
MERAUKE- Kursi khusus adat DPRD Kabupaten/Kota se-Provinsi Papua tengah diperjuangkan ke Presiden Republik Indonesia Joko Widodo. Hal ini ditandai dengan penyerahan Draft Peraturan Presiden (Kepres) tentang pengangkatan kursi khusus DPRD Kabupaten/kota di Provinsi Papua dari Sekertaris LMA Provinsi Papua Paskalis Netep kepada Bupati Merauke Frederikus Gebze dan Rektor Uncen Dr. Ir. Apollo Safanpo, ST, MT untuk mendapat kajian akademik terhadap draft tersebut berlangsung di pelataran Kantor Bupati Merauke, Senin (3/6).
Sebelum penyerahan draft tersebut, terlebih dahulu diserahkan hasil keputusan dari musyawarah adat dari 4 mata angin yang difasilitasi oleh Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Kabupaten Merauke kepada Bupati Merauke Frederikus Gebze, SE, M.Si. Selanjutnya dari bupati Merauke menyerahkan hasil keputusan itu kepada Ketua DPRP yang diwakili anggota Komisi I DPRP Yonas Nussi dan Dolfina Dimara.
Penyerahan hasil keputusan adat dari masyarakat Marind ini dilakukan lewat prosesi secara adat dengan cara gelar tikar adat. Proses secara adat ini diawali dari GOR Hiad Sai Merauke selanjutnya menuju Kantor Bawaslu ke DPRD Kabupaten Merauke dan terakhir di Kantor Bupati Merauke.
Di kantor bupati, prosesi secara adat dilakukan dengan menggelar tikar adat. Selanjutnya hasil keputusan dari musyarawat adat dari 4 mata angin diserahkan ke bupati Merauke, selanjutnya diserahkan ke DPRP diperjuangkan ke Presiden. Hadir menyaksikan Anggota MRP asal Papua Selatan Albert Mouwen, S.Sos dan tokoh masyarakat Papua Selatan Drs Johanes Gluba Gebze. Yonas Nussi saat menerima hasil musyarawah adat dari bupati tersebut mengungkapkan akan segera memperjuangkan ke Presiden RI untuk mendapatkan persetujuan lewat Peraturan Presiden.
Johan Mahuze, salah satu pengurus LMA Kabupaten Merauke saat membacakan hasil keputusan Lembaga Adat tersebut mengungkapkan latar belakang keluarnya surat keputusan dari LMA ini yang didasari atas keprihatinan keterwakilan masyarakat asli Marind Anim yang duduk di DPRD Kabupaten Merauke dalam 4 periode terakhir. Pertama, periode 2004-2009 jumlah orang Marind 11 orang, 2009-2014 sebanyak 9 orang, kemudian periode 2014-2019 sebanyak 7 orang. Dan sekarang dari 2019-2024 hanya 3 orang Marind keterwakilan dari 30 kursi. “Bagaimana mau membahas yang memberikan suatu regulasi untuk memproteksi hak hidup di negeri kami sendiri diatas tanah Malindkalau tinggal 3 orang,’’ katanya.
Adapun hasil musyarawah adat 4 mata angin yakni Mayo, Timo, Sosom dan Esam bangsa Malind di Kabupaten Merauke, kata Johan Mahuze antara lain bahwa sidang golongan adat menyetujui dan meminta kepada presiden RI Joko Widodo untuk segera menerbitkan Peraturan Presiden tentang penambahan Presiden tentang penambahan jumlah anggota DPR atau mekanisme pegangkatan yang berbasis bukan konteks politik tapi berbasis adat.
Bupati Merauke Frederikus Gebze, SE, M.Si, pembangunan yang telah berjalan semuanya sesuai dengan konstitusi dan berjalan membangun di tanah ini. Bahkan yang memberi kebahagiaan ada payung UU Otsus Papua untuk mengantarkan rakyat Papua berdiri , berjalan menjadi orang-orang di tanah ini seperti orang lain.
‘’Namun apa daya yang kita hadapi. Kita merasakan sendiri bahwa UU Otonomi Khusus yang menjadi garda terdepan hidup orang Papua, tapi lambat laun orang Papua tidak mendapatkan kesempatan yang kita rasakan,’’ jelasnya.
Tokoh masyarakat Papua Drs Johanes Gluba Gebze menilai bahwa dengan adanya proses adat ini menandakan bahwa masyarakat adat sudah mulai sadar akan hak-haknya. “Hari ini kamu semua buat kejutan dan sadar akan hak konstitusi yang kamu miiki,’’ katanya . Iapun berharap, agar tidak berhenti sampai disini saja namun harus terus diperjuangkan seperti matahari yang terbit dari Timur sampai ke Barat dan berharap presiden segera merespon perjuangan tersebut. (ulo/tri)