Friday, December 27, 2024
27.7 C
Jayapura

Ketua MRP: Penyampaian Aspirasi Penolakan DOB Berdasarkan Suara Mayoritas

JAYAPURA-Ketua Majelis Rakyat Papua Timotius Murib mengungkapkan bahwa pihaknya menyampaikan aspirasi penolakan pemekaran ke pemerintah pusat, berdasarkan suara mayoritas masyarakat Papua dan bukan kepentingan segelintir elit politik di Papua. Hal ini disampaikan Timotius Murib untuk menanggapi pernyataan Bupati Jayapura Mathius Awoitauw, SE, MSi yang menilai MRP tidak mengakomodir aspirasi dukungan pemekaran daerah otonomi baru (DOB).

   Murib menjelaskan sebagai lembaga representasi kultur adat Papua MRP berharap kepada orang Papua yang berada di level birokrasi menengah dan akar rumput memahami bahwa undang-undang 21 tahun 2001 itu diberikan bukan hadiah, tetapi merupakan perjuangan panjang dengan darah dan air mata masyarakat Papua

  “Maka dengan berakhirnya otonomi khusus tahun 2001 di tahun 2021 orang Papua menunggu momentum Bagaimana mengevaluasi Otsus, tetapi yang terjadi Otsus di evaluasi sepihak oleh pemerintah pusat tanpa melibatkan orang asli Papua secara utuh,” katanya kepada Cenderawasih Pos,  di Jayapura, Selasa, (10/5)

   Menurut Timotius Murib,  hasil dari perubahan itu di pasal 76 ada penambahan pada ayat 2 dan 3 lebih mengindahkan dan tanpa ada persetujuan MRP dan DPR Papua, DOB itu bisa dilakukan oleh Jakarta sesuai kehendak mereka. Ini terjadi pada tanggal 12 april 2022 DPR RI telah menetapkan RUU DOB padahal hal ini tidak sesuai dengan UU Otsus 21 Tahun 2021dimana pemekaran harus melalui persetujuan DPR Provinsi Papua dan MRP.

Baca Juga :  Bintara Polri Baru Dipersiapkan Pengamanan Pilkada 

  Untuk itu, kata Murib sebenarnya para elit politik di Papua dan khususnya Bupati Jayapura  harus paham bahwa otonomi khusus ini dihadirkan, bukan merupakan hadiah tetapi ini merupakan perjuangan panjang sebagai perekat sebagai win-win Solution karena orang Papua minta merdeka.

  “Untuk itu MRP mengharapkan kepada para kepala daerah yang ada di birokrasi untuk memahami dan mengerti bahwa otonomi khusus ini beda dengan undang-undang lain.”tuturnya.

   Sementara terkait DOB,   secara tegas Timotius  mengaku MRP  tidak berdiri pada posisi memihak atau menolak, tapi berfokus ke mayoritas aspirasi masyarakat. “Yang harus dipahami oleh para bupati dan kepala daerah di Papua bahwa MRP  tidak berada pada posisi menolak atau menerima daerah otonomi baru, tapi MRP  menyampaikan aspirasi mayoritas penolakan yang disampaikan oleh orang asli Papua yang disampaikan oleh masyarakat Papua di beberapa kabupaten/kota, sehingga  penolakan  ini yang disampaikan ke pemerintah pusat termasuk presiden,”tuturnya.

Baca Juga :  Masih Ada Keterbatasan, Namun Bisa Deteksi Dini Kasus Jantung dan Pasang Ring

   “Jadi bukan berdasarkan kemauan segelintir pejabat daerah, jadi Bupati Jayapura harus paham, sementara pernyataan Bupati bahwa mengapa MRP hanya menyampaikan aspirasi menolak sementara yang mendukung DOB tidak disampaikan ini sangat keliru, Karena MRP berpihak kepada aspirasi mayoritas yang ada di di Papua.”ujarnya lebih lanjut.

  Ditambahkan, bahwa  19 pasal yang dilakukan perubahan kemarin semua itu membias dan marwah atau roh dari Otsus itu telah hilang.  Maka kami minta para bupati dan walikota harus baca perubahan undang-undang karena tidak ada hak orang Papua yang di komodir. “Jadi jika dianggap  kepastian dalam undang-undang ini bahwa ketika dimekarkan orang Papua itu akan mendapat kesejahteraan ini tipu dan omong kosong,” katanya. (oel/tri).

JAYAPURA-Ketua Majelis Rakyat Papua Timotius Murib mengungkapkan bahwa pihaknya menyampaikan aspirasi penolakan pemekaran ke pemerintah pusat, berdasarkan suara mayoritas masyarakat Papua dan bukan kepentingan segelintir elit politik di Papua. Hal ini disampaikan Timotius Murib untuk menanggapi pernyataan Bupati Jayapura Mathius Awoitauw, SE, MSi yang menilai MRP tidak mengakomodir aspirasi dukungan pemekaran daerah otonomi baru (DOB).

   Murib menjelaskan sebagai lembaga representasi kultur adat Papua MRP berharap kepada orang Papua yang berada di level birokrasi menengah dan akar rumput memahami bahwa undang-undang 21 tahun 2001 itu diberikan bukan hadiah, tetapi merupakan perjuangan panjang dengan darah dan air mata masyarakat Papua

  “Maka dengan berakhirnya otonomi khusus tahun 2001 di tahun 2021 orang Papua menunggu momentum Bagaimana mengevaluasi Otsus, tetapi yang terjadi Otsus di evaluasi sepihak oleh pemerintah pusat tanpa melibatkan orang asli Papua secara utuh,” katanya kepada Cenderawasih Pos,  di Jayapura, Selasa, (10/5)

   Menurut Timotius Murib,  hasil dari perubahan itu di pasal 76 ada penambahan pada ayat 2 dan 3 lebih mengindahkan dan tanpa ada persetujuan MRP dan DPR Papua, DOB itu bisa dilakukan oleh Jakarta sesuai kehendak mereka. Ini terjadi pada tanggal 12 april 2022 DPR RI telah menetapkan RUU DOB padahal hal ini tidak sesuai dengan UU Otsus 21 Tahun 2021dimana pemekaran harus melalui persetujuan DPR Provinsi Papua dan MRP.

Baca Juga :  Di Intan Jaya Seorang Warga Sipil Tewas Tertembak

  Untuk itu, kata Murib sebenarnya para elit politik di Papua dan khususnya Bupati Jayapura  harus paham bahwa otonomi khusus ini dihadirkan, bukan merupakan hadiah tetapi ini merupakan perjuangan panjang sebagai perekat sebagai win-win Solution karena orang Papua minta merdeka.

  “Untuk itu MRP mengharapkan kepada para kepala daerah yang ada di birokrasi untuk memahami dan mengerti bahwa otonomi khusus ini beda dengan undang-undang lain.”tuturnya.

   Sementara terkait DOB,   secara tegas Timotius  mengaku MRP  tidak berdiri pada posisi memihak atau menolak, tapi berfokus ke mayoritas aspirasi masyarakat. “Yang harus dipahami oleh para bupati dan kepala daerah di Papua bahwa MRP  tidak berada pada posisi menolak atau menerima daerah otonomi baru, tapi MRP  menyampaikan aspirasi mayoritas penolakan yang disampaikan oleh orang asli Papua yang disampaikan oleh masyarakat Papua di beberapa kabupaten/kota, sehingga  penolakan  ini yang disampaikan ke pemerintah pusat termasuk presiden,”tuturnya.

Baca Juga :  Asing Tak Boleh Campuri Bebaskan Pilot Susi Air

   “Jadi bukan berdasarkan kemauan segelintir pejabat daerah, jadi Bupati Jayapura harus paham, sementara pernyataan Bupati bahwa mengapa MRP hanya menyampaikan aspirasi menolak sementara yang mendukung DOB tidak disampaikan ini sangat keliru, Karena MRP berpihak kepada aspirasi mayoritas yang ada di di Papua.”ujarnya lebih lanjut.

  Ditambahkan, bahwa  19 pasal yang dilakukan perubahan kemarin semua itu membias dan marwah atau roh dari Otsus itu telah hilang.  Maka kami minta para bupati dan walikota harus baca perubahan undang-undang karena tidak ada hak orang Papua yang di komodir. “Jadi jika dianggap  kepastian dalam undang-undang ini bahwa ketika dimekarkan orang Papua itu akan mendapat kesejahteraan ini tipu dan omong kosong,” katanya. (oel/tri).

Berita Terbaru

Artikel Lainnya