Sunday, April 28, 2024
24.7 C
Jayapura

FTH Tidak Maksimal, Banyak Hal Harus Dievaluasi

Salah satu kelompok tari sedang menggelar tarian Yosim Panca pada FTH, Rabu (7/8). Pada pergelaran FTH ini masih banyak yang perlu dibenahi sehingga lebih menarik. ( FOTO : Ginting/Cepos)

JAYAPURA-Pelaksanaan Festival Teluk Humboldt (FTH) Ke-11 tahun 2019, resmi ditutup Wali Kota Jayapura Dr.Benhur Tomi Mano, MM,.hari Rabu(7/8) malam kemarin.    Wali Kota minta pelaksanaan FTH kali ini harus bisa dievaluasi, seperti untuk lokasi FTH, supaya masyarakat nyaman, diharapkan tahun depan bisa pindah ditribun yang telah dibuat di dekat pantai Hamadi. agar saat ada pertunjukan masyarakat bisa dengan mudah menyaksikannya, termasuk target kunjungan wisatawan mancanegara harus bisa lebih maksimal.

“Harus dilakukan evaluasi secara total  baik soal lokasi, jumlah pengunjung yang datang, seperti  wisatawan mancanegara, maupun wisatawan lokal (nusantara), harus ada peningkatan,”ungkap Wali Kota Jayapura dalam acara penutupan tersebut.

 Wali Kota Jayapura Dr. Benhur Tomi Mano,MM.,mengatakan Kota Jayapura kota yang indah, eksotik ada gunung, ada daratan, ada pantai, teluk dalam teluk, Kota Jayapura melalui 10 kampung adat, banyak kebudayaan kearifan lokalnya sehingga hal tersebutlah yang harus di tonjolkan untuk menarik pengunjung.

  “Keinginan saya kepada para ondoafi yang tinggal di kampung-kampung membuat program FTH dengan melibatkan 10 kampung adat,  mengundang mereka untuk menampilkan tarian tarian adat, ukiran-ukiran mereka, makanan kuliner khas mereka dan lainnya,”katanya.

 “Keinginan saya ke depan anak kecil bisa tampil, menggantikan orang tua mereka yang sudah meninggal, maka generasi yang akan datang bisa meneruskan tarian-tarian adat,  lagu-lagu daerah,  bahasa daerah,  supaya kearifan lokal tidak punah dan musnah dari perkembangan zaman,”pintanya.

Baca Juga :  Peserta Didik Wajib Dapatkan Pembelajaran Baik Online Maupun Offline

Pihak Dinas Pariwisata Kota Jayapura termasuk pemerintah Kota Jayapura sah-sah saja mengatakan jika pagelaran Festival Teluk Humbold yang ditutup 7 Agustus kemarin sukses. Namun beberapa warga memberi masukan agar lokasi festival dipindahkan. Alasannya adalah simple, sesak. Akan lebih baik jika pemkot mulai  memikirkan dan menyiapkan lokasi yang dianggap lebih tepat dengan tetap memikirkan kenyamanan.  

 “Acaranya sebenarnya bagus tapi sayang kami tak bisa menikmati secara nyaman karena orang padat sekali. Saya pikir ini tak lepas dari lokasi yang memang sempit,” kata Rosye Itaar yang menuangkan uneg-unegnya di mesia sosial.

 Ia mengaku beberapa kali berkunjung ke lokasi FTH dan beberapa catatan juga diberikan. Pertama ia berharap lokasi FTH tak lagi mengambil tempat di ring road dengan space yang terbatas, lalu jika memungkinkan tari-tarian adat berada paling depan mengingat inti dari acara ini adalah menampilkan budaya berupa tari-tarian dan sebagainya yang menjadi identitas Port Numbay. 

 Lalu perlu ada stand 14 kampung yang berisi perkembangan kampung saat ini, mengenai adat istiadat dari kampung itu tersebut, bahasa, makanan khas termasuk silsilah turunan dari keondoafian. Jadi pengunjung akan lebih mengenal tokoh adat di kampung-kampung di Port Numbay. 

“Termasuk ada orang yang bertugas wajib menggunakan bahasa daerah sehingga ada cerita kearifan yang diperkenalkan,” bebernya. Tak hanya itu, wanita yang baru saja menamatkan kuliah di Uncen ini menyarankan agar musik-musik yang bersifat nasional atau umum sebisa mungkin lebih dipelankan volumenya. Suasana lagu atau musik adat yang harus didominasi.

Baca Juga :  Waspadai Pembobol Rumah Saat Mudik

 Menariknya Rosye juga mengaitkan dengan kondisi pameran kebudayaan di Expo tahun 90 an lalu dimana anak-anak sekolah diberikan tugas oleh sekolah untuk mencatat hal-hal yang berkearifan lokasi semisal nama tempat atau nama makanan khas dan lainnya. “Usulan lainnya adalah pengunjung juga diajak mengunjungi kampung terdekat semisal Tobati dan Enggros atau kampung yang memungkinkan da ini disiapkan transportasinya,” tulisnya. 

 “Lalu yang terakhir tahun depan kalau memungkinkan Pemkot Jayapura mencetak rekor MURI apakah dengan tarian kolosal pembukaan terbanyak, atau menggunakan pakaian adat terbanyak yang penting ada partisipasi balik dari masyarakat sebab saya melihat antusiasi cukup tinggi,” imbuh wanita dua anak ini. Lainnya disampaikan Mira. Ia menyarankan agar dibeberapa titik disiapkan tempat sampah mengingat di jalan masuk kemrin sampah terlihat berserakan.

 “Agak disayangkan jika stand semua sudah oke namun jalan penuh dengan sampah. Apalagi ini di atas laut, bisa-bisa niat baik malah jadi hal negatif kalau sampah dibuang ke laut,” singkatnya. Ada juga yang menyinggung tentang parkiran yang ternyata berbayar. “Kemarin dibilang selama festival tidak ada palang-palang yang tagih-tagih di depan. Ini memang sudah tidak apa tapi saat keluar ternyata harus bayar sama seperti yang di depan, ya sama saja namanya,” sindir Elin salah satu pengunjung. (dil/ade/gin)

Salah satu kelompok tari sedang menggelar tarian Yosim Panca pada FTH, Rabu (7/8). Pada pergelaran FTH ini masih banyak yang perlu dibenahi sehingga lebih menarik. ( FOTO : Ginting/Cepos)

JAYAPURA-Pelaksanaan Festival Teluk Humboldt (FTH) Ke-11 tahun 2019, resmi ditutup Wali Kota Jayapura Dr.Benhur Tomi Mano, MM,.hari Rabu(7/8) malam kemarin.    Wali Kota minta pelaksanaan FTH kali ini harus bisa dievaluasi, seperti untuk lokasi FTH, supaya masyarakat nyaman, diharapkan tahun depan bisa pindah ditribun yang telah dibuat di dekat pantai Hamadi. agar saat ada pertunjukan masyarakat bisa dengan mudah menyaksikannya, termasuk target kunjungan wisatawan mancanegara harus bisa lebih maksimal.

“Harus dilakukan evaluasi secara total  baik soal lokasi, jumlah pengunjung yang datang, seperti  wisatawan mancanegara, maupun wisatawan lokal (nusantara), harus ada peningkatan,”ungkap Wali Kota Jayapura dalam acara penutupan tersebut.

 Wali Kota Jayapura Dr. Benhur Tomi Mano,MM.,mengatakan Kota Jayapura kota yang indah, eksotik ada gunung, ada daratan, ada pantai, teluk dalam teluk, Kota Jayapura melalui 10 kampung adat, banyak kebudayaan kearifan lokalnya sehingga hal tersebutlah yang harus di tonjolkan untuk menarik pengunjung.

  “Keinginan saya kepada para ondoafi yang tinggal di kampung-kampung membuat program FTH dengan melibatkan 10 kampung adat,  mengundang mereka untuk menampilkan tarian tarian adat, ukiran-ukiran mereka, makanan kuliner khas mereka dan lainnya,”katanya.

 “Keinginan saya ke depan anak kecil bisa tampil, menggantikan orang tua mereka yang sudah meninggal, maka generasi yang akan datang bisa meneruskan tarian-tarian adat,  lagu-lagu daerah,  bahasa daerah,  supaya kearifan lokal tidak punah dan musnah dari perkembangan zaman,”pintanya.

Baca Juga :  Pilkada dan PON XX Terancam Ditunda

Pihak Dinas Pariwisata Kota Jayapura termasuk pemerintah Kota Jayapura sah-sah saja mengatakan jika pagelaran Festival Teluk Humbold yang ditutup 7 Agustus kemarin sukses. Namun beberapa warga memberi masukan agar lokasi festival dipindahkan. Alasannya adalah simple, sesak. Akan lebih baik jika pemkot mulai  memikirkan dan menyiapkan lokasi yang dianggap lebih tepat dengan tetap memikirkan kenyamanan.  

 “Acaranya sebenarnya bagus tapi sayang kami tak bisa menikmati secara nyaman karena orang padat sekali. Saya pikir ini tak lepas dari lokasi yang memang sempit,” kata Rosye Itaar yang menuangkan uneg-unegnya di mesia sosial.

 Ia mengaku beberapa kali berkunjung ke lokasi FTH dan beberapa catatan juga diberikan. Pertama ia berharap lokasi FTH tak lagi mengambil tempat di ring road dengan space yang terbatas, lalu jika memungkinkan tari-tarian adat berada paling depan mengingat inti dari acara ini adalah menampilkan budaya berupa tari-tarian dan sebagainya yang menjadi identitas Port Numbay. 

 Lalu perlu ada stand 14 kampung yang berisi perkembangan kampung saat ini, mengenai adat istiadat dari kampung itu tersebut, bahasa, makanan khas termasuk silsilah turunan dari keondoafian. Jadi pengunjung akan lebih mengenal tokoh adat di kampung-kampung di Port Numbay. 

“Termasuk ada orang yang bertugas wajib menggunakan bahasa daerah sehingga ada cerita kearifan yang diperkenalkan,” bebernya. Tak hanya itu, wanita yang baru saja menamatkan kuliah di Uncen ini menyarankan agar musik-musik yang bersifat nasional atau umum sebisa mungkin lebih dipelankan volumenya. Suasana lagu atau musik adat yang harus didominasi.

Baca Juga :  Pekan Depan, RS Tipe C di Koya Barat Akan Diresmikan

 Menariknya Rosye juga mengaitkan dengan kondisi pameran kebudayaan di Expo tahun 90 an lalu dimana anak-anak sekolah diberikan tugas oleh sekolah untuk mencatat hal-hal yang berkearifan lokasi semisal nama tempat atau nama makanan khas dan lainnya. “Usulan lainnya adalah pengunjung juga diajak mengunjungi kampung terdekat semisal Tobati dan Enggros atau kampung yang memungkinkan da ini disiapkan transportasinya,” tulisnya. 

 “Lalu yang terakhir tahun depan kalau memungkinkan Pemkot Jayapura mencetak rekor MURI apakah dengan tarian kolosal pembukaan terbanyak, atau menggunakan pakaian adat terbanyak yang penting ada partisipasi balik dari masyarakat sebab saya melihat antusiasi cukup tinggi,” imbuh wanita dua anak ini. Lainnya disampaikan Mira. Ia menyarankan agar dibeberapa titik disiapkan tempat sampah mengingat di jalan masuk kemrin sampah terlihat berserakan.

 “Agak disayangkan jika stand semua sudah oke namun jalan penuh dengan sampah. Apalagi ini di atas laut, bisa-bisa niat baik malah jadi hal negatif kalau sampah dibuang ke laut,” singkatnya. Ada juga yang menyinggung tentang parkiran yang ternyata berbayar. “Kemarin dibilang selama festival tidak ada palang-palang yang tagih-tagih di depan. Ini memang sudah tidak apa tapi saat keluar ternyata harus bayar sama seperti yang di depan, ya sama saja namanya,” sindir Elin salah satu pengunjung. (dil/ade/gin)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya