Melihat Penerapan Larangan Penjualan Barang Bekas Impor di Kota Jayapura
Untuk melindungi produksi dalam negeri, Pemerintah Pusat secara resmi sudah melarang impor pakaian bekas dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 40 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan No 18/2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor. Lantas bagaimana penerapannya di Jayapura?
Laporan: Elfira & Priyadi_Jayapura
Pelarangan impor pakaian bekas ini dalam rangka melindungi para pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Kebijakan ini tentunya menimbulkan keresahan di kalangan pedagang yang selama ini sangat bergantung dari penjualan baju bekas impor.
Menanggapi kebijakan pelarangan baju impor baju bekas ini, Kepala Disperindagkop, UKM dan Tenaga Kerja Papua Omah Laduani Ladamay menyampaikan Pemprov tetap melakukan pemantauan.
“Sejauh ini kami sebatas melakukan pemantauan dan monitoring, namun untuk pengawasan di lapangan dilakukan oleh kabupaten/kota. Termasuk juga barang barang yang masuk dari luar,” terang Laduani saat dikonfirmasi Cenderawasih Pos, Selasa (4/4).
Lanjut Laduani, hingga saat ini baju bekas (cabo) masih tetap dijual di kabupaten/kota yang ada di Provinsi Papua. “Sebagian besar hingga saat ini baju bekas masih dijual, tetapi teknisnya harusnya kabupaten/kota yang menyita atau melakukan penutupan. Sebab, teknis pengawasan ada di mereka,” terangnya.
Laduani juga menyatakan jika ada daftar pengusaha yang datangkan Cabo dan itu ada pada kabupaten/kota. Sebab, ijinnya ada pada mereka. “Perijinan untuk usaha Cabo ada di tingkat kabupaten/kota,” pungkasnya.
Terkait dengan larangan penjualan pakaian bekas atau cakar bongkar dan sepatu bekas impor oleh Presiden dan ditindaklanjuti oleh Kementerian Perdagangan dalam rangka melindungi produk dalam negeri. Kebijakan pemerintah pusat ini juga didukung oleh Kadis Perindagkop dan UKM Kota Jayapura Robert LN Awi.
Menurut Robert Awi, selama ini larangan seperti ini sudah ada. Dari dulu pernah dilakukan, namun pada kenyataanya masih ada penjualan sampai saat ini. Dimana, untuk melarang penjualan produk impor tersebut, tentu harus melibatkan semua pihak. Karena untuk bisa sampai di pedagang, khususnya di Kota Jayapura, tentu tidak mudah.
Untuk penerapan larangan ini, tidak bisa hanya menjadi ranah dari Disperindagkop, namun hal yang harus dilakukan tentu pengawasan dari hulu hingga hilir. Masuknya pakaian Cabo tentu lewat dari Jawa, sehingga di sana harus bisa ditertibkan dulu supaya tidak bisa sampai ke daerah.
“Kita ketahui adanya larangan seperti ini sudah dari dulu, tapi sampai sekarang masih juga banyak pedagang yang berjualan, karena di Kota Jayapura daerah yang paling jauh bisa dapat apalagi yang di Jawa,’’ujarnya, kemarin.
Robert menjelaskan, selama ini minat masyarakat dalam membeli baju bekas impor masih tinggi. Pasalnya, harganya justru jauh lebih murah dan banyak pilihan serta kualitasnya banyak yang bagus dan sekarang dalam menjual pakain bekas impor juga bisa online sehingga hal ini juga harus dipikirkan juga.
“Penjualan baju bekas impor selama ini masih mendapat respon bagus dari masyarakat, baik yang kalangan orang biasa maupun kalangan orang punya uang karena kualitasnya ada yang masih bagus-bagus dan semua pakaian impor bekas model banyak sehingga masyarakat banyak pilihan dan harganya juga terjangkau bahkan ada yang murah sekali,’’jelasnya.
Salah satu warga yang enggan disebutkan namanya mengaku sering membeli pakaian bekas , karena harganya murah dan kadang masih ada labelnya. Bahkan tidak hanya kalangan menengah ke bawah saja yang beli, kalangan menengah ke atas juga banyak yang beli dan sekarang membeli pakaian cobo impor juga tidak perlu ke pasar tapi bisa dibeli secara online sehingga ini semakin memudahkan pembelinya.(*)