Pedagang Pasar Wamanggu Tunggak Sewa Kios Rp 2,5 Miliar
Kondisi pasar Wamangu Merauke. Dari hasil pemeriksaan BPK, ditemukan tunggakan penyewa kios Pasar Wamanggu Merauke sudah mencapai Rp 2,5 miliar.( FOTO : Sulo/Cepos )
MERAUKE-Berdasarkan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Jayapura tahun 2018 yang telah diterima Pemerintah Kabupaten Merauke, menemukan tunggakan sewa kios pada Pasar Wamanggu sampai akhir tahun 2018 sebesar Rp 2,5 miliar.
Terkait dengan itu, kepala Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Merauke bersama dengan jajarannya melakukan pertemuan dengan para penyewa kios yang melakukan tunggakan tersebut kepada pemerintah daerah UPT Pasar Wamanggu Merauke, Kamis (27/6).
Kepada wartawan seusai pertemuan tersebut, Kepala Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Merauke Yacobus Duwiri, SE, M.Si mengungkapkan, ada dua hal yang dibahas dalam pertemuan ini dalam rangka pembenahan pasar Wamanggu. Pertama adalah masalah penataan pasar Wamanggu.
“Kita lihat pasar Wamanggu ini semrawut sehingga kita mengambil langkah untuk bisa membenahi secara bersama dalam hal ini Pemerintah dan pedagang,’’ terangnya.
Kedua lanjut Yacobus Duwiri adalah menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK terkait sanksi keterlambatan denda sebesar Rp 2,5 persen yang sudah tertera dalam peraturan daerah (Perda).
‘’Ini menjadi tunggakan dan beban bagi pedagang Pasar Wamanggu yang tidak memanfaatkan kios yang ada. Total tunggakan sudah mencapai Rp 2,5 miliar,’’ kata mantan Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Merauke ini .
Duwiri menjelaskan, bahwa tunggakan sewa atas kios yang ada di Pasar Wamanggu ini terjadi sejak 2015 sampai 2018 atau selama 4 tahun berturut-turut. ‘’Segera kita menindaklanjuti hasil pemeriksaan ini dengan melakukan pertemuan. Kita menyampaikan bahwa yang terjadi seperti ini dan ada beban yang para pedagang selesaikan. Dan mereka melihat bahwa ini menjadi beban berat untuk membayar. Karena di satu sisi, mereka mau membayar dengan uang apa. Sementara kios mereka sepi. Tidak ada pembeli sehingga penyampaian dari mereka itu kami tampung untuk selanjutnya kami bahas secara internal di Badan Pendapatan Daerah. Hasil pembahasan itu selanjutnya kami sampaikan ke pak Bupati untuk mengambil kebijakan,’’ terangnya. (ulo/tri)
Kondisi pasar Wamangu Merauke. Dari hasil pemeriksaan BPK, ditemukan tunggakan penyewa kios Pasar Wamanggu Merauke sudah mencapai Rp 2,5 miliar.( FOTO : Sulo/Cepos )
MERAUKE-Berdasarkan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Jayapura tahun 2018 yang telah diterima Pemerintah Kabupaten Merauke, menemukan tunggakan sewa kios pada Pasar Wamanggu sampai akhir tahun 2018 sebesar Rp 2,5 miliar.
Terkait dengan itu, kepala Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Merauke bersama dengan jajarannya melakukan pertemuan dengan para penyewa kios yang melakukan tunggakan tersebut kepada pemerintah daerah UPT Pasar Wamanggu Merauke, Kamis (27/6).
Kepada wartawan seusai pertemuan tersebut, Kepala Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Merauke Yacobus Duwiri, SE, M.Si mengungkapkan, ada dua hal yang dibahas dalam pertemuan ini dalam rangka pembenahan pasar Wamanggu. Pertama adalah masalah penataan pasar Wamanggu.
“Kita lihat pasar Wamanggu ini semrawut sehingga kita mengambil langkah untuk bisa membenahi secara bersama dalam hal ini Pemerintah dan pedagang,’’ terangnya.
Kedua lanjut Yacobus Duwiri adalah menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK terkait sanksi keterlambatan denda sebesar Rp 2,5 persen yang sudah tertera dalam peraturan daerah (Perda).
‘’Ini menjadi tunggakan dan beban bagi pedagang Pasar Wamanggu yang tidak memanfaatkan kios yang ada. Total tunggakan sudah mencapai Rp 2,5 miliar,’’ kata mantan Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Merauke ini .
Duwiri menjelaskan, bahwa tunggakan sewa atas kios yang ada di Pasar Wamanggu ini terjadi sejak 2015 sampai 2018 atau selama 4 tahun berturut-turut. ‘’Segera kita menindaklanjuti hasil pemeriksaan ini dengan melakukan pertemuan. Kita menyampaikan bahwa yang terjadi seperti ini dan ada beban yang para pedagang selesaikan. Dan mereka melihat bahwa ini menjadi beban berat untuk membayar. Karena di satu sisi, mereka mau membayar dengan uang apa. Sementara kios mereka sepi. Tidak ada pembeli sehingga penyampaian dari mereka itu kami tampung untuk selanjutnya kami bahas secara internal di Badan Pendapatan Daerah. Hasil pembahasan itu selanjutnya kami sampaikan ke pak Bupati untuk mengambil kebijakan,’’ terangnya. (ulo/tri)