Friday, April 26, 2024
25.7 C
Jayapura

Kajati dan Kapolda Diminta Mengevaluasi Anggotanya

JAYAPURA – Buntut dari perlakuan yang tak menyenangkan dari seorang oknum jaksa di Kejaksaan Tinggi Papua berinisial AF, Kepala Kejaksaan Tinggi Papua, Nikolaus Kondomo SH  diminta untuk mengevaluasi atau mengganti penyidik atau jaksa penuntut umum tersebut karena dianggap berlaku arogan, tak sopan bahkan sempat mengutarakan kalimat rasis. 

 Ini disampaikan Gustaf R Kawer SH., M.Si selaku penasehat hukum korban bernama Yoseph Waru yang mengadu mendapatkan perlakuan kasar dengan mengusir  klien dan istrinya ketika menanyakan perkembangan kasus di kejaksaan tinggi. 

 “Jadi klien saya beberapa waktu lalu menanyakan  perkembangan perkaranya di Kejati Papua dan tercatat sudah 9 kali mendatangi Kejati untuk mengecek kasusnya karena dirasa sudah cukup lama berproses yakni sejak Maret 2020,” kata Gustaf  didampingi kliennya saat memberikan keterangan di kantornya di Kotaraja, Rabu (19/5).

 Kasus yang dialami kliennya sendiri berkaitan dengan perkara penipuan yang melibatkan oknum anggota DPRD Kota Jayapura berinisial RH yang sudah ditangani Polda Papua dan RH sendiri sempat dilakukan penahanan. Namun anehnya kasus ini dilaporkan sejak Maret 2020 hingga November 2020 setelah ditanyakan barulah berkasnya naik ke kejaksaan. 

Baca Juga :  Delapan Dokter Pemkot, Ikuti Pendidikan Spesialis

 Akan tetapi berkas ini pada 30 November 2020 dikembalikan oleh Kejaksaan Tinggi Papua ke Polda  dengan catatan tidak cukup bukti untuk didorong dalam kasus pidana. “Padahal awalnya penyidik penyampaikan jika kasus ini memiliki cukup bukti yang kuat untuk diproses pidana namun belakangan dikembalikan dengan dalih lebih ke perdata,” katanya.  

 Disini Gustaf mengaku keberatan karena sikap JPU, AF yang dianggap berlaku tidak sepantasnya. “Klien saya diusir dan ada kalimat jika ia sudah memutuskan maka tak ada yang bisa merubah. Selain itu ada kalimat kedaerahan yang diucap dan berbau rasis,” tegas Gustaf dibenarkan kliennya. 

 Dari  kejadian ini, Gustaf  justru menilai ada indikasi mafia kasus yang terjadi di dua lembaga  penegak hukum. Iapun meminta Kajati dan Kapolda Papua untuk mengevaluasi sekaligus memberikan sanksi kepada penyidik dan JPU yang menangani kasus kliennya. 

Baca Juga :  Tak Henti-hentinya Sosialisasikan Penerapan Prokes di Tiap Wilayah

 “Kedua kami meminta Kajati mengganti JPU,  AF yang kami anggap  arogansi dan berlaku tidak sepantasnya. Lalu kami juga meminta Kapolda Papua agar memerintahkan penyidiknya untuk melimpahkan berkas perkara ini ke Kejati untuk selanjutnya diteruskan ke pengadilan karena sebelumnya sudah berporses dan ada penahanan,” pintasnya. 

 Sementara terkait kasus ini, Kepala Kejaksaan Tinggi Papua, Nikolaus Kondomo SH yang terhubung via telepon maupun SMS tak memberi respon. Begitu pula dengan jaksa, AF yang juga  terhubung namun tak menjawab panggilan. (ade/wen)

JAYAPURA – Buntut dari perlakuan yang tak menyenangkan dari seorang oknum jaksa di Kejaksaan Tinggi Papua berinisial AF, Kepala Kejaksaan Tinggi Papua, Nikolaus Kondomo SH  diminta untuk mengevaluasi atau mengganti penyidik atau jaksa penuntut umum tersebut karena dianggap berlaku arogan, tak sopan bahkan sempat mengutarakan kalimat rasis. 

 Ini disampaikan Gustaf R Kawer SH., M.Si selaku penasehat hukum korban bernama Yoseph Waru yang mengadu mendapatkan perlakuan kasar dengan mengusir  klien dan istrinya ketika menanyakan perkembangan kasus di kejaksaan tinggi. 

 “Jadi klien saya beberapa waktu lalu menanyakan  perkembangan perkaranya di Kejati Papua dan tercatat sudah 9 kali mendatangi Kejati untuk mengecek kasusnya karena dirasa sudah cukup lama berproses yakni sejak Maret 2020,” kata Gustaf  didampingi kliennya saat memberikan keterangan di kantornya di Kotaraja, Rabu (19/5).

 Kasus yang dialami kliennya sendiri berkaitan dengan perkara penipuan yang melibatkan oknum anggota DPRD Kota Jayapura berinisial RH yang sudah ditangani Polda Papua dan RH sendiri sempat dilakukan penahanan. Namun anehnya kasus ini dilaporkan sejak Maret 2020 hingga November 2020 setelah ditanyakan barulah berkasnya naik ke kejaksaan. 

Baca Juga :  Tarif Ojol Maxxim dan Grab Harus Ada Penyesuaian

 Akan tetapi berkas ini pada 30 November 2020 dikembalikan oleh Kejaksaan Tinggi Papua ke Polda  dengan catatan tidak cukup bukti untuk didorong dalam kasus pidana. “Padahal awalnya penyidik penyampaikan jika kasus ini memiliki cukup bukti yang kuat untuk diproses pidana namun belakangan dikembalikan dengan dalih lebih ke perdata,” katanya.  

 Disini Gustaf mengaku keberatan karena sikap JPU, AF yang dianggap berlaku tidak sepantasnya. “Klien saya diusir dan ada kalimat jika ia sudah memutuskan maka tak ada yang bisa merubah. Selain itu ada kalimat kedaerahan yang diucap dan berbau rasis,” tegas Gustaf dibenarkan kliennya. 

 Dari  kejadian ini, Gustaf  justru menilai ada indikasi mafia kasus yang terjadi di dua lembaga  penegak hukum. Iapun meminta Kajati dan Kapolda Papua untuk mengevaluasi sekaligus memberikan sanksi kepada penyidik dan JPU yang menangani kasus kliennya. 

Baca Juga :  Tak Henti-hentinya Sosialisasikan Penerapan Prokes di Tiap Wilayah

 “Kedua kami meminta Kajati mengganti JPU,  AF yang kami anggap  arogansi dan berlaku tidak sepantasnya. Lalu kami juga meminta Kapolda Papua agar memerintahkan penyidiknya untuk melimpahkan berkas perkara ini ke Kejati untuk selanjutnya diteruskan ke pengadilan karena sebelumnya sudah berporses dan ada penahanan,” pintasnya. 

 Sementara terkait kasus ini, Kepala Kejaksaan Tinggi Papua, Nikolaus Kondomo SH yang terhubung via telepon maupun SMS tak memberi respon. Begitu pula dengan jaksa, AF yang juga  terhubung namun tak menjawab panggilan. (ade/wen)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya