Sunday, January 12, 2025
30.7 C
Jayapura

Purtier Berizin Edar Global, Bukan Pengganti ARV

Jumpa pers, dr. Jhon Manangsang yang dihadiri ketua harian KPA Papua, Yan Matuan dan sejumlah pihak, di Sentani Sabtu (4/4). ( foto: Robert Mboik Cepos)

SENTANI-Dokter John Manangsang (JM) menegaskan produk suplemen purtierĀ  plasenta yang saat ini beredar di Papua merupakan salah satu produk global dan juga mempunyai izin edar global. Sehubungan dengan ituĀ  dia menegaskanĀ  suplemen tersebut jugaĀ  bukan untuk pengganti ARVĀ  obat HIV AIDS.

“Kehadiran Purtier di Papua, akan lebih memberi  manfaat bagi banyak orang, dan suplemen ini mempunyai  izin  edar global dan bukan bermaksud sebagai  pengganti ARV. Jadi tentang  informasi  bahwa purtier merupakan obat pengganti ARV yang digunakan dalam pengobatan HIV AIDS adalah informasi yang tidak benar dan terlalu mengada-ada,” kata dr. Jhon Manangsang di Sentani, Sabtu (4/4).

 Dia mengaku, tidak keberatan jika diperiksa polisi terkait kasus suplemen purtier placenta itu. Kendati demikian, dia menilai  kasus yang sedang membelitnya itu,  sangat tendesius untuk menjatuhkannya. Terkait informasi  suplemen tersebut diedarkan tanpa izin, menurutnya tudingan itu sangat tidak mendasar.

 Pasalnya, purtier ini sebenarnya sudah diregistrasikan di BPPOM RI pada 2015 lalu. Namun selanjutnya, setiap dua tahun perusahaan yang memproduksi purtier placenta ini selalu mengubah, nama, kemasan untuk menghindari  pemalsuan produk tersebut. Pada tahun 2015   Balai POM sudah mengeluarkan izin edar pada saat purtier edisi lima.

“Setiap dua tahun dia upgrade mutunya, ini kan bisnis jadi dia punya rahasia dan etika bisnis. Itu diubah dalam kemasan dari edisi 1 sampai 5. Contoh diedisi lima itu purtier, sebelumnya purtier placenta, kemudian diedisi 6 kembali purtier placenta. Hal ini  yang kemudian  menjadi polemik. Tapi pada dasarnya, nama berubah tapi dikeluarkan oleh perusahaan  yang sama. Sedangkan, mengenai izin edar produk tersebut berlaku secara internasional. Ini bukan persoalan uji lagi, produk ini sudah teruji jadi tinggal pendaftaran, registrasi untuk pajak bisa berjalan. Ini bukan lokal Papua, tapi izinya tingkat internasional,” paparnya.

Baca Juga :  Pj Walikota: Masih Banyak Masalah Sosial Jadi PR Pemkot

 Mengenai harga suplemen tersebut yang saat ini mencapai Rp 6 juta untuk satu paketnya itu sudah disesuaikan dengan harga dari produsen, di singapura harganya senilai  3.672 dolar singapura. Jika dirupiahkan sekitar Rp 35 juta. Satu paket berisi 7 botol, kalau perbotolnya berati sekitar Rp 5 juta. Akan sedikit mengalami kenaikan setelah adanya biaya ongkos kirim ke papua bahkan sampai pedalaman.

 Sementara itu, Ketua  harian KPA Provinsi Papua, Yan Matuan menjelaskan, sebenarnya tidak ada salahnya jika pihaknya memilih produk ini sebagai salah satu alternatif untuk mengobati para penderita HIV-AIDS Aids di Papua dan itu sudah terbukti meningkatkan daya tahan tubuh manusia. 

 Mengenai, pertanyaan publik mengapa produk ini dipilih KPA untuk mengobati penderita HIV, menurutnya, hal itu tidak ada bedanya dengan realisasi program kerja KPA Propinsi Papua selama kepemimpinannya. Jika sebelumnya program penanggulangan HIV-AIDS di Papua dengan program misalnya ARV, Kondom, Sunat dan sebagainya, sebenarnya sama dengan yang dijalankan pihaknya yang memilih menggunakan produk itu sebagai salah satu alternatif untuk menyembuhkan  sakit HIV itu.  “Kami di KPA tidak menangani masalah yang kuratif, medis ya, kami dari aktivis biasa, kami hanya menangani untuk vitamin, macam nutrisi bagi kepada masyarakat (penderita HIV),” imbuhnya.

Baca Juga :  Polisi Buru Pelaku Pembunuh Istri

 Terkait itu, mengenai izin edar yang sudah ditanyakan penyidik kepihaknya dalam beberapa kali pertemuan, dia menyebut bahwa izin edar produk tersebut berlaku secara  internasional

“Purtier Placenta kaitannnya dengan izin edar, Purtier ini merupakan produk dari PT Riwey, perusahan internasional dan badan hukum juga internasional. Yang harus ditanyakan itu ke balai POM pusat bukan balai POM sini,” ungkapnya.

Ditanya soal anggaran yang digunakan untuk membelanjakan suplemen tersebut, dia hanya menjawab secara gamblang. “Soal anggaran, kalau kebijakan kemarin kemarin itu beda, mungkin ada kondom dan lain lain. Tapi kami mengubah kebijakan (program kerja). Program pertama kita membagikan vitamin, kedua memberikan program asupan makanan bergisi, dua saja program kita, jadi anggarannya  begitu. Kalau ditanya soal penyalahgunaan anggaran, kita KPA ini dana hibah otsus,” jelasnya.(roy/wen)

Jumpa pers, dr. Jhon Manangsang yang dihadiri ketua harian KPA Papua, Yan Matuan dan sejumlah pihak, di Sentani Sabtu (4/4). ( foto: Robert Mboik Cepos)

SENTANI-Dokter John Manangsang (JM) menegaskan produk suplemen purtierĀ  plasenta yang saat ini beredar di Papua merupakan salah satu produk global dan juga mempunyai izin edar global. Sehubungan dengan ituĀ  dia menegaskanĀ  suplemen tersebut jugaĀ  bukan untuk pengganti ARVĀ  obat HIV AIDS.

“Kehadiran Purtier di Papua, akan lebih memberi  manfaat bagi banyak orang, dan suplemen ini mempunyai  izin  edar global dan bukan bermaksud sebagai  pengganti ARV. Jadi tentang  informasi  bahwa purtier merupakan obat pengganti ARV yang digunakan dalam pengobatan HIV AIDS adalah informasi yang tidak benar dan terlalu mengada-ada,” kata dr. Jhon Manangsang di Sentani, Sabtu (4/4).

 Dia mengaku, tidak keberatan jika diperiksa polisi terkait kasus suplemen purtier placenta itu. Kendati demikian, dia menilai  kasus yang sedang membelitnya itu,  sangat tendesius untuk menjatuhkannya. Terkait informasi  suplemen tersebut diedarkan tanpa izin, menurutnya tudingan itu sangat tidak mendasar.

 Pasalnya, purtier ini sebenarnya sudah diregistrasikan di BPPOM RI pada 2015 lalu. Namun selanjutnya, setiap dua tahun perusahaan yang memproduksi purtier placenta ini selalu mengubah, nama, kemasan untuk menghindari  pemalsuan produk tersebut. Pada tahun 2015   Balai POM sudah mengeluarkan izin edar pada saat purtier edisi lima.

“Setiap dua tahun dia upgrade mutunya, ini kan bisnis jadi dia punya rahasia dan etika bisnis. Itu diubah dalam kemasan dari edisi 1 sampai 5. Contoh diedisi lima itu purtier, sebelumnya purtier placenta, kemudian diedisi 6 kembali purtier placenta. Hal ini  yang kemudian  menjadi polemik. Tapi pada dasarnya, nama berubah tapi dikeluarkan oleh perusahaan  yang sama. Sedangkan, mengenai izin edar produk tersebut berlaku secara internasional. Ini bukan persoalan uji lagi, produk ini sudah teruji jadi tinggal pendaftaran, registrasi untuk pajak bisa berjalan. Ini bukan lokal Papua, tapi izinya tingkat internasional,” paparnya.

Baca Juga :  Hari Anak, FJPI Papua Berikan Bantuan Peralatan Pendidikan

 Mengenai harga suplemen tersebut yang saat ini mencapai Rp 6 juta untuk satu paketnya itu sudah disesuaikan dengan harga dari produsen, di singapura harganya senilai  3.672 dolar singapura. Jika dirupiahkan sekitar Rp 35 juta. Satu paket berisi 7 botol, kalau perbotolnya berati sekitar Rp 5 juta. Akan sedikit mengalami kenaikan setelah adanya biaya ongkos kirim ke papua bahkan sampai pedalaman.

 Sementara itu, Ketua  harian KPA Provinsi Papua, Yan Matuan menjelaskan, sebenarnya tidak ada salahnya jika pihaknya memilih produk ini sebagai salah satu alternatif untuk mengobati para penderita HIV-AIDS Aids di Papua dan itu sudah terbukti meningkatkan daya tahan tubuh manusia. 

 Mengenai, pertanyaan publik mengapa produk ini dipilih KPA untuk mengobati penderita HIV, menurutnya, hal itu tidak ada bedanya dengan realisasi program kerja KPA Propinsi Papua selama kepemimpinannya. Jika sebelumnya program penanggulangan HIV-AIDS di Papua dengan program misalnya ARV, Kondom, Sunat dan sebagainya, sebenarnya sama dengan yang dijalankan pihaknya yang memilih menggunakan produk itu sebagai salah satu alternatif untuk menyembuhkan  sakit HIV itu.  “Kami di KPA tidak menangani masalah yang kuratif, medis ya, kami dari aktivis biasa, kami hanya menangani untuk vitamin, macam nutrisi bagi kepada masyarakat (penderita HIV),” imbuhnya.

Baca Juga :  Polisi Buru Pelaku Pembunuh Istri

 Terkait itu, mengenai izin edar yang sudah ditanyakan penyidik kepihaknya dalam beberapa kali pertemuan, dia menyebut bahwa izin edar produk tersebut berlaku secara  internasional

“Purtier Placenta kaitannnya dengan izin edar, Purtier ini merupakan produk dari PT Riwey, perusahan internasional dan badan hukum juga internasional. Yang harus ditanyakan itu ke balai POM pusat bukan balai POM sini,” ungkapnya.

Ditanya soal anggaran yang digunakan untuk membelanjakan suplemen tersebut, dia hanya menjawab secara gamblang. “Soal anggaran, kalau kebijakan kemarin kemarin itu beda, mungkin ada kondom dan lain lain. Tapi kami mengubah kebijakan (program kerja). Program pertama kita membagikan vitamin, kedua memberikan program asupan makanan bergisi, dua saja program kita, jadi anggarannya  begitu. Kalau ditanya soal penyalahgunaan anggaran, kita KPA ini dana hibah otsus,” jelasnya.(roy/wen)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya