Friday, April 26, 2024
29.7 C
Jayapura

Presiden Diminta Hindari Kegaduhan Baru

Jangan Salah Pilih Kepala Otorita IKN

JAKARTA-Presiden Joko Widodo resmi meneken Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. Setelah sah masuk lembaran negara, tugas terdekat presiden adalah menunjuk kepala Otorita IKN.

Merujuk UU IKN, pengesahan oleh presiden dilakukan pada 15 Februari lalu. Di hari yang sama, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly mengundangkan UU tersebut. ’’Sekarang presiden tinggal menunjuk kepala Otorita IKN,’’ papar anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus kepada Jawa Pos kemarin (20/2).

Menurut Guspardi, presiden mempunyai waktu dua bulan untuk menunjuk kepala otorita, terhitung sejak aturannya diundangkan. Hal itu merujuk pasal 10 UU IKN. Karena UU IKN resmi diundangkan pada 15 Februari, paling lambat 15 April kepala Otorita IKN sudah harus dipilih presiden.

Pemilihan kepala Otorita IKN memang menjadi kewenangan penuh presiden. Untuk saat ini, presiden tidak diwajibkan berkonsultasi kepada DPR. ’’Baru pada periode berikutnya presiden harus berkonsultasi dengan DPR,’’ papar Guspardi.

Baca Juga :  Kemenkeu Tegaskan APBN Juga Disalurkan untuk Membantu Warga Palestina

Mantan anggota Pansus RUU IKN itu mengatakan, walaupun menjadi kewenangan penuh presiden, pemilihan kepala otorita tidak boleh keluar dari norma-norma yang ada. Yang paling penting, sosok yang dipilih profesional dan berintegritas.

Selain itu, Guspardi meminta agar kepala Otorita IKN bukan dari partai politik atau terafiliasi parpol. Sebab, hal itu akan menjadi sorotan publik. ’’UU IKN sudah memunculkan pro-kontra, jangan sampai penunjukan kepala otorita menimbulkan kegaduhan lagi,’’ ungkapnya.

Selanjutnya, tokoh yang dipilih sebaiknya bukan orang yang pernah bermasalah dengan hukum atau moral. Hal itu penting agar kepala otorita tidak menimbulkan kontroversi di tengah masyarakat. ’’Tugas kepala otorita itu berat. Anggaran yang dikelola juga besar,’’ tegasnya.

Sebelumnya, sejumlah nama disebut-sebut akan menjadi kepala Otorita IKN. Di antaranya, mantan Menteri Riset dan Teknologi Bambang Brodjonegoro, mantan Direktur Utama Wijaya Karya (WIKA) Tumiyana, mantan Bupati Banyuwangi yang kini menjabat Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Azwar Anas, serta Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Ada pula nama Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.

Baca Juga :  Isu Jokowi Jadi Cawapres Prabowo Tak Mungkin Terjadi

Pengamat politik Ujang Komarudin mengatakan, walaupun sudah muncul beberapa nama, bisa saja Jokowi memilih sosok lain di luar nama-nama yang telah disebutkan. ’’Jokowi kan diberi kewenangan penuh. Jadi terserah dia mau pilih siapa,’’ ungkapnya.

Ujang menegaskan, jangan sampai Jokowi salah memilih orang. Sebab, hal itu akan menimbulkan kegaduhan lagi. Pemilihan kepala IKN jelas akan mendapatkan perhatian luas dari masyarakat.

Direktur eksekutif Indonesia Political Review (IPR) itu menambahkan, pemerintah dan DPR juga harus bersiap menghadapi uji materi UU IKN di Mahkamah Konstitusi (MK). Sebab, sudah ada perwakilan masyarakat yang mengajukan judicial review (JR). ’’Bahkan, masyarakat juga menggalang petisi penolakan,’’ ucapnya. (lum/c17/bay/JPG)

Jangan Salah Pilih Kepala Otorita IKN

JAKARTA-Presiden Joko Widodo resmi meneken Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. Setelah sah masuk lembaran negara, tugas terdekat presiden adalah menunjuk kepala Otorita IKN.

Merujuk UU IKN, pengesahan oleh presiden dilakukan pada 15 Februari lalu. Di hari yang sama, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly mengundangkan UU tersebut. ’’Sekarang presiden tinggal menunjuk kepala Otorita IKN,’’ papar anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus kepada Jawa Pos kemarin (20/2).

Menurut Guspardi, presiden mempunyai waktu dua bulan untuk menunjuk kepala otorita, terhitung sejak aturannya diundangkan. Hal itu merujuk pasal 10 UU IKN. Karena UU IKN resmi diundangkan pada 15 Februari, paling lambat 15 April kepala Otorita IKN sudah harus dipilih presiden.

Pemilihan kepala Otorita IKN memang menjadi kewenangan penuh presiden. Untuk saat ini, presiden tidak diwajibkan berkonsultasi kepada DPR. ’’Baru pada periode berikutnya presiden harus berkonsultasi dengan DPR,’’ papar Guspardi.

Baca Juga :  Sosok Capres-Cawapres Yang Didukung Yenny Wahid

Mantan anggota Pansus RUU IKN itu mengatakan, walaupun menjadi kewenangan penuh presiden, pemilihan kepala otorita tidak boleh keluar dari norma-norma yang ada. Yang paling penting, sosok yang dipilih profesional dan berintegritas.

Selain itu, Guspardi meminta agar kepala Otorita IKN bukan dari partai politik atau terafiliasi parpol. Sebab, hal itu akan menjadi sorotan publik. ’’UU IKN sudah memunculkan pro-kontra, jangan sampai penunjukan kepala otorita menimbulkan kegaduhan lagi,’’ ungkapnya.

Selanjutnya, tokoh yang dipilih sebaiknya bukan orang yang pernah bermasalah dengan hukum atau moral. Hal itu penting agar kepala otorita tidak menimbulkan kontroversi di tengah masyarakat. ’’Tugas kepala otorita itu berat. Anggaran yang dikelola juga besar,’’ tegasnya.

Sebelumnya, sejumlah nama disebut-sebut akan menjadi kepala Otorita IKN. Di antaranya, mantan Menteri Riset dan Teknologi Bambang Brodjonegoro, mantan Direktur Utama Wijaya Karya (WIKA) Tumiyana, mantan Bupati Banyuwangi yang kini menjabat Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Azwar Anas, serta Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Ada pula nama Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.

Baca Juga :  Temui Pemimpin Hamas, Presiden Palang Merah Internasional Sampaikan Ini

Pengamat politik Ujang Komarudin mengatakan, walaupun sudah muncul beberapa nama, bisa saja Jokowi memilih sosok lain di luar nama-nama yang telah disebutkan. ’’Jokowi kan diberi kewenangan penuh. Jadi terserah dia mau pilih siapa,’’ ungkapnya.

Ujang menegaskan, jangan sampai Jokowi salah memilih orang. Sebab, hal itu akan menimbulkan kegaduhan lagi. Pemilihan kepala IKN jelas akan mendapatkan perhatian luas dari masyarakat.

Direktur eksekutif Indonesia Political Review (IPR) itu menambahkan, pemerintah dan DPR juga harus bersiap menghadapi uji materi UU IKN di Mahkamah Konstitusi (MK). Sebab, sudah ada perwakilan masyarakat yang mengajukan judicial review (JR). ’’Bahkan, masyarakat juga menggalang petisi penolakan,’’ ucapnya. (lum/c17/bay/JPG)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya