Friday, August 8, 2025
25 C
Jayapura

Kurang Perhatian dari Keluarga, Bertahan Hidup dengan Keterbatasan

Potret Buram Kehidupan Anak-anak Jalanan yang Berkeliaran di Kota Jayapura

Fenomena anak jalanan masih menjadi salah satu persoalan sosial yang kompleks di Kota Jayapura, Papua. Dari kawasan Terminal Mesran, Entrop, Ampera, hingga Ruko Dok II, kehadiran anak-anak yang hidup di jalan menjadi pemandangan yang tak asing.

Laporan: Karolus Daot_Jayapura

Rabu siang (30/7), suasana di kawasan Ruko Dok II tampak sepi. Di bawah rindangnya pepohonan yang berdiri kokoh di depan sebuah kedai kopi, dua bocah tampak asyik bermain. Mereka duduk di atas sebuah sepeda motor yang terparkir. Bukan milik mereka. Bukan pula milik orang tua mereka.

Tapi di sanalah mereka bermain. Pura-pura jadi pengendara motor, seolah sedang menikmati hidup yang belum sempat mereka cicipi. Dua bocah itu bernama Danang dan Nikson. Masing-masing berusia 10 dan 12 tahun.

Baca Juga :  13 Hotel Melati Gulung Tikar, Berdampak Pada PAD

Dari kejauhan, keduanya tampak seperti anak-anak pada umumnya riang, penuh imajinasi. Tapi dari dekat, luka-luka kecil di tubuh mereka mulai terlihat. Bekas luka bakar di kaki dan leher. Rambut yang kemerahan karena terlalu sering terpapar matahari. Pakaian lusuh dan koyak. Dan tentu saja, kaki mereka telanjang tanpa alas.

Danang membawa sebuah noken kecil berwarna biru, tampak lusuh dan bolong di beberapa sisi. Tapi bukan tas berat yang ia pikul, melainkan beban hidup yang melebihi usianya. Danang dan Nikson bukan dilahirkan untuk hidup di jalanan. Mereka berasal dari lingkungan pemukiman padat penduduk di APO. Namun, kondisi ekonomi keluarga yang rapuh menuntun mereka ke jalanan lebih cepat dari yang seharusnya.

Baca Juga :  Usaha Ayam Petelur, Bumkam Waena Beri Pemasukan Rp 15 Juta/Bulan

Danang mulai hidup keluyuran setelah ayahnya meninggal. Ibunya harus pergi ke Sentani untuk bekerja. Ia tinggal dengan kakaknya yang masih remaja dan tak memiliki penghasilan tetap.

Kondisi ekonomi yang serba terbatas membuat Danang putus sekolah pada tahun 2024, saat ia duduk di kelas 4 SD. “Saya putus sekolah karena tidak ada uang,” katanya.

Potret Buram Kehidupan Anak-anak Jalanan yang Berkeliaran di Kota Jayapura

Fenomena anak jalanan masih menjadi salah satu persoalan sosial yang kompleks di Kota Jayapura, Papua. Dari kawasan Terminal Mesran, Entrop, Ampera, hingga Ruko Dok II, kehadiran anak-anak yang hidup di jalan menjadi pemandangan yang tak asing.

Laporan: Karolus Daot_Jayapura

Rabu siang (30/7), suasana di kawasan Ruko Dok II tampak sepi. Di bawah rindangnya pepohonan yang berdiri kokoh di depan sebuah kedai kopi, dua bocah tampak asyik bermain. Mereka duduk di atas sebuah sepeda motor yang terparkir. Bukan milik mereka. Bukan pula milik orang tua mereka.

Tapi di sanalah mereka bermain. Pura-pura jadi pengendara motor, seolah sedang menikmati hidup yang belum sempat mereka cicipi. Dua bocah itu bernama Danang dan Nikson. Masing-masing berusia 10 dan 12 tahun.

Baca Juga :  Ledakan di Ruang Ganti Berujung Pemecatan STY

Dari kejauhan, keduanya tampak seperti anak-anak pada umumnya riang, penuh imajinasi. Tapi dari dekat, luka-luka kecil di tubuh mereka mulai terlihat. Bekas luka bakar di kaki dan leher. Rambut yang kemerahan karena terlalu sering terpapar matahari. Pakaian lusuh dan koyak. Dan tentu saja, kaki mereka telanjang tanpa alas.

Danang membawa sebuah noken kecil berwarna biru, tampak lusuh dan bolong di beberapa sisi. Tapi bukan tas berat yang ia pikul, melainkan beban hidup yang melebihi usianya. Danang dan Nikson bukan dilahirkan untuk hidup di jalanan. Mereka berasal dari lingkungan pemukiman padat penduduk di APO. Namun, kondisi ekonomi keluarga yang rapuh menuntun mereka ke jalanan lebih cepat dari yang seharusnya.

Baca Juga :  Pembagian Takjil Bukan Sekadar Bagi Makanan Tapi Bagian dari Pembelajaran Moral

Danang mulai hidup keluyuran setelah ayahnya meninggal. Ibunya harus pergi ke Sentani untuk bekerja. Ia tinggal dengan kakaknya yang masih remaja dan tak memiliki penghasilan tetap.

Kondisi ekonomi yang serba terbatas membuat Danang putus sekolah pada tahun 2024, saat ia duduk di kelas 4 SD. “Saya putus sekolah karena tidak ada uang,” katanya.

Berita Terbaru

Artikel Lainnya

/