Friday, April 19, 2024
25.7 C
Jayapura

Gubernur Perlu Terjemahkan Bahasa Jokowi

JAYAPURA – Beberapa pekan belakangan muncul pemberitaan yang cukup menghenyak terkait bersedianya kepala negara untuk membuka ruang diskusi dengan kelompok – kelompok yang selama ini berseberangan. Meski demikian tentunya ada pihak-pihak yang tak sependapat dengan alasan akan menurunkan wibawa negara. Namun terlepas dari itu penyampaian presiden ini harusnya bisa diterjemahkan oleh Gubernur, Lukas Enembe sebagai kepanjangan tangan pemerintah di daerah. Lukas Enembe perlu merespon penyampaian gubernur tersebut dengan membuka ruang dialog dengan para pihak yang selama ini dianggap berseberangan. 

“Presiden mengeluarkan pernyataan seperti itu eksekutornya adalah gubernur Papua sebagai wakil negara di Papua. Gubernur harus memulai membuka komunikasi dengan Benny Wenda, Victor Yeimo, Goliath Tabuni, Egianus Kogoya dan kelompok perlawanan lainnya di Papua,” saran akademisi Uncen, Marinus Yaung melalui ponselnya kemarin. Lalu setelah komunikasi ini dibangun, gubernur bersama kelompok tadi berkomunikasi dengan presiden dan memfasilitasi untuk melakukan pertemuan selanjutnya. 

 Ini kata Yaung perlu dilakukan dalam konsep bernegara sebab Benny Wenda sendiri adalah warga negara asing.  Namun ada beberapa yang lain  berstatus warga negara Indonesia. Disampaikan bahwa  bisa saja presiden berkomunikasi dengan para pihak yang dimaksud namun karena ada  wakil negara di daerah maka gubernur yang harus lebih dulu memulai. “Jika gubernur tidak melakukan ini maka akan tersumbat komunikasi dengan kelompok perlawanan di Papua dan luar negeri. Saya pikir simbol politik yang masih dihormati di Papua adalah Lukas Enembe sendiri sehingga ia perlu diberi porsi besar untuk memainkan peran perdamaian dan situasi kondusif di Papua,” bebernya.

Baca Juga :  Setengah Kilo Peledak Bisa Merusak 30 Meter Perairan Laut

 Analisanya jika pihak keamanan mengenyampingkan peran pak Enembe maka tak akan pernah terjadi  perdamaian  di Tanah Papua dan ini harus menjadi catatan penting bagi Polda Papua dan Kodam XVII/Cenderawasih. Masing-masing perlu membagi tugas. Penegakan hukum dan penciptaan stabilitas keamanan itu TNI Polri namun untuk stabilitas politik dan administrasi di daerah menjadi tanggungjawab Lukas Enembe sehingga gubernur harus mengambil peran juga,. 

 Kata Yaung, gubernur harus paham karena ia dibackup penuh oleh Presiden Jokowi dan presiden menunggu apakah gubernur memahami maksudnya atau tidak. Apalagi satu-satunya cara menyelesaikan konflik Papua tanpa membunuh siapapun adalah lewat dialog dan gubernur tak boleh diam. Jabatan gubernur adalah pembantu presiden dan setelah mendengar bahwa presiden sudah mau membuka komunikasi maka itu patut ditindaklanjuti. “Kalaupun ngotot ingin referendum saya pikir itu hal biasa dan dialog tak bisa langsung menghasilkan kesepatakan dalam sekali pertemuan. Perlu berkali-kali semisal yang terjadi pada GAM di Aceh,” cerita Yaung.

Baca Juga :  Fraksi KSD Minta Damkar Dievaluasi

 Pria yang mengajar hukum internasional ini meyakini gubernur masih dihormati oleh kelompok Puron Wenda, Egianus Kogoya, Goliath Tabuni   dan lainnya sehingga perlu mengambil peran tersebut. “Yang penting ketemu saja dulu. Memang tidak bisa langsung ada hasil tapi paling tidak sudah memulai itu baik. Bahkan jika kelompok perlawanan ini bisa berbicara langsung dengan Presiden Jokowi untuk menyampaikan keinginannya dan lebih bagus  karena ada komunikasi secara langsung,” pungkasnya. (ade/wen) 

JAYAPURA – Beberapa pekan belakangan muncul pemberitaan yang cukup menghenyak terkait bersedianya kepala negara untuk membuka ruang diskusi dengan kelompok – kelompok yang selama ini berseberangan. Meski demikian tentunya ada pihak-pihak yang tak sependapat dengan alasan akan menurunkan wibawa negara. Namun terlepas dari itu penyampaian presiden ini harusnya bisa diterjemahkan oleh Gubernur, Lukas Enembe sebagai kepanjangan tangan pemerintah di daerah. Lukas Enembe perlu merespon penyampaian gubernur tersebut dengan membuka ruang dialog dengan para pihak yang selama ini dianggap berseberangan. 

“Presiden mengeluarkan pernyataan seperti itu eksekutornya adalah gubernur Papua sebagai wakil negara di Papua. Gubernur harus memulai membuka komunikasi dengan Benny Wenda, Victor Yeimo, Goliath Tabuni, Egianus Kogoya dan kelompok perlawanan lainnya di Papua,” saran akademisi Uncen, Marinus Yaung melalui ponselnya kemarin. Lalu setelah komunikasi ini dibangun, gubernur bersama kelompok tadi berkomunikasi dengan presiden dan memfasilitasi untuk melakukan pertemuan selanjutnya. 

 Ini kata Yaung perlu dilakukan dalam konsep bernegara sebab Benny Wenda sendiri adalah warga negara asing.  Namun ada beberapa yang lain  berstatus warga negara Indonesia. Disampaikan bahwa  bisa saja presiden berkomunikasi dengan para pihak yang dimaksud namun karena ada  wakil negara di daerah maka gubernur yang harus lebih dulu memulai. “Jika gubernur tidak melakukan ini maka akan tersumbat komunikasi dengan kelompok perlawanan di Papua dan luar negeri. Saya pikir simbol politik yang masih dihormati di Papua adalah Lukas Enembe sendiri sehingga ia perlu diberi porsi besar untuk memainkan peran perdamaian dan situasi kondusif di Papua,” bebernya.

Baca Juga :  PPKM Turun Level, Operasi Yustisi Tetap Dilakukan

 Analisanya jika pihak keamanan mengenyampingkan peran pak Enembe maka tak akan pernah terjadi  perdamaian  di Tanah Papua dan ini harus menjadi catatan penting bagi Polda Papua dan Kodam XVII/Cenderawasih. Masing-masing perlu membagi tugas. Penegakan hukum dan penciptaan stabilitas keamanan itu TNI Polri namun untuk stabilitas politik dan administrasi di daerah menjadi tanggungjawab Lukas Enembe sehingga gubernur harus mengambil peran juga,. 

 Kata Yaung, gubernur harus paham karena ia dibackup penuh oleh Presiden Jokowi dan presiden menunggu apakah gubernur memahami maksudnya atau tidak. Apalagi satu-satunya cara menyelesaikan konflik Papua tanpa membunuh siapapun adalah lewat dialog dan gubernur tak boleh diam. Jabatan gubernur adalah pembantu presiden dan setelah mendengar bahwa presiden sudah mau membuka komunikasi maka itu patut ditindaklanjuti. “Kalaupun ngotot ingin referendum saya pikir itu hal biasa dan dialog tak bisa langsung menghasilkan kesepatakan dalam sekali pertemuan. Perlu berkali-kali semisal yang terjadi pada GAM di Aceh,” cerita Yaung.

Baca Juga :  Gerindra Masih Fokus Menangkan Prabowo di Pilpres

 Pria yang mengajar hukum internasional ini meyakini gubernur masih dihormati oleh kelompok Puron Wenda, Egianus Kogoya, Goliath Tabuni   dan lainnya sehingga perlu mengambil peran tersebut. “Yang penting ketemu saja dulu. Memang tidak bisa langsung ada hasil tapi paling tidak sudah memulai itu baik. Bahkan jika kelompok perlawanan ini bisa berbicara langsung dengan Presiden Jokowi untuk menyampaikan keinginannya dan lebih bagus  karena ada komunikasi secara langsung,” pungkasnya. (ade/wen) 

Berita Terbaru

Artikel Lainnya