Nona pun menegaskan bahwa perempuan hebat itu bukan mereka yang tunduk pada suami, melainkan perempuan yang hak-haknya dihargai oleh laki laki dan yang setara dengan laki laki.
Belakangan, masyarakat dihebohkan dengan beragam kejadian yang menimpa anak-anak. Mulai dari balita usia 3,5 tahun yang ditemukan tewas dengan cara tak wajar di kolam yang ditumbuhi rerumputan. Kekerasan terhadap seksual
APIK juga menyesalkan respon orang tua yang dianggap tidak terlalu fokus pada anak. Direktur LBH Apik Jayapura, Nur Aida Duwila kepada Cenderawasih Pos melihat bahwa kedua orang tua korban terkesan orang tua lalai dalam
Menurut Nona, sapaan akrab Nur Aida Duwila, maraknya kekerasan dan pelacehan terhadap anak disebabkan sebagian orang terutama pelaku kerap menganggap anak atau korban sebagai objek. “Penghargaan terhadap HAM harus dijunjung tinggi terutama kepada mereka kelompok rentan,” tegasnya.
“Sembilan kasus yang kami tangani semuanya diselesaikan dengan proses hukum, sebagaimana amanat Undang-undang tindak pindana kekerasan seksual bahwa tidak ada restorasi justice, semua bergulir hingga ke pengadilan,” bebernya.
Namun karena ulah sekelompok orang sehingga mereka harus meninggalkan rumah ke berbagai tempat yang aman agar tidak menjadi tumbal ditengah konflik bersenjata yang sedang bekecamuk. Berdasarkan data yang mereka peroleh jumlah pengungsi di Kabupaten Pegunungan Bintang tercatat ada 3.318 warga sipil dari Distrik Oksob, Kabupaten Pegunungan Bintang, Provinsi Papua Pegunungan yang dilaporkan mengungsi ke hutan.
Ketua YLBHI LBH Papua Pos Merauke, Teddy Wakum menyampaikan 8 Desember, belasan marga dari Suku Wambon menyatakan sikap menolak perusahaan sawit Papua berkah pangan yang berencana operasi dengan luas 34.092,18 Ha yang meliputi Distrik Mandobo, Distrik Jair dan Distrik Arimop.
Direktur LBH Papua, Emanuel Gobay mengatakan pengembangan PSN pangan di Merauke masih menuai protes dari masyarakat adat Marind khususnya marga Gebze Moyuend, Gebze Dinaulik, Kwipalo dan beberapa marga lainnya yang tidak melepaskan tanah adatnya. “Tindakan pengembangan PSN pangan di Merauke melanggar hak masyarakat adat Papua,” tegasnya.
Dijelaskan oleh Ketua LBH Papua Pos Merauke, Teddy Wakum bahwa Jumat (13/9) lalu, Marga Moiwend dan Gebze selaku pemilik hak ulayat tanah dan hutan adat di Distrik Ilawayab, Kabupaten Merauke mendatangi Keuskupan Agung Merauke untuk menyerahkan surat yang di dalamnya berisi permohonan kepada Uskup Agung agar ikut bersuara atas penderitaan warga yang tanah dan hutannya sedang diserobot dan digusur paksa oleh pemerintah atas nama PSN.