Saturday, April 26, 2025
26.7 C
Jayapura

Mendagri Minta Masukan Akademisi, Sistem Pilkada Berpeluang Direvisi

JAKARTA-Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengajak akademisi untuk berperan aktif dalam mengevaluasi sistem Pilkada, maupun pemilu secara umum di Indonesia. Hal ini disampaikan Mendagri menghadiri Pelantikan Pengurus dan Halalbihalal Ikatan Keluarga Alumni (IKA) Universitas Islam Indonesia (UII) 2025 Dewan Pimpinan Pusat (DPP) IKA UII, di Hotel Bidakara, Jakarta, Jumat (25/4).

Mendagri mengatakan, Pilkada 2024 meskipun sebagian besar daerah telah melaksanakan, namun masih banyak Pemungutan Suara Ulang (PSU) yang mengganggu kelancaran tata kelola pemerintahan daerah. Oleh karenanya, dia berharap partisipasi akademisi dalam menyusun kajian untuk perbaikan sistem Pilkada di masa depan.

“Bisa menjadi masukan buat kami pemerintah, dan juga kepada DPR sebagai pembuat undang-undang, karena kemungkinan bisa merevisi undang-undang tentang Pilkada,” katanya.

Baca Juga :  Media Berperan Penting Awasi Implementasi UU TPKS

Mendagri menegaskan, Pilkada langsung memiliki kelebihan sebagai bentuk nyata dari demokrasi. Melalui Pilkada, masyarakat bisa langsung memilih pemimpin, dan Pilkada memberikan legitimasi kuat kepada kepala daerah yang terpilih.

Selama masa kampanye, calon kepala daerah biasanya akan turun langsung ke masyarakat, membangun popularitas dan elektabilitas. Ini membuka peluang bagi siapa pun, dari latar belakang apa pun, untuk ikut serta.

“Semua orang boleh ikut dalam pemilihan, dan kita bisa menemukan pemimpin-pemimpin yang mungkin tidak dapat kesempatan kalau dilaksanakan penunjukan,” ungkapnya.

Meski demikian, Mendagri juga mengakui, Pilkada langsung memiliki tantangan, terutama dari sisi biaya politik yang tinggi. Karena itu, ia menekankan perlunya evaluasi dan pembenahan sistem agar demokrasi tetap berjalan sehat tanpa mengabaikan akuntabilitas.

Baca Juga :  Satu KKB Kelas Kakap Dibekuk Tim Cartenz

“Apa pun juga punya potensi konflik, yang kalau tidak bisa di-manage bisa menjadi violent, kekerasan. Violent conflict, konflik kekerasan,” pungkasnya. (*)

JAKARTA-Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengajak akademisi untuk berperan aktif dalam mengevaluasi sistem Pilkada, maupun pemilu secara umum di Indonesia. Hal ini disampaikan Mendagri menghadiri Pelantikan Pengurus dan Halalbihalal Ikatan Keluarga Alumni (IKA) Universitas Islam Indonesia (UII) 2025 Dewan Pimpinan Pusat (DPP) IKA UII, di Hotel Bidakara, Jakarta, Jumat (25/4).

Mendagri mengatakan, Pilkada 2024 meskipun sebagian besar daerah telah melaksanakan, namun masih banyak Pemungutan Suara Ulang (PSU) yang mengganggu kelancaran tata kelola pemerintahan daerah. Oleh karenanya, dia berharap partisipasi akademisi dalam menyusun kajian untuk perbaikan sistem Pilkada di masa depan.

“Bisa menjadi masukan buat kami pemerintah, dan juga kepada DPR sebagai pembuat undang-undang, karena kemungkinan bisa merevisi undang-undang tentang Pilkada,” katanya.

Baca Juga :  KPU Fasilitasi Pemilih yang Ingin Pilih Kotak Kosong

Mendagri menegaskan, Pilkada langsung memiliki kelebihan sebagai bentuk nyata dari demokrasi. Melalui Pilkada, masyarakat bisa langsung memilih pemimpin, dan Pilkada memberikan legitimasi kuat kepada kepala daerah yang terpilih.

Selama masa kampanye, calon kepala daerah biasanya akan turun langsung ke masyarakat, membangun popularitas dan elektabilitas. Ini membuka peluang bagi siapa pun, dari latar belakang apa pun, untuk ikut serta.

“Semua orang boleh ikut dalam pemilihan, dan kita bisa menemukan pemimpin-pemimpin yang mungkin tidak dapat kesempatan kalau dilaksanakan penunjukan,” ungkapnya.

Meski demikian, Mendagri juga mengakui, Pilkada langsung memiliki tantangan, terutama dari sisi biaya politik yang tinggi. Karena itu, ia menekankan perlunya evaluasi dan pembenahan sistem agar demokrasi tetap berjalan sehat tanpa mengabaikan akuntabilitas.

Baca Juga :  Bawaslu Imbau Peserta Pemilu Tidak Curi Start Kampanye

“Apa pun juga punya potensi konflik, yang kalau tidak bisa di-manage bisa menjadi violent, kekerasan. Violent conflict, konflik kekerasan,” pungkasnya. (*)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya

/