Hal ini disampaikan Ketua Yayasan Prabu Center Kosong Delapan, Yance Wenggi. Ia menyebut program ini dilakukan uji coba pada akhir Februari 2025. Keberadaan Yayasan Prabu Center sendiri di Kabupaten Jayapura, sudah melakukan sosialisasi baik kepada masyarakat maupun kepada pihak-pihak terkait seperti instansi Pemerintah Kabupaten Jayapura, DPR juga aparat keamanan.
Dalam pertemuan tersebut, Distrik Abepura dinilai sebagai yang paling siap untuk memulai program ini. Hanya saja kapasitas dapur mandiri yang dikelola oleh Badan Gizi Nasional (BGN) bersama pihak restoran masih terbatas, yakni maksimal 3.500 porsi per hari. Sementara jumlah siswa SD di Abepura saja mencapai sekitar 8.000, belum termasuk SMP dan SMA.
Koordinator aksi, Stenlhy Dambujai mengatakan aksi itu bertujuan agar pemerintah tidak meneruskan program tersebut. Karena menurutnya masyarakat sekarang tidak membutuhkan MBG melainkan pendidikan yang Grratis.
Terkait dengan adanya penolakan dari beberapa pelajar di Kota Jayapura yang dituangkan melalui aksi, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Papua, Jeri Agus Yudianto mengatakan, pelajar tingkat SMP-SMA menjadi kewenangan pemerintah kabupaten/kota.
Ketua DPRP Papua Pegunungan Yos Elopere, S.IP, M.AP menyatakan program MBG sebenarnya tidaklah negatif namun perlu pengkajian sesuai kondisi provinsi masing-masing, khusus untuk Wilayah Papua Pegunungan perlu ada kajian lagi yang tepat sebelum diterapkan ke masyarakat agar tidak ada pandangan negatif.
Terlepas dari kondisi itu persoalan pro dan kontra menjadi hal yang biasa. Yang terpenting adalah pelajar tetap mendapat nilai manfaat dari program tersebut. Belakangan penolakan terjadi karena menganggap yang dibutuhkan lebih pada pendidikan gratis dan bukan MBG. Ini cukup kontradiktif mengingat dibeberapa di daerah pegunungan terjadi musibah kelaparan akibat suaca ekstrim.
Menyikapi hal itu, Penjabat Gubernur Papua, Ramses Limbong mengatakan MBG tujuannya baik untuk meningkatkan gizi anak-anak setempat. “Terkait dengan adanya penolakan, harus kita tanya dulu, kenapa dan apa alasannya hingga mereka melakukan penolakan dengan program pemerintah itu,” kata Gubernur Ramses
Hal ini terjadi seperti aksi demo penolakan program MBG dimana sebagian pedagang yang ada di wilayah kota Wamena lebih memilih untuk menutup tempat usahanya dan lebih waspada dengan hal -hal yang tidak diinginkan, ini disebabkan karena masih ada trauma masa lalu terkait dengan kerusuhan 23 September 2019 lalu yang masih membekas.
"Aspirasi yang akan disampaikan kita akan terima di kantor Gubernur Papua Pegunungan, untuk adik -adik semua kita menuju ke kantor gubernur bersama -sama,"katanya di ruas Jalan Yosudarso Wamena.