Thursday, April 25, 2024
31.7 C
Jayapura

Komisi V Beri Sejumlah Catatan dari Penanganan Covid-19

Para petinggi rumah sakit di Jayapura termasuk kepala dinas kesehatan Papua dan pihak Labkesda dan Balitbangkes ketika mempresentasekan hasil penanganan Covid-19  hinga Juni 2020 di Hotel Horison Kotaraja, Rabu (10/6) (Gamel Cepos)

JAYAPURA – Komisi V DPR Papua dalam rapat panja yang dilakukan dengan Dinas Kesehatan Provinsi Papua plus Direktur Rumah Sakit Dok II, RS Jiwa Jayapura, RSUD Abepura dan Labkesda Provinsi Papua termasuk Balitbangkes di Papua mendapati sejumlah hal yang diberi catatan. Hearing ini dilakukan untuk mengecek kondisi terakhir penanganan Covid-19  di Papua mengingat Komisi V melihat ada komunikasi dan koordinasi yang dianggap tersendat baik antara dinas dengan DPRP maupun dinas dengan pihak rumah sakit. 

 Penanganan Covid dikatakan tak bisa dilakukan secara parsial melainkan harus bersama – sama dan terkoordinir secara baik. “Kami ingin tahu bagaimana hasil terkini dan penanganannya baik oleh dinas maupun rumah sakit dan yang terjadi kami anggap masih banyak yang perlu dibenahi. Komunikasi dan koordinasi antara dinas dan rumah sakit termasuk kami di DPR nampaknya tak jalan,” kata Ketua Komisi V DPR Papua, Timiles Yikwa di Hotel Horison Kotaraja, Rabu (10/6). Selain persoalan koordinasi, persoalan lain yakni menyangkut  insentif tenaga medis yang ternyata belum dibayarkan. 

Baca Juga :  Program CSR, BRI Wilayah Papua Gelontorkan Rp 15, 6 M 

 “Ini sudah kami ingatkan bahwa segera bayarkan,” tambahnya. Timiles juga menyinggung soal jumlah pasien covid yang sudah  melewati angka 1000 orang. Menurutnya ini harus dibarengi dengan angka kesembuhan. Pihaknya  mempertanyakan mengapa angka ini terus bertambah padahal akses sebelumnya ditutup. Lalu bagaimana cara pasien bisa sembuh juga perlu dibeberkan termasuk kebutuhan apa saja yang melekat pada pasien.  “Ini perlu dirincikan, lampirkan dengan pengeluaran yang diberikan kepada pasien dan ia harus tandatangan agar mengetahui bahwa untuk pengobatan itu tidak murah,” imbuhnya. 

 Beberapa anggota Komisi V lainnya juga mempertanyakan soal hasil rapid tes termasuk reagent yang satu paket dengan alat rapid tes yang sempat bermasalah. Begitu juga soal sistem penganggaran dan penggunaannya selama ini. Terkait ini Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua, Robby Kayame menyampaikan bahwa untuk anggaran pihaknya  menggunakan berdasar kebutuhan. Ini agar tepat sasaran. Dan soal insentif  menurut Robby sesuai SK gubernur ada 16 rumah sakit yang dokternya disebut melakukan penanganan pasien covid. 

Baca Juga :  Jayapura Jangan Sampai Kesulitan APD

 Namun setelah ditinjau ternyata ada 45 rumah sakit yang melakukan penanganan dan semua perlu diberikan haknya sehingga SK gubernur  perlu diperbaiki. Mengenai angka pasien yang meningkat, Robby justru bersyukur karena dengan sendirinya akan semakin cepat memutus mata rantai penyebaran ketimbang angka  naik pelan namun banyak yang menyebar belum terdeteksi. Untuk RS Abepura sendiri dikatakan direkturnya, dr Deasy Urbinas bahwa Jumat (besok) insentif tenaga medis sudah akan dibayarkan. 

“Papua termasuk daerah yang melakukan pelacakan cukup banyak sehingga tak heran jika banyak yang ditemukan. Untuk rapid kami juga mulai memetakan dan ini harus lebih sering dan terus diperiksa,” imbuhnya. Namun disini Robby memahami bahwa ada koordinasi yang dianggap belum solid dan ia membuka diri untuk membangun koordinasi agar komunikasi dan persoalan yang muncul bisa dipecahkan bersama – sama. (ade)

Para petinggi rumah sakit di Jayapura termasuk kepala dinas kesehatan Papua dan pihak Labkesda dan Balitbangkes ketika mempresentasekan hasil penanganan Covid-19  hinga Juni 2020 di Hotel Horison Kotaraja, Rabu (10/6) (Gamel Cepos)

JAYAPURA – Komisi V DPR Papua dalam rapat panja yang dilakukan dengan Dinas Kesehatan Provinsi Papua plus Direktur Rumah Sakit Dok II, RS Jiwa Jayapura, RSUD Abepura dan Labkesda Provinsi Papua termasuk Balitbangkes di Papua mendapati sejumlah hal yang diberi catatan. Hearing ini dilakukan untuk mengecek kondisi terakhir penanganan Covid-19  di Papua mengingat Komisi V melihat ada komunikasi dan koordinasi yang dianggap tersendat baik antara dinas dengan DPRP maupun dinas dengan pihak rumah sakit. 

 Penanganan Covid dikatakan tak bisa dilakukan secara parsial melainkan harus bersama – sama dan terkoordinir secara baik. “Kami ingin tahu bagaimana hasil terkini dan penanganannya baik oleh dinas maupun rumah sakit dan yang terjadi kami anggap masih banyak yang perlu dibenahi. Komunikasi dan koordinasi antara dinas dan rumah sakit termasuk kami di DPR nampaknya tak jalan,” kata Ketua Komisi V DPR Papua, Timiles Yikwa di Hotel Horison Kotaraja, Rabu (10/6). Selain persoalan koordinasi, persoalan lain yakni menyangkut  insentif tenaga medis yang ternyata belum dibayarkan. 

Baca Juga :  DOB Harus Dilihat dari Aspek Positif

 “Ini sudah kami ingatkan bahwa segera bayarkan,” tambahnya. Timiles juga menyinggung soal jumlah pasien covid yang sudah  melewati angka 1000 orang. Menurutnya ini harus dibarengi dengan angka kesembuhan. Pihaknya  mempertanyakan mengapa angka ini terus bertambah padahal akses sebelumnya ditutup. Lalu bagaimana cara pasien bisa sembuh juga perlu dibeberkan termasuk kebutuhan apa saja yang melekat pada pasien.  “Ini perlu dirincikan, lampirkan dengan pengeluaran yang diberikan kepada pasien dan ia harus tandatangan agar mengetahui bahwa untuk pengobatan itu tidak murah,” imbuhnya. 

 Beberapa anggota Komisi V lainnya juga mempertanyakan soal hasil rapid tes termasuk reagent yang satu paket dengan alat rapid tes yang sempat bermasalah. Begitu juga soal sistem penganggaran dan penggunaannya selama ini. Terkait ini Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua, Robby Kayame menyampaikan bahwa untuk anggaran pihaknya  menggunakan berdasar kebutuhan. Ini agar tepat sasaran. Dan soal insentif  menurut Robby sesuai SK gubernur ada 16 rumah sakit yang dokternya disebut melakukan penanganan pasien covid. 

Baca Juga :  Kunjungi Cepos, 50 Anak SD Papua Kasih Belajar Jadi Wartawan

 Namun setelah ditinjau ternyata ada 45 rumah sakit yang melakukan penanganan dan semua perlu diberikan haknya sehingga SK gubernur  perlu diperbaiki. Mengenai angka pasien yang meningkat, Robby justru bersyukur karena dengan sendirinya akan semakin cepat memutus mata rantai penyebaran ketimbang angka  naik pelan namun banyak yang menyebar belum terdeteksi. Untuk RS Abepura sendiri dikatakan direkturnya, dr Deasy Urbinas bahwa Jumat (besok) insentif tenaga medis sudah akan dibayarkan. 

“Papua termasuk daerah yang melakukan pelacakan cukup banyak sehingga tak heran jika banyak yang ditemukan. Untuk rapid kami juga mulai memetakan dan ini harus lebih sering dan terus diperiksa,” imbuhnya. Namun disini Robby memahami bahwa ada koordinasi yang dianggap belum solid dan ia membuka diri untuk membangun koordinasi agar komunikasi dan persoalan yang muncul bisa dipecahkan bersama – sama. (ade)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya