Wednesday, May 1, 2024
24.7 C
Jayapura

Dibubarkan Paksa, Pendemo Gagal Sampai ke DPRP

JAYAPURA-Tindakan tegas diambil Polresta Jayapura Kota merespon aksi demo yang dilakukan oleh simpatisan Petisi Rakyat Papua (PRP) di Distrik Abepura dan Distrik Heram, Selasa (10/5).

Polisi terpaksa membubarkan para pendemo karena tidak  mendapatkan lampu hijau. Selain itu  dari track record aksi yang diinisiasi PRP ini kerap mengganggu ketertiban umum sehingga tak ada alasan untuk tidak dibubarkan. Para pendemo  hanya bisa berkumpul tanpa bisa melakukan orasi apalagi menyampaikan aspirasi.

Tak ada kompromi dimana Polisi dibackup oleh Brimobda Papua langsung mempressure para pendemo dan memukul mundur semua kelompok hingga kocar-kacir.

Sebelumnya koordinator aksi diajak kompromi namun karena tidak ada kata sepakat akhirnya ditindak. Peserta aksi ini terlihat mulai berdatangan pada pukul 08.00 WIT  dimulai dari  Kampkey, Lingkaran Abepura, Uncen Abepura, Lampu Merah SPG, Mega Waena dan Expo Waena. Namun di setiap titik ini langsung dikawal dan dibubarkan.

Pembubaran dimulai dari samping PTUN Jayapura,  yang kemudian  bergabung dengan kelompok di Perumnas I Waena. Selanjutnya di Lingkaran Abepura dimana peserta aksi dipukul mundur ke Jalan Biak. Di sini massa sempat melakukan pelemparan baru termasuk seperti di Perumnas I Waena.

Pelemparan di Perumnas I Waena ini memakan korban dimana satu perwira Polda terluka. Kasat Polair Polresta Jayapura Kota AKP Francis JP. Wardjukur yang mengalami luka patah tulang pada tangan kanannya.

Kabid Humas Polda Papua Kombes Pol Drs. Ahmad Musthofa Kamal menyampaikan bahwa kejadian berawal ketika aparat keamanan melakukan pembubaran pengunjuk rasa kemudian masa yang tidak terima melakukan pelemparan batu. “Di sini AKP. Francis JP. Wardjukur terkena lemparan batu oleh massa” ujar Kombes Pol Kamal.

Saat ini, AKP Francis JP. Wardjukur berada di RS. Bhayangkara Kota Jayapura guna mendapatkan perawatan medis lebih lanjut.

Sementara sejumlah titik ruas jalan saat dilakukan demo tidak bisa digunakan. Contohnya di Kampkey dimana  pendemo menduduki satu ruas jalan.

Baca Juga :  Jangan Lupakan Pembangunan Yahukimo dan Pegubin!

Begitu juga dengan di lampu merah SPG  dan Mega Waena. Disini massa menduduki ruas jalan. Polisi lantas meminta pengguna jalan untuk memutar balik guna menghindari ada tindakan anarkis pendemo. Sekolah – sekolah juga terlihat pulang lebih cepat.

Anak – anak sekolah banyak pulang dengan jalan kaki karena takasi memilih tidak beroperasi. Pertokoan dan pusat perbelanjaan juga memilih tutup sehingga akses jalan terlihat  lengang.

Kapolresta Jayapura Kota, Kombes Pol Gustav Urbinas menyampaikan bahwa sikap tegas diambil karena selama ini demo yang dilakukan oleh PRP maupun kelompok lain yang mengusung isu penolakan DOB selalu mengganggu aktivitas dan merugikan warga.

“Mereka duduki jalan kemudian  sebelum – sebelumnya berorasi tiga jam apakah itu tidak merugikan. Banyak pihak dirugikan dari aksi ini sehingga kami harus bersikap. Kami memang memerintahkan untuk segera bubarkan karena kalau dibiarkan pasti lebih sulit,” beber Gustav.

Sementara pantauan Cenderawasih Pos sekira pukul 11.23 WIT situasi berangsung – angsur normal. Para pendemo  yang dipukul mundur memilih berkumpul di Asrama Mimika, Perumnas I  maupun di Lapangan Zakeus Padang Bulan. Menariknya demo kali ini tidak menyentuh lokasi Perumnas III  yang biasanya dipakai sebagai basis massa.

Sementara itu, aksi demo yang dikoordinir PRP, kemarin tetap mengusung tuntutan menolak pembentukan daerah otonomi baru (DOB), menolak Otsus Jilid 2 dan meminta referendum.

Dalam aksi demo tersebut  awalnya para pendemo berniat melakukan aksi sambil menunggu pendemo lainya dari Waena namun dibubarkan bersamaan di Perumans III, belakang Mega dan Expo Waena. Aksi mereka diwarnai dengan teriakan tolak pemerkaran, otonomi khusus dan referendum.

Salah satu pendemo, Kiri Keroman dalam orasinya mengatakan bahwa kehadiran otonomi khusus dan pemekaran sangat tidak aspiratif. Karena tidak melibatkan masyarakat akar rumput dan lebih mengutamakan kepentingan para pejabat dua periode yang sudah habis masa jabatannya.

“Pemekaran, dana otonomi khusus sudah jelas tidak melibatkan masyarakat Papua tetapi kepentingan pejabat Papua yang menjadi antek Jakarta dan tidak pernah duduk bersama masyarakat membicarakan apakah mereka membutuhkan pemekaran atau kau tidak. Maka kami secara cara tegas menolak pemekaran otonomi khusus dan meminta referendum sebagai solusi dan martabat,” katanya.

Baca Juga :  Mahfud: Jangan Bayar Pinjol Ilegal!

Dia juga menegaskan pemerintah harus memberikan kebebasan bagi masyarakat Papua untuk referendum yang akan memberikan langkah keadilan bagi orang Papua yang selama ini dibungkam dan ditindas oleh negara ini sejak 1963.

“Kami yang tergabung dalam Petisi Rakyat Papua memberikan solusi kepada pemerintah Indonesia untuk menggelar referendum bagi orang Papua karena itu merupakan solusi yang terbaik untuk mengakhiri setiap penindasan di Papua, dan kemerdekaan itu solusi bagi orang yang hidip di Papua,” ucapnya yang disambut pendemo dengan teriakan Papua Merdeka secara serentak dengan mengepal tangan kiri sebanyak tiga kali.

Dalam orasinya, dirinya mengajak aparat untuk tidak bertindak arogan dan saling menghargai untuk memberikan ruang bagi mereka menyampaikan pendapat di muka umum, sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku tanpa harus melakukan tindakan kekerasan.

“Kami minta sampaikan kepada anggota (aparat Kepolisian) untuk jaga keamaan bersama karena ini aksi demo damai dan kami juga akan sampaikan ke orang kami untuk jaga keamanan,” katanya.

Pihaknya juga secara tegas mengatakan bahwa dalam aksi damai tersebut sebagai masyarakat Papua yang sadar akan pembinasaan yang dilakukan secara sistematis dari pusat hingga daerah, ia menegaskan bahwa yang dilawan dengan hati mereka adalah sistem tanpa bermusuhan dengan masyarakat non Papua atau aparat keamanan.

“Musuh kami bukan orang pendatang atau TNI-Polri tapi musuh kami hanya satu sistim yang Jakarta terapkan kepada kami dan membuat kami orang Papua korban. Kami melawan sistim yang merugilan masyarakat orang asli Papua dengan otonomi khusus, pemekaran yang  disahkan tanpa orang pemilik tanah air Papua sebagai pemlik sah tanah ini,” ujarnya.(ade/oel/nat)

JAYAPURA-Tindakan tegas diambil Polresta Jayapura Kota merespon aksi demo yang dilakukan oleh simpatisan Petisi Rakyat Papua (PRP) di Distrik Abepura dan Distrik Heram, Selasa (10/5).

Polisi terpaksa membubarkan para pendemo karena tidak  mendapatkan lampu hijau. Selain itu  dari track record aksi yang diinisiasi PRP ini kerap mengganggu ketertiban umum sehingga tak ada alasan untuk tidak dibubarkan. Para pendemo  hanya bisa berkumpul tanpa bisa melakukan orasi apalagi menyampaikan aspirasi.

Tak ada kompromi dimana Polisi dibackup oleh Brimobda Papua langsung mempressure para pendemo dan memukul mundur semua kelompok hingga kocar-kacir.

Sebelumnya koordinator aksi diajak kompromi namun karena tidak ada kata sepakat akhirnya ditindak. Peserta aksi ini terlihat mulai berdatangan pada pukul 08.00 WIT  dimulai dari  Kampkey, Lingkaran Abepura, Uncen Abepura, Lampu Merah SPG, Mega Waena dan Expo Waena. Namun di setiap titik ini langsung dikawal dan dibubarkan.

Pembubaran dimulai dari samping PTUN Jayapura,  yang kemudian  bergabung dengan kelompok di Perumnas I Waena. Selanjutnya di Lingkaran Abepura dimana peserta aksi dipukul mundur ke Jalan Biak. Di sini massa sempat melakukan pelemparan baru termasuk seperti di Perumnas I Waena.

Pelemparan di Perumnas I Waena ini memakan korban dimana satu perwira Polda terluka. Kasat Polair Polresta Jayapura Kota AKP Francis JP. Wardjukur yang mengalami luka patah tulang pada tangan kanannya.

Kabid Humas Polda Papua Kombes Pol Drs. Ahmad Musthofa Kamal menyampaikan bahwa kejadian berawal ketika aparat keamanan melakukan pembubaran pengunjuk rasa kemudian masa yang tidak terima melakukan pelemparan batu. “Di sini AKP. Francis JP. Wardjukur terkena lemparan batu oleh massa” ujar Kombes Pol Kamal.

Saat ini, AKP Francis JP. Wardjukur berada di RS. Bhayangkara Kota Jayapura guna mendapatkan perawatan medis lebih lanjut.

Sementara sejumlah titik ruas jalan saat dilakukan demo tidak bisa digunakan. Contohnya di Kampkey dimana  pendemo menduduki satu ruas jalan.

Baca Juga :  Tak Ingin Jadi Bola Liar, Pemprov Panggil Manajemen RSUD Dok II

Begitu juga dengan di lampu merah SPG  dan Mega Waena. Disini massa menduduki ruas jalan. Polisi lantas meminta pengguna jalan untuk memutar balik guna menghindari ada tindakan anarkis pendemo. Sekolah – sekolah juga terlihat pulang lebih cepat.

Anak – anak sekolah banyak pulang dengan jalan kaki karena takasi memilih tidak beroperasi. Pertokoan dan pusat perbelanjaan juga memilih tutup sehingga akses jalan terlihat  lengang.

Kapolresta Jayapura Kota, Kombes Pol Gustav Urbinas menyampaikan bahwa sikap tegas diambil karena selama ini demo yang dilakukan oleh PRP maupun kelompok lain yang mengusung isu penolakan DOB selalu mengganggu aktivitas dan merugikan warga.

“Mereka duduki jalan kemudian  sebelum – sebelumnya berorasi tiga jam apakah itu tidak merugikan. Banyak pihak dirugikan dari aksi ini sehingga kami harus bersikap. Kami memang memerintahkan untuk segera bubarkan karena kalau dibiarkan pasti lebih sulit,” beber Gustav.

Sementara pantauan Cenderawasih Pos sekira pukul 11.23 WIT situasi berangsung – angsur normal. Para pendemo  yang dipukul mundur memilih berkumpul di Asrama Mimika, Perumnas I  maupun di Lapangan Zakeus Padang Bulan. Menariknya demo kali ini tidak menyentuh lokasi Perumnas III  yang biasanya dipakai sebagai basis massa.

Sementara itu, aksi demo yang dikoordinir PRP, kemarin tetap mengusung tuntutan menolak pembentukan daerah otonomi baru (DOB), menolak Otsus Jilid 2 dan meminta referendum.

Dalam aksi demo tersebut  awalnya para pendemo berniat melakukan aksi sambil menunggu pendemo lainya dari Waena namun dibubarkan bersamaan di Perumans III, belakang Mega dan Expo Waena. Aksi mereka diwarnai dengan teriakan tolak pemerkaran, otonomi khusus dan referendum.

Salah satu pendemo, Kiri Keroman dalam orasinya mengatakan bahwa kehadiran otonomi khusus dan pemekaran sangat tidak aspiratif. Karena tidak melibatkan masyarakat akar rumput dan lebih mengutamakan kepentingan para pejabat dua periode yang sudah habis masa jabatannya.

“Pemekaran, dana otonomi khusus sudah jelas tidak melibatkan masyarakat Papua tetapi kepentingan pejabat Papua yang menjadi antek Jakarta dan tidak pernah duduk bersama masyarakat membicarakan apakah mereka membutuhkan pemekaran atau kau tidak. Maka kami secara cara tegas menolak pemekaran otonomi khusus dan meminta referendum sebagai solusi dan martabat,” katanya.

Baca Juga :  Akumulasi Kartu, Gunansar dan Oh In-kyun Absen

Dia juga menegaskan pemerintah harus memberikan kebebasan bagi masyarakat Papua untuk referendum yang akan memberikan langkah keadilan bagi orang Papua yang selama ini dibungkam dan ditindas oleh negara ini sejak 1963.

“Kami yang tergabung dalam Petisi Rakyat Papua memberikan solusi kepada pemerintah Indonesia untuk menggelar referendum bagi orang Papua karena itu merupakan solusi yang terbaik untuk mengakhiri setiap penindasan di Papua, dan kemerdekaan itu solusi bagi orang yang hidip di Papua,” ucapnya yang disambut pendemo dengan teriakan Papua Merdeka secara serentak dengan mengepal tangan kiri sebanyak tiga kali.

Dalam orasinya, dirinya mengajak aparat untuk tidak bertindak arogan dan saling menghargai untuk memberikan ruang bagi mereka menyampaikan pendapat di muka umum, sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku tanpa harus melakukan tindakan kekerasan.

“Kami minta sampaikan kepada anggota (aparat Kepolisian) untuk jaga keamaan bersama karena ini aksi demo damai dan kami juga akan sampaikan ke orang kami untuk jaga keamanan,” katanya.

Pihaknya juga secara tegas mengatakan bahwa dalam aksi damai tersebut sebagai masyarakat Papua yang sadar akan pembinasaan yang dilakukan secara sistematis dari pusat hingga daerah, ia menegaskan bahwa yang dilawan dengan hati mereka adalah sistem tanpa bermusuhan dengan masyarakat non Papua atau aparat keamanan.

“Musuh kami bukan orang pendatang atau TNI-Polri tapi musuh kami hanya satu sistim yang Jakarta terapkan kepada kami dan membuat kami orang Papua korban. Kami melawan sistim yang merugilan masyarakat orang asli Papua dengan otonomi khusus, pemekaran yang  disahkan tanpa orang pemilik tanah air Papua sebagai pemlik sah tanah ini,” ujarnya.(ade/oel/nat)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya