Komitmen anggota MRP sebagai representasi kultur masyarakat Papua, baik dari adat, perempuan dan perwakilan kelompok agama, untuk menjaring aspirasi dan memperjuangkan hak-hak masyarakat Papua diragukan.
Ia menyampaikan bahwa pernyataan tersebut tidak tepat sebab apa yang dilakukan Ribka Haluk selama ini mencerminkan keberanian seorang perempuan memimpin dan menjalankan pemerintahan di awal. Tugas Ribka dikatakan tak hanya membahas soal MRP tetapi juga menyiapkan pemerintahan termasuk agenda besar soal Pemilu.
Dimana Pendiri Majelis Muslim Papua, Thaha Muhammad Alhamid, mengatakan apa yang dilakukan oleh Mendagri dalam hal tidak mengakomodir unsur Islam sebagai perwakilan anggota MRP merupakan bentuk ketidakpengakuan negara terhadap keberadaan orang islam di Papua.
Plt Sekretaris MRP Dr. Drs. Hans Y. Hamadi, M. Si menyampaikan, usai dilantik mereka (Anggota MRP-red) akan berada di hotel untuk beberapa hari kedepan. “Di sana (Hotel-red) akan dilakukan pemilihan ketua sementara, sampai dengan mereka memilih ketua MRP definitif yang nanti kita lantik seperti ini,” ucap Yan kepada Cenderawasih Pos, usai acara pelantikan, Selasa (7/11).
Wamen menyebut, alasan delapan anggota yang belum dilantik pertama yang masuk melalui Pokja Agama. Dibagian ini, terikat dengan Perdasi nomor 5 tahun 2023. Sebagaimana dipasal 5 ayat 1, 2 dan 3 sudah menegaskan bahwa keterwakilan adat, agama dan perempuan yang ada di lingkungan Provinsi Papua terdiri dari suku Tabi dan Saireri.
"Wamendagri lakukan pelantikan anggota MRP Papua masa jabatan 2023 -2028 dan sejauh ini tidak ada kontra atau penolakan dari masyarakat,"ucapnya kepada wartawan disela-sela kunjungan kerjanya di Kabupaten Jayapura, Selasa (7/11).
Asisten I Setda Provinsi Papua Pegunungan sekaligus Ketua Timsel MRPP Drs. Wasuok Demianus Siep, mengakui jika untuk penetapan dan pelantikan anggota MRPP masih menunggu pemerintah pusat sebab dari Pemprov Papua Pegunungan sudah memasukan data tersebut dalam aplikasi.
Jika dihitung waktu masa jabatan terakhir hingga kini maka hampir satu tahun setelah pada 27 November 2022 lalu seluruh keanggotaan MRP dinyatakan berakhir. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran karena akan berdampak pada tingkat koordinasi antar lembaga baik MRP – DPR Papua maupun MRP dan eksekutif.
Pernyataan tersebut disampaikan pastor Administrator pada konferensi pers yang dilaksanakan di kantor Keuskupan Timika, jalan Cendrawasih SP2, Kabupaten Mimika, Senin (25/9).
Dia mengaku sudah hampir 4 bulan ini pihaknya tidak bersuara, berharap pemerintah provinsi segera memberikan kepastian terkait dengan hak-hak mereka. Tetapi sampai dengan 4 bulan ini hak-hak anggota yang sudah purna tugas belum dibayarkan.