Jakarta Perlu Memahami Persoalan dari Perspektif Papua
JAYAPURA – Hingga kini Wakil Bupati Kabupaten Nduga, Wentius Nimiangge masih menduduki jabatannya sebagai orang kedua di Nduga. Pernyataannya untuk mengundurkan diri belum dilakukan. Namun menurut salah satu pengamat sosial politik Universitas Cenderawasih, Marinus Yaung sejatinya bukan soal meletakkan jabatan itu yang penting tetapi mengapa pernyataan Wentius bisa muncul sampai harus meletakkan jabatan.
“Kalau serius ya silahkan (letakkan jabatan). Mungkin memang itu hanya menggertak tapi yang terpenting adalah mengapa statemen itu muncul,” kata Yaung kemarin. Ia melihat pernyataan mengundurkan diri perlu dikeluarkan Wentius saat itu karena ada hubungan emosional yang sangat kuat dan ia menjadi tokoh di tengah masyarakatnya. Selain itu ada penilaian yang berbeda antara pandangan masyarakat asli Papua dengan mereka yang di Jakarta.
Yaung mencatat bahwa prspektif orang Papua itu berbeda dengan mereka di luar Papua. Persoalan kemanusiaan di Papua juga berbeda. “Jakarta tak paham ini dan dalam perspektif injil mereka melihat itu sebagai tubuh kristus. Jika satu terluka maka yang lain juga akan terluka. Nah perspektif ini tak dipahami oleh pemerintah pusat. Kalau satu terbunuh maka semua akan ikut terluka. “Coba sesekali melihat persoalan Papua itu dari injil dan adat juga, tinggalkan perspektif Jakarta, pemerintah pusat ataupun Indonesian sentris. Ini agar memahami bagaimana cara menyelesaikannya,” cecarnya.
Pernyataan Wentius yang menggebu-gebu kata Yaung karena melihat dari situ ditambah suasaua emosional dan kebatinan karena korban meninggal adalah orang dekatnya dan tewas di depan mata kepala. Meski demikian kata Yaung statemen untuk menanggalkan jabatan ini sejatinya bukan kali pertama. Sebelumnya mantan Bupati Paniai, Hengky Kayame dalam kasus Paniai berdarah jua menyampaikan hal serupa. “Saya ingat ketika itu Pa Hengky Kayame juga mengatakan akan mencopot garuda akibat kasus Paniai berdarah. Iitu muncul karena perasaan yang sama tadi dan karena ia menganggap bahwa nyawa orang Papua sangatlah berharga dan tidak bisa diganti dengan apapun,” katanya.
“Sekarang tinggal bagaimana pemerintah pusat dan pejabat disana memahami soal ini, melihat persoalan Papua dari sudut pandang Papua sendiri,” pungkasnya. (ade/wen)
JAYAPURA – Hingga kini Wakil Bupati Kabupaten Nduga, Wentius Nimiangge masih menduduki jabatannya sebagai orang kedua di Nduga. Pernyataannya untuk mengundurkan diri belum dilakukan. Namun menurut salah satu pengamat sosial politik Universitas Cenderawasih, Marinus Yaung sejatinya bukan soal meletakkan jabatan itu yang penting tetapi mengapa pernyataan Wentius bisa muncul sampai harus meletakkan jabatan.
“Kalau serius ya silahkan (letakkan jabatan). Mungkin memang itu hanya menggertak tapi yang terpenting adalah mengapa statemen itu muncul,” kata Yaung kemarin. Ia melihat pernyataan mengundurkan diri perlu dikeluarkan Wentius saat itu karena ada hubungan emosional yang sangat kuat dan ia menjadi tokoh di tengah masyarakatnya. Selain itu ada penilaian yang berbeda antara pandangan masyarakat asli Papua dengan mereka yang di Jakarta.
Yaung mencatat bahwa prspektif orang Papua itu berbeda dengan mereka di luar Papua. Persoalan kemanusiaan di Papua juga berbeda. “Jakarta tak paham ini dan dalam perspektif injil mereka melihat itu sebagai tubuh kristus. Jika satu terluka maka yang lain juga akan terluka. Nah perspektif ini tak dipahami oleh pemerintah pusat. Kalau satu terbunuh maka semua akan ikut terluka. “Coba sesekali melihat persoalan Papua itu dari injil dan adat juga, tinggalkan perspektif Jakarta, pemerintah pusat ataupun Indonesian sentris. Ini agar memahami bagaimana cara menyelesaikannya,” cecarnya.
Pernyataan Wentius yang menggebu-gebu kata Yaung karena melihat dari situ ditambah suasaua emosional dan kebatinan karena korban meninggal adalah orang dekatnya dan tewas di depan mata kepala. Meski demikian kata Yaung statemen untuk menanggalkan jabatan ini sejatinya bukan kali pertama. Sebelumnya mantan Bupati Paniai, Hengky Kayame dalam kasus Paniai berdarah jua menyampaikan hal serupa. “Saya ingat ketika itu Pa Hengky Kayame juga mengatakan akan mencopot garuda akibat kasus Paniai berdarah. Iitu muncul karena perasaan yang sama tadi dan karena ia menganggap bahwa nyawa orang Papua sangatlah berharga dan tidak bisa diganti dengan apapun,” katanya.
“Sekarang tinggal bagaimana pemerintah pusat dan pejabat disana memahami soal ini, melihat persoalan Papua dari sudut pandang Papua sendiri,” pungkasnya. (ade/wen)