Monday, May 19, 2025
26.7 C
Jayapura

446.359 Pasangan Bercerai, Menag Nasaruddin Umar Usulkan Revisi UU Perkawinan

JAKARTA-Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag Abu Rokhmad mengungkapkan data kasus perceraian di Indonesia yang semakin mengkhawatirkan.

Sepanjang 2024 lalu, Badan Peradilan Agama (Badilag) Mahkamah Agung mencatat ada 446.359 kasus perceraian di seluruh Indonesia. Jumlah ini dia sebut mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya.

Data tersebut disampaikan Abu dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Pembinaan, dan Pelestarian Perkawinan (BP4) 2025 di Jakarta pada Selasa (22/4) malam.

Dia menjelaskan pada periode yang sama, jumlah perkawinan yang dicatat oleh Ditjen Bimas Islam Kemenag ada 1.478.424 pencatatan nikah.

“Kesimpulannya angka pernikahan turun, angka perceraian naik,” katanya. Angka perceraian yang mencapai 32 persen lebih dari angka perkawinan itu harus ditangani.

Baca Juga :  Peringati 1 Muharram 1446 Hijriah, Umat Muslim Mimika Diajak Tingkatkan Ibadah 

Dalam kesempatan yang sama, Menag Nasaruddin Umar menyampaikan keprihatinan yang sama. Dia mengatakan bahwa perceraian yang hampir setengah juta kasus itu harus segera ditangani.

Negara, termasuk BP4 harus berperan aktif dalam mencegah perceraian. Khususnya terlibat dalam proses mediasi.

Nasaruddin lantas mengusulkan wacana revisi UU 1/1974 tentang Perkawinan. Dia menilai, selama ini UU Perkawinan itu lebih banyak mengulas soal perkawinannya saja.

Kemudian juga sedikit menyinggung tentang perceraian. Sedangkan soal bagaimana membina keluarga supaya terwujud keluarga yang kuat, belum tercantum.

Untuk itu Nasaruddin mengusulkan ada bab tambahan dalam UU Perkawinan itu. Yaitu bab soal pelestarian perkawinan. “DPR sekarang kan membahas undang-undang apa saja. Ini ada yang penting juga,” jelasnya.

Baca Juga :  Bukan Ronaldo, tapi Messi Yang Menyamai Rekor Sir Bobby Charlton

Imam besar Masjid Istiqlal itu menekankan dampak sosial perceraian yang signifikan. Terutama terhadap perempuan dan anak.

“Secara sosiologis, perceraian menciptakan orang miskin baru, yang menjadi korban pertama istri dan kedua adalah anak. Karena itu, mediasi menjadi langkah penting dan strategis,” imbuhnya. (*/jawapos)

JAKARTA-Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag Abu Rokhmad mengungkapkan data kasus perceraian di Indonesia yang semakin mengkhawatirkan.

Sepanjang 2024 lalu, Badan Peradilan Agama (Badilag) Mahkamah Agung mencatat ada 446.359 kasus perceraian di seluruh Indonesia. Jumlah ini dia sebut mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya.

Data tersebut disampaikan Abu dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Pembinaan, dan Pelestarian Perkawinan (BP4) 2025 di Jakarta pada Selasa (22/4) malam.

Dia menjelaskan pada periode yang sama, jumlah perkawinan yang dicatat oleh Ditjen Bimas Islam Kemenag ada 1.478.424 pencatatan nikah.

“Kesimpulannya angka pernikahan turun, angka perceraian naik,” katanya. Angka perceraian yang mencapai 32 persen lebih dari angka perkawinan itu harus ditangani.

Baca Juga :  Sudah Dapat Izin Jokowi, Menko PMK Pastikan Hadir di Sidang MK

Dalam kesempatan yang sama, Menag Nasaruddin Umar menyampaikan keprihatinan yang sama. Dia mengatakan bahwa perceraian yang hampir setengah juta kasus itu harus segera ditangani.

Negara, termasuk BP4 harus berperan aktif dalam mencegah perceraian. Khususnya terlibat dalam proses mediasi.

Nasaruddin lantas mengusulkan wacana revisi UU 1/1974 tentang Perkawinan. Dia menilai, selama ini UU Perkawinan itu lebih banyak mengulas soal perkawinannya saja.

Kemudian juga sedikit menyinggung tentang perceraian. Sedangkan soal bagaimana membina keluarga supaya terwujud keluarga yang kuat, belum tercantum.

Untuk itu Nasaruddin mengusulkan ada bab tambahan dalam UU Perkawinan itu. Yaitu bab soal pelestarian perkawinan. “DPR sekarang kan membahas undang-undang apa saja. Ini ada yang penting juga,” jelasnya.

Baca Juga :  Revitalisasi KUA Jadi Program Prioritas Kemenag

Imam besar Masjid Istiqlal itu menekankan dampak sosial perceraian yang signifikan. Terutama terhadap perempuan dan anak.

“Secara sosiologis, perceraian menciptakan orang miskin baru, yang menjadi korban pertama istri dan kedua adalah anak. Karena itu, mediasi menjadi langkah penting dan strategis,” imbuhnya. (*/jawapos)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya