Beberapa komentar menyebut keputusan tersebut merupakan bagian dari praktik ‘oil money’ atau uang besar yang mempengaruhi keputusan pertandingan.
“90 + 6 = Oil Money,” tulis seorang netizen, menyiratkan dugaan adanya pengaruh uang dalam keputusan wasit.
Komentar lain dengan nada humoris juga ikut membanjiri kolom komentar, salah satunya menyindir cara hitung wasit yang dianggap tidak logis, “Admin drop out sebelum sekolah haha.”
Komentar-komentar yang penuh kekecewaan juga muncul dari pendukung Timnas Indonesia. Mereka merasa perjuangan keras para pemain di lapangan seakan sia-sia karena keputusan wasit yang dinilai tidak adil.
“Tragedi 90+9 = akan selamanya diingat oleh supporter Indonesia,” tulis seorang netizen, menandakan insiden ini akan menjadi bagian dari sejarah kelam bagi sepak bola Indonesia.
Kontroversi ini juga mendapat perhatian dari media internasional yang menyoroti integritas wasit di pertandingan tersebut. Banyak yang mempertanyakan apakah wasit sengaja memperpanjang waktu untuk memberikan kesempatan kepada Bahrain mencetak gol penyeimbang.
Hal ini memicu kecurigaan akan adanya tekanan atau faktor-faktor di luar lapangan yang memengaruhi keputusan wasit.
Ahmed Al Kaf sendiri sudah dikenal sebagai wasit yang kerap memimpin pertandingan-pertandingan penting di level internasional. Namun, insiden kali ini membuat reputasinya mendapat sorotan negatif, terutama di kalangan penggemar sepak bola Indonesia.
Banyak yang menuntut agar federasi sepak bola Asia (AFC) melakukan investigasi terhadap kinerja wasit dalam pertandingan tersebut.
Meski pertandingan berakhir dengan hasil imbang, Timnas Indonesia merasa dirugikan oleh keputusan kontroversial ini. Harapan untuk meraih kemenangan penting di laga tandang harus sirna akibat gol yang terjadi di luar waktu tambahan yang telah ditetapkan.
Hal ini menambah frustrasi bagi pemain dan pendukung yang sudah melihat peluang besar untuk meraih tiga poin penuh.
Protes keras yang dia lakukan di penghujung laga pun berujung pada kartu merah kepada manajer Timnas Indonesia Sumardji, namun hal ini dianggap sebagai bentuk frustasi yang wajar atas keputusan yang merugikan timnya.