Gate 13, Monumen Para Korban Tragedi Kanjuruhan, Keadaanmu Kini
Rencana renovasi gate 13 Stadion Kanjuruhan ditentang keluarga korban karena dianggap monumen penting untuk mengenang tragedi yang menewaskan 135 orang tersebut. Tempat mereka ziarah, menabur bunga, dan mendaraskan doa.
BIYAN MUDZAKY HANINDITO, Kabupaten Malang
SEKITAR Stadion Kanjuruhan lengang siang itu. Kebetulan pula sudah masuk jam makan siang. Kebanyakan pekerja renovasi stadion di Kabupaten Malang, Jawa Timur, tersebut mencari pengisi perut di sentra pedagang kaki lima di sisi selatan.
Tak jauh dari area makan itu, ada jembatan di atas selokan yang mengarah ke gate 13. Itulah gate atau pintu gerbang yang menjadi semacam monumen tragedi sepak bola paling memilukan di tanah air yang terjadi pada 1 Oktober 2022.
Sebanyak 135 nyawa melayang dalam tragedi yang terjadi seusai laga Arema FC menjamu Persebaya Surabaya tersebut. Dan, mayoritas korban jatuh karena bertumpukan saat berusaha keluar dari gate 12 serta 13 setelah polisi menembakkan serentetan gas air mata di dalam stadion.
Karena itu, rencana merenovasi gate 13 mendapat resistansi keras dari keluarga korban. Mereka menginginkan gate 13 tetap seperti semula. ”Tidak hanya sebagai bukti adanya tragedi, tapi juga ruang memori kolektif para korban dan keluarganya, juga pemerhati peristiwa tersebut,” kata Imam Hidayat, kuasa hukum keluarga korban, kepada Jawa Pos Radar Malang.
Saat Jawa Pos Radar Malang ke sana pada Kamis (25/7) siang pekan lalu itu, gate 13 tampak ditutup jaring dan dikelilingi pagar seng setinggi lebih kurang 2 meter. Selain itu, ada lahan bercor yang cukup lebar di depan gate 13.
Ada spanduk besar bertulisan ”Keluarga Korban Menolak Pembongkaran Stadion Kanjuruhan”. Tampak pula foto-foto mereka yang meninggal dunia pada 1 Oktober 2022 lalu.
Tak ketinggalan, daftar nama sekitar 135 nyawa dengan beragam usia. Di pojok spanduk itu terdapat dua karangan bunga dengan tulisan ”Forever in Memory, Stadion Kanjuruhan, Malang 1 Oktober 2022”.
Persis di samping spanduk, ada semacam pintu kecil dari seng. Dari tulisannya seperti akses untuk keluar masuk para pekerja. Tapi siang itu dikunci dengan rantai. Lebarnya kurang lebih 1,5 meter dengan tinggi 2 meter.
Di bawah pintu itu ada celah atau lubang. Cukup untuk mengintip bagaimana kondisi di dalam gate 13. Tidak ada tembok beton yang mengelilingi pintu gerbang dengan lebar 2,7 meter tersebut.
Kebanyakan sudah dijebol akibat pembongkaran beberapa hari lalu. Taburan bunga, syal, dan karangan bunga terlihat berselimut debu dan rerontokan daun.
Rencananya, area tersebut ditutup dengan tembok bata. ”Sementara kami tutup dulu dengan tembok bata. Sesuai permintaan perwakilan keluarga korban dan Yayasan Keadilan Tragedi Kanjuruhan,” ucap Project Manager Waskita Stadion Kanjuruhan Vino Teguh Pramudia.
Vino menjelaskan, pembongkaran gate 13 sebenarnya bertujuan untuk kepentingan penguatan konstruksi. Utamanya pada pilar penopang tribun yang jumlahnya sekitar 300. Satu tiang pancangnya akan dibor sedalam 20 meter dan disuntikkan beton sebanyak empat titik.
Tapi, menurut Imam, perlu dipahami, gate 13 adalah monumen penting untuk mengenang peristiwa kelabu itu. Keluarga korban biasa datang ke sana untuk ziarah, menabur bunga, dan mendaras doa. Bahkan menaruh benda-benda milik para korban.
Karena itulah, para keluarga korban yang didampingi Imam tidak terima jika pintu gerbang warna biru tersebut berubah bentuk atau dibongkar. Mereka pun meminta pengembalian seperti semula gate 13 ke Waskita Karya dan Forkopimda Kabupaten Malang. ”Kami tidak lagi percaya kepada pihak yang berjanji tak melakukan pembongkaran,” cetus Imam. (*/c9/ttg)
Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos
BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS https://www.myedisi.com/cenderawasihpos