11. Menyatakan Pasal 88C dalam Pasal 81 angka 28 UU 6/2023 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “termasuk gubernur wajib menetapkan upah minimum sektoral pada wilayah provinsi dan dapat untuk kabupaten/kota”.
12. Menyatakan frasa “indeks tertentu” dalam Pasal 88D ayat 2 dalam Pasal 81 angka 28 UU 6/2023 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Indeks tertentu merupakan variabel yang mewakili kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi provinsi atau kabupaten/kota dengan memperhatikan kepentingan perusahaan dan pekerja/buruh serta prinsip proporsionalitas untuk memenuhi kebutuhan hidup layak (KHL) bagi pekerja/buruh”.
13. Menyatakan frasa “dalam keadaan tertentu” dalam Pasal 88 F dalam Pasal 81 angka 28 UU 6/2023 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Yang dimaksud dengan ‘dalam keadaan tertentu’ mencakup antara lain bencana alam atau non-alam termasuk kondisi luar biasa perekonomian global dan/atau nasional yang ditetapkan oleh Presiden sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.
14. Menyatakan Pasal 90A dalam Pasal 81 angka 31 UU 6/2023 yang menyatakan “Upah di atas upah minimum ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dan pekerja/buruh perusahaan” bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Upah di atas upah minimum ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh di perusahaan”.
15. Menyatakan Pasal 92 ayat 1 dalam Pasal 81 angka 33 UU 6/2023 yang menyatakan “Pengusaha wajib menyusun struktur dan skala upah di perusahaan dengan memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas” bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Pengusaha wajib menyusun struktur dan skala upah di perusahaan dengan memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas, serta golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan dan kompetensi”.
16. Menyatakan Pasal 95 ayat 3 dalam Pasal 81 angka 36 UU 6/2023 yang menyatakan “Hak lainnya dari pekerja/buruh sebagaimana dimaksud pada ayat 1 didahulukan pembayarannya atas semua kreditur kecuali para kreditur pemegang hak jaminan kebendaan” bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Hak lainnya dari pekerja/buruh sebagaimana dimaksud pada ayat 1 didahulukan pembayarannya atas semua kreditur termasuk kreditur preferen kecuali para kreditur pemegang hak jaminan kebendaan”.
17. Menyatakan Pasal 98 ayat 1 dalam Pasal 81 angka 39 UU 6/2023 yang menyatakan “Untuk memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah pusat atau pemerintah daerah dalam perumusan kebijakan pengupahan serta pengembangan sistem pengupahan dibentuk dewan pengupahan” bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Untuk memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah pusat atau pemerintah daerah dalam perumusan kebijakan pengupahan serta pengembangan sistem pengupahan dibentuk dewan pengupahan yang berpartisipasi secara aktif.
18. Menyatakan frasa “Wajib dilakukan perundingan bipartit antara pengusaha dengan pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh” dalam Pasal 151 ayat 3 dalam Pasal 81 angka 40 UU 6/2023 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Wajib dilakukan melalui perundingan bipartit secara musyawarah untuk mufakat antara pengusaha dengan pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh”.
19. Menyatakan frasa “pemutusan hubungan kerja dikakukan melalui tahap berikutnya sesuai dengan mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial” dalam Pasal 151 ayat 4 dalam Pasal 81 angka 40 UU 6/2023 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Dalam hal perundingan bipartit sebagaimana dimaksud pada ayat 3 tidak mendapatkan kesepakatan, maka pemutusan hubungan kerja hanya dapat dilakukan setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang putusannya telah berkekuatan hukum tetap”.