Mamdani dikenal lugas, idealis, dan berani menyentuh isu sensitif, dari krisis perumahan, biaya hidup, hingga keadilan bagi imigran dan Palestina.Kenaikan popularitas Mamdani tak lepas dari strategi komunikasinya yang brilian di media sosial. Melalui TikTok dan Instagram, ia menjadikan politik terasa dekat dan menyenangkan.
Ia menciptakan istilah viral “halalflation”, mengunggah video saat menyelam di ombak dingin Coney Island setelah berjanji membekukan sewa, hingga berlari di New York City Marathon sambil bicara tentang harga sewa rumah.
Video wawancaranya dengan warga kelas pekerja berkulit berwarna, tentang alasan mereka memilih Donald Trump atau tak memilih sama sekali, menjadi viral dan membuka diskusi nasional.Dengan gaya yang jenaka tapi penuh empati, Mamdani berhasil mengubah politik menjadi sesuatu yang bisa diakses, dicintai, dan diperjuangkan oleh generasi muda.
Selama kampanye, Mamdani menolak dukungan dari korporasi besar dan miliarder. Sebaliknya, ia membangun gerakan akar rumput yang melibatkan ribuan sukarelawan, mayoritas pemilih muda dan minoritas etnis. Ia berbicara dalam bahasa Urdu, Hindi, dan Spanyol, turun langsung ke masjid, toko, dan stasiun bawah tanah—mendengarkan suara warga yang jarang didengar elit politik.
“Saya berbicara untuk pemilik toko asal Yaman, nenek dari Meksiko, sopir taksi asal Senegal, perawat dari Uzbekistan, dan juru masak dari Trinidad,” ujarnya dalam salah satu pidatonya. “Kota ini milik kalian, dan demokrasi ini milik kalian juga,” tambahnya.