Sunday, November 24, 2024
30.7 C
Jayapura

Awal Pandemi Sempat Takut, Tiap Pagi Bersepeda Untuk Tingkatkan Imun

Kisah dr. Hendra Sihombing, Sp.P., Saat Menangani Pasien Covid-19 di Merauke

dr. Hendra Sihombing, Sp.P  Sulo/Cepos

Sejak kasus konfirmasi Covid-19 pertama kali ditemukan 22 Maret 2020 lalu, dr. Hendra Sihombing, Sp.P., merupakan salah satu dokter yang menangani pasien Covid di kabupaten Merauke hingga saat ini. Bagaimana kisahnya ?

Laporan: Yulius Sulo, Merauke

SUDAH satu tahun ini, aktivitas dr. Hendra Sihombing, Sp.P., sangat padat. Sejak, kasus Covid-19 pertama kali ditemukan di Papua tepatnya di Kabupaten Merauke pada tanggal 22 Maret 2020 lalu, dr. Hendra Sihombing merupakan salah satu dokter yang   menangani langsung pasien Covid-19 sejak  awal pandemi di Papua. 

Selain menangani pasien Covid-19 di RSUD Merauke, dr. Hendra Sihombing juga bertugas melayani pasien lainnya sesuai keahliannya di RS Bunda Pengharapan dan RS TNI Angkatan Laut, Merauke.

Saking padatnya jadwal kerjanya, Cenderawasih Pos yang awalnya janjian untuk bertemu, Senin (22/3) sore, terpaksa ditunda lantaran padatnya jadwal kerja dengan dr. Hendra Sihombing.

Begitu pula saat Cenderawasih Pos hendak ditemui Selasa (23/3) pagi, ternyata dr. Hendra sudah menjalani rutinitas olahraga pagi yaitu bersepeda. “Saya olahraga sepeda dulu. Setelah itu kita bisa ketemu,” ucap dr. Hendra dari balik telepon, kemarin sekira pukul 08.00 WIT.

Pukul 09.30 WIT., Cenderawasih Pos langsung meluncur ke rumah dinas dr. Hendra di kompleks RSUD Merauke.

Beberapa saat kemudian, sang dokter muncul mengayuh sepedanya. “Ini saya lakukan (bersepeda, red) hampir setiap pagi sebelum memulai aktivitas,  untuk meningkatkan  imun tubuh. Supaya  tubuh tetap sehat,” ucap dr. Hendra setelah memarkir sepeda gunung miliknya.

Diawal perbincangan, dr. Hendra mengisahkan bagaimana awal mula dirinya menangani pasien Covid-19 setahun yang lalu. Dirinya mengakui saat itu sempat dihantui rasa takut. Pasalnya, penyakit tersebut pada awalnya adalah penyakit baru. 

“Kalau dikatakan ketakutan  itu sesuatu yang wajar karena kita belum mengenal penyakit ini seperti apa. Belum lagi hebatnya berita di media saat itu yang kita dengar, ikut memengaruhi  kita,” ucapnya. 

Meskipun demikian, dr. Hendra bisa mengatasi ketakutan yang dialaminya dengan banyak belajar. Selain itu, panggilan jiwa dan tanggung jawabnya sebagai seorang petugas medis, juga makin memotivasi dirinya dalam menjalankan tugas. 

“Jadi mengatasi ketakutan itu salah satunya  adalah dengan kita mau belajar. Kalau kita sudah belajar dan mempelajari baik-baik, ketakutan itu bisa kurangi,” ucap dokter yang memiliki fasilitas olahraga gym di Merauke. 

Ketakutan yang dialaminya, utamanya rasa takut menulari keluarganya saat pulang bertugas di rumah sakit, membuat dr. Hendra memilih tinggal di rumah sakit. Demi keselamatan keluarganya, ia memilih tidur di velbed atau tempat tidur lipat di rumah sakit.

Baca Juga :  Kerugian Akibat Kebakaran Pasar Youtefa Capai Rp 8,3 M

“Kami berpikir waktu itu, takut keluarga  bisa kena.  Kami lebih senang  tinggal di rumah sakit. Komunikasi dengan keluarga dilakukan dengan menggunakan handphone,” kenangnya. 

Kondisi ini, lanjut dia   berjalan sekira 5-6 bulan.  Setelah itu,  masing-masing pulang dengan menjaga diri. Dimana ketika balik ke rumah terlebih dahulu mandi di rumah sakit.  

Saat sampai di rumah, seluruh pakaian juga langsung direndam dengan sabun dan mandi hingga keramas rambut. Setelah itu, ia baru melakukan aktivitas selanjutnya dan bisa  berkomunikasi dengan anggota keluarganya. “Kegiatan seperti itu masih lakukan sampai sekarang,” ucapnya. 

Untuk menambah pengetahuannya, dr. Hendra pada awal pandemi mengikuti pelatihan dokter spesialis paru yang digelar Kementeria Kesehatan (Kemenkes) di Jakarta.

“Kami diberikan materi-materi, kemudian  tindakan-tindakan seperti mengambil sampel, swab  dan itu kami dapat pelatihan. Juga  cara menggunakan APD serta materi terkait dengan masalah virus itu sendiri yang  datangnya dari mana, kemudian menyebar ke daerah mana saja itu kami mendapatkan materi tersebut,” bebernya. 

Pelatihan itu diakuinya penting karena ketika balik ke Merauke, dirinya bisa menerapkan apa yang diperoleh selama pelatihan.

Dalam kesempatan itu, dr. Hendra Sihombing juga menceritakan pengalamannya saat pertama kali menggunakan APD atau pakaian hazmat. Menurutnya, saat awal   penggunakan  APD, dirinya betul-betul sangat   tersiksa. Berat,  karena menutup seluruh tubuh. 

Bahkan  pernapasan ditutup dengan masker tebal, N-95. Belum lagi kacamata serta sarung tangan berlapis tiga. Namun secara perlahan, tubuhnya  bisa menyesuaikan meskipun hingga saat ini diakuinya masih merasa tersiksa ketika memakainya. 

“Kita juga harus memiliki penilaian diri, tidak memaksakan. Salah satunya, ketika sudah rasa sakit  kepala  akibat terlalu lama menggunakan masker N-95, yang  kemungkinan oksigen mulai berkurang di dalamnya sehingga perlu ada siklus pembagian tugas. Tapi, pada  prinsipnya itu tanggung jawab kita. Bagian yang harus kita  laksanakan sebagai petugas kesehatan dan sebagai abdi negara,” tandasnya. 

Diakuinya, meskipun selama ini dirinya secara ketat mematuhi protokol kesehatan, yakni menjaga jarak, mencuci tangan dan memakai masker. Serta menggunakan APD saat melayani pasien Covid-19 dan pulang ke rumah langsung mandi dan pakaian  harus direndam. Termasuk rumah disemprot  dengan disinfektan, gagang-gagang pintu disemprot, tapi dirinya juga akhirnya terpapar virus Corona. 

“Saya kena Covid -19 bulan Januari 2021 dan  saya segaja tidak memboomingkan. Tujuannya agar tidak menimbulkan kehebohan di masyarakat bahwa dokter saja bisa kena apalagi  kita masyarakat. Karena itu bisa membuat masyarakat down. Makanya  selama ini saya  masih tertutup  untuk tidak dipublikasikan,’’ bebernya.  

Selama  menjalani karantina  dan pengobatan, dr. hendra mengaku rajin olahraga, berjemur, makan makanan bergizi, sayur dan buah-buahan. Termasuk mengonsumsi vitamin, minum perasan jahe  tambah susu rendah lemak.   “Puji Tuhan,   selama 2 minggu karantina  dan menjalani pengobatan,  saya bisa  kembali  pulih,” tambahnya. 

Baca Juga :  Orang Tua Harus bisa Menjadi Guru Mengajar Bagi Anaknya di Rumah

Dirinya juga berharap peristiwa  mengambil paksa jenazah Covid-19 hingga pengrusakan fasilitas rumah sakit seperti yang terjadi  baru-baru ini tidak perlu terjadi lagi.   Sebab, pihak  rumah sakit  tidak pernah memvonis apalagi mengcovidkan pasien. Tapi berdasarkan diagnosa hasil pemeriksaan laboratorium. 

“Kalau  vonis  itu dimana  ada satu percakapan dimana ada yang setuju dan tidak sehingga mengambil suatu suara untuk memvonis. Rumah sakit tidak seperti itu, tapi  rumah sakit berdasarkan data laboratorium. “Jadi  rumah sakit tidak bisa mengcovid-covidkan pasien  tapi berdasarkan data,” tegasnya. 

Ditanya lebih lanjut terkait dengan penanganan pasien Covid-19 di Kabupaten Merauke sejak pandemi sampai November 2020 yang masih zero fatalitas atau belum ada kematian, namun ketika  masuk Desember 2020 sampai 23 Maret 2020  jumlah  yang meninggal  sudah  47 orang, dr. Hendra Sihombing mengaku  bahwa terjadi pergeseran dari awalnya kondisi pasien ringan hingga sedang yang dominan, namun sekarang  sedang hingga berat yang dominan. 

“Jadi kasus-kasusnya berbeda. Lebih banyak kormobitnya. Pasien Covid-19 sekarang lebih banyak penyakit bawaan  seperti hipertensi, TBC,  gula dan sebagainya.   Itu yang membuat angkat kematian. Karena kasusnya berbeda diawal dengan  yang sekarang,” bebernya.

Di masa pandemi Covid-19 ini, dr Hendra Sihombing mengajak  seluruh masyarakat  untuk mematuhi protokol kesehatan dengan cara menggunakan masker, menjaga jarak dan sering mencuci tangan dengan sabun. 

Menurutnya jika  3 hal tersebut dipertahankan dan seluruh masyarakat kompak, dirinya meyakini dalam waktu satu tahun kedepan pandemi  bisa berakhir. “Tapi, kalau kita masih berpandangan tidak perlu memakai masker dan tidak perlu cuci tangan atau itu covid  tidak ada maka kita tidak akan selesai-selesai menangani  Covid ini. Maka tolonglah  dengan segara kerendahan hari meminta dan mengimbau masyarakat, ayo  protokol kesehatan dipatuhi,” pintanya. 

Selain itu, harus berolahraga karena dengan olahraga imunitas akan naik dan tidak mudah sakit. Termasuk menjaga pola makan  dengan memilih makanan bergizi, sayuran dan  buah diutamakan di masa pandemi. Disamping  protein berupa daging, ikan dan telur  dan susu.  

“Pola istirahat juga diperhatikan.  Jam istirahat harus betul-betul digunakan dengan baik   dan lebih terpenting lagi   doa dan baca firman Tuhan. Karena itu di atas segala-galanya. Sebab hidup kita ini hanya bergantung pada Dia  yang menciptakan lagit dan bumi dan memberi napas kehidupan, memberi pengampunan atas segara  kehilafan kita,” pungkasnya. (ulo/nat)    

Kisah dr. Hendra Sihombing, Sp.P., Saat Menangani Pasien Covid-19 di Merauke

dr. Hendra Sihombing, Sp.P  Sulo/Cepos

Sejak kasus konfirmasi Covid-19 pertama kali ditemukan 22 Maret 2020 lalu, dr. Hendra Sihombing, Sp.P., merupakan salah satu dokter yang menangani pasien Covid di kabupaten Merauke hingga saat ini. Bagaimana kisahnya ?

Laporan: Yulius Sulo, Merauke

SUDAH satu tahun ini, aktivitas dr. Hendra Sihombing, Sp.P., sangat padat. Sejak, kasus Covid-19 pertama kali ditemukan di Papua tepatnya di Kabupaten Merauke pada tanggal 22 Maret 2020 lalu, dr. Hendra Sihombing merupakan salah satu dokter yang   menangani langsung pasien Covid-19 sejak  awal pandemi di Papua. 

Selain menangani pasien Covid-19 di RSUD Merauke, dr. Hendra Sihombing juga bertugas melayani pasien lainnya sesuai keahliannya di RS Bunda Pengharapan dan RS TNI Angkatan Laut, Merauke.

Saking padatnya jadwal kerjanya, Cenderawasih Pos yang awalnya janjian untuk bertemu, Senin (22/3) sore, terpaksa ditunda lantaran padatnya jadwal kerja dengan dr. Hendra Sihombing.

Begitu pula saat Cenderawasih Pos hendak ditemui Selasa (23/3) pagi, ternyata dr. Hendra sudah menjalani rutinitas olahraga pagi yaitu bersepeda. “Saya olahraga sepeda dulu. Setelah itu kita bisa ketemu,” ucap dr. Hendra dari balik telepon, kemarin sekira pukul 08.00 WIT.

Pukul 09.30 WIT., Cenderawasih Pos langsung meluncur ke rumah dinas dr. Hendra di kompleks RSUD Merauke.

Beberapa saat kemudian, sang dokter muncul mengayuh sepedanya. “Ini saya lakukan (bersepeda, red) hampir setiap pagi sebelum memulai aktivitas,  untuk meningkatkan  imun tubuh. Supaya  tubuh tetap sehat,” ucap dr. Hendra setelah memarkir sepeda gunung miliknya.

Diawal perbincangan, dr. Hendra mengisahkan bagaimana awal mula dirinya menangani pasien Covid-19 setahun yang lalu. Dirinya mengakui saat itu sempat dihantui rasa takut. Pasalnya, penyakit tersebut pada awalnya adalah penyakit baru. 

“Kalau dikatakan ketakutan  itu sesuatu yang wajar karena kita belum mengenal penyakit ini seperti apa. Belum lagi hebatnya berita di media saat itu yang kita dengar, ikut memengaruhi  kita,” ucapnya. 

Meskipun demikian, dr. Hendra bisa mengatasi ketakutan yang dialaminya dengan banyak belajar. Selain itu, panggilan jiwa dan tanggung jawabnya sebagai seorang petugas medis, juga makin memotivasi dirinya dalam menjalankan tugas. 

“Jadi mengatasi ketakutan itu salah satunya  adalah dengan kita mau belajar. Kalau kita sudah belajar dan mempelajari baik-baik, ketakutan itu bisa kurangi,” ucap dokter yang memiliki fasilitas olahraga gym di Merauke. 

Ketakutan yang dialaminya, utamanya rasa takut menulari keluarganya saat pulang bertugas di rumah sakit, membuat dr. Hendra memilih tinggal di rumah sakit. Demi keselamatan keluarganya, ia memilih tidur di velbed atau tempat tidur lipat di rumah sakit.

Baca Juga :  Jangan Ada Lagi Korban Tenggelam di Pantai!

“Kami berpikir waktu itu, takut keluarga  bisa kena.  Kami lebih senang  tinggal di rumah sakit. Komunikasi dengan keluarga dilakukan dengan menggunakan handphone,” kenangnya. 

Kondisi ini, lanjut dia   berjalan sekira 5-6 bulan.  Setelah itu,  masing-masing pulang dengan menjaga diri. Dimana ketika balik ke rumah terlebih dahulu mandi di rumah sakit.  

Saat sampai di rumah, seluruh pakaian juga langsung direndam dengan sabun dan mandi hingga keramas rambut. Setelah itu, ia baru melakukan aktivitas selanjutnya dan bisa  berkomunikasi dengan anggota keluarganya. “Kegiatan seperti itu masih lakukan sampai sekarang,” ucapnya. 

Untuk menambah pengetahuannya, dr. Hendra pada awal pandemi mengikuti pelatihan dokter spesialis paru yang digelar Kementeria Kesehatan (Kemenkes) di Jakarta.

“Kami diberikan materi-materi, kemudian  tindakan-tindakan seperti mengambil sampel, swab  dan itu kami dapat pelatihan. Juga  cara menggunakan APD serta materi terkait dengan masalah virus itu sendiri yang  datangnya dari mana, kemudian menyebar ke daerah mana saja itu kami mendapatkan materi tersebut,” bebernya. 

Pelatihan itu diakuinya penting karena ketika balik ke Merauke, dirinya bisa menerapkan apa yang diperoleh selama pelatihan.

Dalam kesempatan itu, dr. Hendra Sihombing juga menceritakan pengalamannya saat pertama kali menggunakan APD atau pakaian hazmat. Menurutnya, saat awal   penggunakan  APD, dirinya betul-betul sangat   tersiksa. Berat,  karena menutup seluruh tubuh. 

Bahkan  pernapasan ditutup dengan masker tebal, N-95. Belum lagi kacamata serta sarung tangan berlapis tiga. Namun secara perlahan, tubuhnya  bisa menyesuaikan meskipun hingga saat ini diakuinya masih merasa tersiksa ketika memakainya. 

“Kita juga harus memiliki penilaian diri, tidak memaksakan. Salah satunya, ketika sudah rasa sakit  kepala  akibat terlalu lama menggunakan masker N-95, yang  kemungkinan oksigen mulai berkurang di dalamnya sehingga perlu ada siklus pembagian tugas. Tapi, pada  prinsipnya itu tanggung jawab kita. Bagian yang harus kita  laksanakan sebagai petugas kesehatan dan sebagai abdi negara,” tandasnya. 

Diakuinya, meskipun selama ini dirinya secara ketat mematuhi protokol kesehatan, yakni menjaga jarak, mencuci tangan dan memakai masker. Serta menggunakan APD saat melayani pasien Covid-19 dan pulang ke rumah langsung mandi dan pakaian  harus direndam. Termasuk rumah disemprot  dengan disinfektan, gagang-gagang pintu disemprot, tapi dirinya juga akhirnya terpapar virus Corona. 

“Saya kena Covid -19 bulan Januari 2021 dan  saya segaja tidak memboomingkan. Tujuannya agar tidak menimbulkan kehebohan di masyarakat bahwa dokter saja bisa kena apalagi  kita masyarakat. Karena itu bisa membuat masyarakat down. Makanya  selama ini saya  masih tertutup  untuk tidak dipublikasikan,’’ bebernya.  

Selama  menjalani karantina  dan pengobatan, dr. hendra mengaku rajin olahraga, berjemur, makan makanan bergizi, sayur dan buah-buahan. Termasuk mengonsumsi vitamin, minum perasan jahe  tambah susu rendah lemak.   “Puji Tuhan,   selama 2 minggu karantina  dan menjalani pengobatan,  saya bisa  kembali  pulih,” tambahnya. 

Baca Juga :  Fokus Kesehatan Anak, Ibu Hamil dan Lansia

Dirinya juga berharap peristiwa  mengambil paksa jenazah Covid-19 hingga pengrusakan fasilitas rumah sakit seperti yang terjadi  baru-baru ini tidak perlu terjadi lagi.   Sebab, pihak  rumah sakit  tidak pernah memvonis apalagi mengcovidkan pasien. Tapi berdasarkan diagnosa hasil pemeriksaan laboratorium. 

“Kalau  vonis  itu dimana  ada satu percakapan dimana ada yang setuju dan tidak sehingga mengambil suatu suara untuk memvonis. Rumah sakit tidak seperti itu, tapi  rumah sakit berdasarkan data laboratorium. “Jadi  rumah sakit tidak bisa mengcovid-covidkan pasien  tapi berdasarkan data,” tegasnya. 

Ditanya lebih lanjut terkait dengan penanganan pasien Covid-19 di Kabupaten Merauke sejak pandemi sampai November 2020 yang masih zero fatalitas atau belum ada kematian, namun ketika  masuk Desember 2020 sampai 23 Maret 2020  jumlah  yang meninggal  sudah  47 orang, dr. Hendra Sihombing mengaku  bahwa terjadi pergeseran dari awalnya kondisi pasien ringan hingga sedang yang dominan, namun sekarang  sedang hingga berat yang dominan. 

“Jadi kasus-kasusnya berbeda. Lebih banyak kormobitnya. Pasien Covid-19 sekarang lebih banyak penyakit bawaan  seperti hipertensi, TBC,  gula dan sebagainya.   Itu yang membuat angkat kematian. Karena kasusnya berbeda diawal dengan  yang sekarang,” bebernya.

Di masa pandemi Covid-19 ini, dr Hendra Sihombing mengajak  seluruh masyarakat  untuk mematuhi protokol kesehatan dengan cara menggunakan masker, menjaga jarak dan sering mencuci tangan dengan sabun. 

Menurutnya jika  3 hal tersebut dipertahankan dan seluruh masyarakat kompak, dirinya meyakini dalam waktu satu tahun kedepan pandemi  bisa berakhir. “Tapi, kalau kita masih berpandangan tidak perlu memakai masker dan tidak perlu cuci tangan atau itu covid  tidak ada maka kita tidak akan selesai-selesai menangani  Covid ini. Maka tolonglah  dengan segara kerendahan hari meminta dan mengimbau masyarakat, ayo  protokol kesehatan dipatuhi,” pintanya. 

Selain itu, harus berolahraga karena dengan olahraga imunitas akan naik dan tidak mudah sakit. Termasuk menjaga pola makan  dengan memilih makanan bergizi, sayuran dan  buah diutamakan di masa pandemi. Disamping  protein berupa daging, ikan dan telur  dan susu.  

“Pola istirahat juga diperhatikan.  Jam istirahat harus betul-betul digunakan dengan baik   dan lebih terpenting lagi   doa dan baca firman Tuhan. Karena itu di atas segala-galanya. Sebab hidup kita ini hanya bergantung pada Dia  yang menciptakan lagit dan bumi dan memberi napas kehidupan, memberi pengampunan atas segara  kehilafan kita,” pungkasnya. (ulo/nat)    

Berita Terbaru

Artikel Lainnya