JAYAPURA-Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Jayapura menyelenggarakan kegiatan Diskusi Ilmiah Akhir Tahun 2022 dengan materi Kajian Implementasi Fiqih Minoritas Muslim di Papua. Kegiatan ini dilaksanakan di Hotel Grand Tabi, Entrop, Jayapura, Sabtu (10/12).
Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Jayapura Abdul Hafid Jusuf, S.Ag saat memberikan sambutan sekaligus membuka acara Diskusi Ilmiah Akhir Tahun 2022 mengatakan, berbicara tentang fiqih atau hukum Islam merupakan hal yang menarik. Apalagi di tengah berkembangnya sains dan teknologi. Ini menjadi tantangan serius buat kita semua. ”Dalam tafsir fiqih, perbedaan pendapat adalah yang biasa dan sudah terjadi sejak dulu,”ujarnya.
Diungkapkan Abdul Hafid, kesadaran beragama umat muslim di Kota Jayapura sangat tinggi, saat ini di Kota Jayapura sudah ada 197 mushola dan masjid dan ini harus disyukuri.
Sementara itu Ketua MUI Kota Jayapura Sulham Ma’mun berharap kegiatan diskusi ilmiah ini bisa memberikan pencerahan bagi umat muslim, untuk berpikir ilmiah dan berdzikir supaya tidak tergelincir.
”Kegiatan ini berlangsung sehari dengan peserta dari MUI Kota Jayapura , perwakilan pengurus masjid, perwakilan dari pondok pesantren, BKMT dan perwakilan imam masjid di Kota Jayapura. Semoga kegiatan ini bermanfaat bagi kita semua,” ungkap Sulham Ma’mun.
Dalam kesempatan ini selaku sumber dalam kajian kali ini Ketua Bidang Komisi Fatwa MUI Provinsi Papua Dr. H. Moh. Wahib, Lc. MA yang juga Dosen IAIN Fattahul Muluk Papua menyampaikan tentang pemeluk Islam yang makin berkembang di tengah mayoritas non muslim di berbagai belahan dunia, termasuk di Papua, dengan berbagai tantangan, kesulitan dan permasalahan. Baik dalam beribadah maupun dalam aktivitas, interaksi dan pergaulan kehidupan sehari-hari.
“Problematika muslim minoritas di Papua seperti memberikan ucapan selamat Natal dan perayaan Natal. Solusinya dengan diterapkan fikih minoritas muslim di Papua diperbolehkan memberikan ucapan Selamat Natal. Juga mengikuti perayaan Natal dan kepanitiaan Natal bersama sebatas acara seremonial. Sedangkan terkait kebutuhan dana zakat untuk penyelenggaraan lembaga pendidikan dan dakwah, diperbolehkan distribusi zakat untuk kepentingan pendidikan dan dakwah. Juga diperbolehkan pemilihan pejabat eksekutif dan legislatif dari kalangan non muslim,’’ungkapnya.
Kajian implementasi fiqih kali ini mendapat sambutan antuisias dari peserta. Ini dapat dilihat dari banyaknya pertanyaan yang disampaikan peserta dengan berbagai permasalahan yang dihadapi. Baik terkait ibadah maupun kehidupan dan aktivitas sehari-hari. (ary/tri)