Sunday, November 24, 2024
30.7 C
Jayapura

Jayawijaya Urutan 3 Presentase Miskin Terendah Selama 5 Tahun

WAMENA—Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Jayawijaya menyatakan, Kabupaten Jayawijaya masuk pada urutan 3 dalam penanganan tingkat kemiskinan dari 5 wilayah di kawasan Lapago. Yang menempati urutan pertama yakni Yalimo dengan presentase terendah angka kemiskinan masyarakatnya.

Kepala BPS Jayawijaya, Jianto, SH, MH mengatakan, presentase kemiskinan selama lima tahun terakhir 2017-2021, kemiskinan masyarakatnya paling rendah di Yalimo dengan presentase 33,25, disusul Mamberamo Tengah 36,76 persen, Jayawijaya 37,09 persen, Nduga 37,18 persen dan Lanny Jaya 38,73 persen.

“Tingkat kemiskinan ini bukan berarti masyarakat tidak makan atau kelaparan sehingga dikategorikan miskin, namun banyak aspek seperti pendapatan masyarakat, kebutuhan kalori yang dikonsumsi, lapangan kerja, asupan gizi hingga pola hidup,”ungkapnya saat ditemui di Wamena, Rabu, (8/6), kemarin.

Jianto menyebutkan, angka kemiskinan ini dilihat dari segala aspek. BPS menentukan angka kemiskinan dilihat dari kebutuhan 2100 kalori per orang, per hari dan jika dirupiahkan Rp 16 ribu, konsumsi masyarakat ditentukan dengan pendapatan, sedangkan bicara soal pendapatan berkaitan dengan lapangan kerja, sedangkan mayoritas lapangan kerja di pegunungan adalah berkebun.

Baca Juga :  Pemprov Berikan Atensi pada Festival Yali dan FBLB

“Meski pangan lokal banyak seperti ubi jalar dan lainnya, namun jika dilihat dari asupan gizi tidak terpenuhi, proteinnya berapa, vitaminnya berapa sedangkan sebagian besar yang terpenuhi oleh masyarakat itu hanya karbohidrat. Itu yang mempengaruhi kenapa angka kemiskinan di pegunungan masih relatif tinggi,”jelasnya.

Ia menyatakan, kebanyakan di Yalimo angka kemiskinan rendah, sementara Mamberamo Tengah karena tidak ada hiruk pikuk kota sehingga masyarakat lebih aktif ke kebun, kalau di Jayawijaya hitrogen dan banyak penduduk dari luar Jayawijaya sehingga mempengaruhi pola hidup masyarakat, sehingga jumlah angka kemisninannya lebih tinggi dari Yalimo dan Mamteng.

“Di Jayawijaya kemiskinan lebih tinggi karena tingkat aktivitas bekerja lebih kurang dibandingkan dua kabupaten tersebut, ini hasil survey di perkotaan dan pedesaan, karena ada juga yang kerja di kontruksi dan lainya, lapangan kerja di Wamena juga terbatas,”bebernya.

Baca Juga :  DPRD Jayawijaya Setuju 4 Raperda Non APBD Disahkan

Menurutnya, untuk Kabupaten Nduga sebenarnya akses lebih mudah, kenapa di urutan kedua tertinggi, karena faktor geografis. Yang mudah dan harga relatif murah hanya di sekitar Distrik Keneyam (ibu kota Nduga), yang jauh-jauh ini akses belum ada, bahkan ada yang harus gunakan pesawat.

“Biarpun di Jayawijaya semua Sembako lengkap, tapi masyarakat tidak semua bisa membeli karena tidak adanya sumber pendapatan. Pengaruh lain juga mengenai perumahan, di mana masyarakat di pegunungan lebih nyaman tinggal di honai, sedangkan kalau dalam konsep kesehatan, honai termasuk rumah tidak sehat,”jelasnya.(jo/tho)

WAMENA—Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Jayawijaya menyatakan, Kabupaten Jayawijaya masuk pada urutan 3 dalam penanganan tingkat kemiskinan dari 5 wilayah di kawasan Lapago. Yang menempati urutan pertama yakni Yalimo dengan presentase terendah angka kemiskinan masyarakatnya.

Kepala BPS Jayawijaya, Jianto, SH, MH mengatakan, presentase kemiskinan selama lima tahun terakhir 2017-2021, kemiskinan masyarakatnya paling rendah di Yalimo dengan presentase 33,25, disusul Mamberamo Tengah 36,76 persen, Jayawijaya 37,09 persen, Nduga 37,18 persen dan Lanny Jaya 38,73 persen.

“Tingkat kemiskinan ini bukan berarti masyarakat tidak makan atau kelaparan sehingga dikategorikan miskin, namun banyak aspek seperti pendapatan masyarakat, kebutuhan kalori yang dikonsumsi, lapangan kerja, asupan gizi hingga pola hidup,”ungkapnya saat ditemui di Wamena, Rabu, (8/6), kemarin.

Jianto menyebutkan, angka kemiskinan ini dilihat dari segala aspek. BPS menentukan angka kemiskinan dilihat dari kebutuhan 2100 kalori per orang, per hari dan jika dirupiahkan Rp 16 ribu, konsumsi masyarakat ditentukan dengan pendapatan, sedangkan bicara soal pendapatan berkaitan dengan lapangan kerja, sedangkan mayoritas lapangan kerja di pegunungan adalah berkebun.

Baca Juga :  Runway dan Apron Bandara Wamena Belum Dianggarkan

“Meski pangan lokal banyak seperti ubi jalar dan lainnya, namun jika dilihat dari asupan gizi tidak terpenuhi, proteinnya berapa, vitaminnya berapa sedangkan sebagian besar yang terpenuhi oleh masyarakat itu hanya karbohidrat. Itu yang mempengaruhi kenapa angka kemiskinan di pegunungan masih relatif tinggi,”jelasnya.

Ia menyatakan, kebanyakan di Yalimo angka kemiskinan rendah, sementara Mamberamo Tengah karena tidak ada hiruk pikuk kota sehingga masyarakat lebih aktif ke kebun, kalau di Jayawijaya hitrogen dan banyak penduduk dari luar Jayawijaya sehingga mempengaruhi pola hidup masyarakat, sehingga jumlah angka kemisninannya lebih tinggi dari Yalimo dan Mamteng.

“Di Jayawijaya kemiskinan lebih tinggi karena tingkat aktivitas bekerja lebih kurang dibandingkan dua kabupaten tersebut, ini hasil survey di perkotaan dan pedesaan, karena ada juga yang kerja di kontruksi dan lainya, lapangan kerja di Wamena juga terbatas,”bebernya.

Baca Juga :  DPRD Jayawijaya Setuju 4 Raperda Non APBD Disahkan

Menurutnya, untuk Kabupaten Nduga sebenarnya akses lebih mudah, kenapa di urutan kedua tertinggi, karena faktor geografis. Yang mudah dan harga relatif murah hanya di sekitar Distrik Keneyam (ibu kota Nduga), yang jauh-jauh ini akses belum ada, bahkan ada yang harus gunakan pesawat.

“Biarpun di Jayawijaya semua Sembako lengkap, tapi masyarakat tidak semua bisa membeli karena tidak adanya sumber pendapatan. Pengaruh lain juga mengenai perumahan, di mana masyarakat di pegunungan lebih nyaman tinggal di honai, sedangkan kalau dalam konsep kesehatan, honai termasuk rumah tidak sehat,”jelasnya.(jo/tho)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya