Ketatnya persaingan ketat juga terasa dengan hadirnya campers berstatus rookie dalam skuad All-Star 2025. Mereka adalah Joanne Giovanni (SMA St. Louis 1 Surabaya), I Gusti Ayu Krisabella (SMAN 1 Denpasar), dan Caysey Michelle Hermawan (SMA Santa Laurensia Tangerang Selatan). Ketiganya bisa membuktikan meskipun berstatus rookie namun sanggup bersaing dengan campers yang lebih senior.
Secara kota asal skuad All-Star juga relatif seimbang. Surabaya memang masih mendominasi. Jakarta juga kembali mengirimkan lebih dari satu pemainnya ke skuad All-Star, setelah tahun sebelumnya hanya ada Keira Amabel Hadinoto.
Dari Jawa Barat, bukan Bandung yang mendominasi. Justru SMA BPK Penabur Cirebon yang mengirimkan dua pemainnya di skuad All-Star. Padahal para pemain dari sekolah itu selama ini harus bersaing dengan begitu banyak sekolah favorit di DBL Seri Jawa Barat atau Honda DBL with Kopi Good Day West Java.
Di Kopi Good Day DBL Indonesia All-Star 2025 juga kembali ada pelatih perempuan. Ini menunjukkan pelatih perempuan juga bisa kompetitif ketika mereka harus bersanding para coach laki-laki. Apalagi menariknya, di Kopi Good Day DBL Camp 2025 total ada 11 pelatih perempuan. Jumlah itu terbanyak sepanjang penyelenggaraan DBL Camp sejak 2008.
Founder sekaligus CEO DBL Indonesia Azrul Ananda mengaku bangga dengan fakta-fakta menarik yang hadir dalam skuad Kopi Good Day DBL Indonesia All-Star 2025 ini. Meskipun ada beberapa jalur masuk DBL Camp, namun proses seleksinya tetap konsisten seperti pertama kali digelar.
“Benchmarking-nya seleksi untuk DBL Indonesia All-Star ini sejak 2008 jelas. Kami senang hasilnya tiap tahun makin sulit menemukan bintang karena secara overall pesertanya memang bagus-bagus,” kata Azrul.
Menurut dia, yang dicari pelatih WBA untuk skuad DBL Indonesia All-Star bukan sekadar pemain terbaik. Pemain terbaik secara individu menurut Azrul belum tentu terpilih masuk DBL Indonesia All-Star. “Tapi yang dicari pelatih itu pemain yang bisa menjadi teammate terbaik, yang mengedepankan kepentingan tim agar timnya menjadi lebih baik,” jelasnya.
“Pemain terbaik belum tentu menjadi anggota tim terbaik. Filosofi ini harus dipahami banyak orang, termasuk orang tua pemain,” imbuh pria yang kini menjabat sebagai Wakil Ketua Umum Kompetisi dan Pembinaan di DPP Perbasi itu.