradi SAI) Dr. Anthon Raharusun, SH.MH menyampaikan, kucuran dana Otsus di Papua tidak mampu menghentikan konflik bersenjata antara KKB atau OPM dengan TNI-Polri.

  Sebagaimana kata Anthon, dana Otsus yang sudah dikucurkan untuk Papua sepanjang 20 tahun sejak 2002 sampai dengan tahun 2021. Dengan total penerima dana Otsus sebesar 1.788.867.723.550.

“Jika digabungkan dengan dana infrastruktur Papua, pemerintah Indonesia sudah mengucurkan dana sekira Rp 144 T untuk Papua selama 20 tahun terakhir. Namun mirisnya, konflik di tanah ini belum juga berakhir dan kematian akibat konflik bersenjata masih saja terjadi. Korbannya, entah TNI-Polri maupun warga sipil,” terang Anthon kepada Cenderawasih Pos, Minggu (11/6).

  Menurut Anthon, kucuran dana Otsus di Papua tidak mampu meredahkan konflik bersenjata. Kalau pun pemerintah menggelontorkan dana yang begitu besar untuk Papua dengan harapan agar Papua bisa maju, bagaimana meningkatkan kesadaran masyarakat dalam bernegara. Maka, ia melihat bahwa uang sebanyak itu belum cukup memberikan dampak terhadap kelompok kelompok yang memiliki ideologi merdeka.

Baca Juga :  Terlibat Jual Beli Amunisi, Dua Oknum Prajurit TNI Ditahan di Pomdam

“Karena uang yang besar itu dianggap sebagai mahar yang harus dibayar pemerintah Indonesia terhadap masyarakat Papua yang berintegrasi kedalam NKRI,” tegasnya.

  Dilain sisi kata Anthon, TNI-Polri dan pemerintah sudah berupaya semaksimal untuk meredam konflik horizontal yang terjadi di Papua. Hanya saja, upaya upaya yang dilakukan belum menunjukan suatu kemajuan yang berarti. Artinya, masih ada kelompokk kelompok yang bersebelahan dengan pemerintah.

“Saya melihat ideologi merdeka dari KKB bisa diredam. Sebab, mereka (KKB-red) sebatas kelompok kecil yang bisa diredam dengan kekuatan TNI-Polri. Pun, kesadaran masyarakat Papua dalam bernegara sudah cukup baik dalam konteks NKRI. Selain itu, tidak semua masyarakat Papua mengiginkan merdeka. Walupun di dalam benak maupun pikirkan mereka  masih tersirat tentang keinginan merdeka,” tuturnya.

“Saya tidak tahu kapan waktunya Papua itu akan merdeka, tapi menurut saya itu sesuatu yang impossible,” sambungnya.

   Menurut Anthon, KKB sebatas kelompok kecil. Dari segi jumlah, mereka hanya  terkonsentrasi di beberapa wilayah pegunungan. Namun yang menjadi pertanyaan, kenapa sulit sekali untuk ditiadakan keberadaan dari kelompok ini.

   Bahkan lanjut Anthon, KKB bisa memiliki persenjataan yang biasa digunakan untuk kontak tembak dengan aparat TNI-Polri. “Namun pertanyaannya, dengan persenjataan lengkap yang dimiliki TNI-Polri sampai dengan menggunakan pesawat dan helikopter. Herannya, kenapa kelompok ini masih saja selalu ada, apakah memang mereka sengaja dipelihara,” singgung Anthon.

Baca Juga :  Persipura Harus Bangkit!

   Anthon juga menegaskan bahwa Papua bukan daerah konflik, terlebih dengan adanya pemekaran. Bagaimana pemerintah mengakselarasikan pembangunan kebijakan kebijakan  pemerintah untuk mempercepat kesejahteraan bagi masyarakat Papua.

“Kesejahteraan adalah hukum tertinggi dari seluruh kebijakan, sehingga orang itu merasa bagian daripada NKRI. Mungkin saja sebagian kelompok KKB ini belum merasa bagian dari NKRI, sehingga mereka terus menuntut kemerdekaan,” tuturnya.

    Menurut Anthon, kelompok yang berjuang di jalur kekerasan seperti KKB untuk menuntut kemerdekaan merupakan sesuatu yang impussible. Sebab, mereka juga melakukan pelanggaran pelanggaran HAM.

   Yang menjadi pertanyaan kata Anthon, jika KKB menembak aparat apakah mereka tidak melakukan pelanggaran HAM ?

“Saya melihat pelanggaran HAM itu sering kali orang menyuarakan bahwa TNI-Polri melakukan pelanggaran HAM Berat di Papua. Lantas, bagaimana dengan KKB yang menembak masyarakat sipil yang tidak berdosa ? Apakah dia tidak melanggar HAM ?,” tanya Anthon.

   Kata Anthon, HAM juga harus dilihat dalam konteks yang sangat universal. Tidak bisa melihat secara spesifik hanyalah perlakuan dari negara itu sendiri.

“Kita tidak bisa melihat seperti itu, negara tidak pernah membiarkan rakyatnya atau masyarakatnya untuk ditindas, dibunuh dengan cara cara kekerasan. Bahkan saya menyebut KKB sebagai PKI, karena membunuh orang dengan cara yang kejam,” pungkasnya. (fia)

Anthon : Kenapa KKB Masih Saja Selalu Ada, Apakah Memang Mereka Sengaja Dipelihara ?

  JAYAPURA – Hingga kini, konflik bersenjata antara TNI-Polri dengan Organisasi Papua Merdeka (OPM) atau Kelompok Bersenjata (KKB) terus terjadi. Korban berjatuhan entah dari warga sipil maupun aparat.

Pakar Hukum Tata Negara dari Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Biak sekaligus Ketua DPC Peradi Suara Advokat Indonesia Kota Jayapura (DPC Peradi SAI) Dr. Anthon Raharusun, SH.MH menyampaikan, kucuran dana Otsus di Papua tidak mampu menghentikan konflik bersenjata antara KKB atau OPM dengan TNI-Polri.

  Sebagaimana kata Anthon, dana Otsus yang sudah dikucurkan untuk Papua sepanjang 20 tahun sejak 2002 sampai dengan tahun 2021. Dengan total penerima dana Otsus sebesar 1.788.867.723.550.

“Jika digabungkan dengan dana infrastruktur Papua, pemerintah Indonesia sudah mengucurkan dana sekira Rp 144 T untuk Papua selama 20 tahun terakhir. Namun mirisnya, konflik di tanah ini belum juga berakhir dan kematian akibat konflik bersenjata masih saja terjadi. Korbannya, entah TNI-Polri maupun warga sipil,” terang Anthon kepada Cenderawasih Pos, Minggu (11/6).

  Menurut Anthon, kucuran dana Otsus di Papua tidak mampu meredahkan konflik bersenjata. Kalau pun pemerintah menggelontorkan dana yang begitu besar untuk Papua dengan harapan agar Papua bisa maju, bagaimana meningkatkan kesadaran masyarakat dalam bernegara. Maka, ia melihat bahwa uang sebanyak itu belum cukup memberikan dampak terhadap kelompok kelompok yang memiliki ideologi merdeka.

Baca Juga :  Ketua DPR Papua Ditegur KPK

“Karena uang yang besar itu dianggap sebagai mahar yang harus dibayar pemerintah Indonesia terhadap masyarakat Papua yang berintegrasi kedalam NKRI,” tegasnya.

  Dilain sisi kata Anthon, TNI-Polri dan pemerintah sudah berupaya semaksimal untuk meredam konflik horizontal yang terjadi di Papua. Hanya saja, upaya upaya yang dilakukan belum menunjukan suatu kemajuan yang berarti. Artinya, masih ada kelompokk kelompok yang bersebelahan dengan pemerintah.

“Saya melihat ideologi merdeka dari KKB bisa diredam. Sebab, mereka (KKB-red) sebatas kelompok kecil yang bisa diredam dengan kekuatan TNI-Polri. Pun, kesadaran masyarakat Papua dalam bernegara sudah cukup baik dalam konteks NKRI. Selain itu, tidak semua masyarakat Papua mengiginkan merdeka. Walupun di dalam benak maupun pikirkan mereka  masih tersirat tentang keinginan merdeka,” tuturnya.

“Saya tidak tahu kapan waktunya Papua itu akan merdeka, tapi menurut saya itu sesuatu yang impossible,” sambungnya.

   Menurut Anthon, KKB sebatas kelompok kecil. Dari segi jumlah, mereka hanya  terkonsentrasi di beberapa wilayah pegunungan. Namun yang menjadi pertanyaan, kenapa sulit sekali untuk ditiadakan keberadaan dari kelompok ini.

   Bahkan lanjut Anthon, KKB bisa memiliki persenjataan yang biasa digunakan untuk kontak tembak dengan aparat TNI-Polri. “Namun pertanyaannya, dengan persenjataan lengkap yang dimiliki TNI-Polri sampai dengan menggunakan pesawat dan helikopter. Herannya, kenapa kelompok ini masih saja selalu ada, apakah memang mereka sengaja dipelihara,” singgung Anthon.

Baca Juga :  Kemendagri Apresiasi Terobosan Pembangunan Pj Gubernur Papua Tengah Ribka Haluk

   Anthon juga menegaskan bahwa Papua bukan daerah konflik, terlebih dengan adanya pemekaran. Bagaimana pemerintah mengakselarasikan pembangunan kebijakan kebijakan  pemerintah untuk mempercepat kesejahteraan bagi masyarakat Papua.

“Kesejahteraan adalah hukum tertinggi dari seluruh kebijakan, sehingga orang itu merasa bagian daripada NKRI. Mungkin saja sebagian kelompok KKB ini belum merasa bagian dari NKRI, sehingga mereka terus menuntut kemerdekaan,” tuturnya.

    Menurut Anthon, kelompok yang berjuang di jalur kekerasan seperti KKB untuk menuntut kemerdekaan merupakan sesuatu yang impussible. Sebab, mereka juga melakukan pelanggaran pelanggaran HAM.

   Yang menjadi pertanyaan kata Anthon, jika KKB menembak aparat apakah mereka tidak melakukan pelanggaran HAM ?

“Saya melihat pelanggaran HAM itu sering kali orang menyuarakan bahwa TNI-Polri melakukan pelanggaran HAM Berat di Papua. Lantas, bagaimana dengan KKB yang menembak masyarakat sipil yang tidak berdosa ? Apakah dia tidak melanggar HAM ?,” tanya Anthon.

   Kata Anthon, HAM juga harus dilihat dalam konteks yang sangat universal. Tidak bisa melihat secara spesifik hanyalah perlakuan dari negara itu sendiri.

“Kita tidak bisa melihat seperti itu, negara tidak pernah membiarkan rakyatnya atau masyarakatnya untuk ditindas, dibunuh dengan cara cara kekerasan. Bahkan saya menyebut KKB sebagai PKI, karena membunuh orang dengan cara yang kejam,” pungkasnya. (fia)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya