
SENTANI-Hampir 19 tahun Undang-Undang Otonomi Khusus (Otsus) Papua diterapkan. UU Otsus lahir sebagai alternatif dan solusi dari masalah dan isu Papua merdeka karena ketidakpuasan atau ketertinggalan yang dialami oleh orang Papua.
Maka Pemerintah Pusat melalui usulan dari kongres 12 orang Papua melahirkan regulasi Undang-undang Otsus untuk menjawab persoalan dasar orang Papua. Namun dalam perjalanannya, UU Otsus ini dinilai ada kesalahan pendekatan penanganannya. Hal itu disampaikan oleh salah satu tokoh masyarakat Papua yang juga sebagai Ketua Tim 61, Pdt. Albert Yokhu, kepada wartawan di Sentani, Selasa (11/2).
Menurutnya, Undang-undang Otsus merupakan undang-undang spesial dan juga anggarannya spesial. Oleh karena itu, kata dia, sangat diperlukan satu badan khusus untuk menangani Otsus ini. Termasuk keuangan juga perlu ditangani secara khusus.
” Undang-undang Otsus ini dipadu dengan undang-undang otonomi daerah, anggarannyanya dipadu dengan undang-undang otonomi daerah sehingga anggaran itu dibahas oleh gubernur dan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di tingkat provinsi, di luar dari APBD yang menjadi tanggung jawab mereka untuk diajukan ke DPRP. Sehingga keputusan tentang penyelenggaraan otonomi khusus dengan program pembangunan di Papua menjadi kebijakan gubernur dan OPD,” kata Albert Yoku.
Menurutnya, tim 61 sudah menyampaikan kepada Presiden Joko Widodo bahwa pada intinya masih ada kekeliruan terkait dengan Otsus itu dan sudah salah dari awal. Semua yang berkaitan dengan Otsus hanya berdasarkan keputusan gubernur, termasuk anggaran yang diturunkan ke setiap kabupaten dan kota juga diputuskan oleh gubenur.
“Ini berarti ada sebuah mekanisme penyelenggaraan pemerintahan dalam undang-undang ini diterapkan secara abu-abu,” ungkapnya.
Mestinya, keuangan itu tidak perlu masuk bergabung dengan dana alokasi umum, dana alokasi khusus, yang berdasarkan undang-undang otonomi daerah. Pihaknya menyarankan kepada presiden untuk 2020, khusus masalah Otsus harus masuk prolegnas dan prolegnas juga harus dibahas tentang adanya badan khusus. Kemudian di Bappenas maupun di Depdagri harus ada Pokja khusus. Sehingga anggaran negara yang mencapai angka triliunan rupiah itu betul-betul diselenggarakan oleh badan khusus.
Di mana dalam proses implementasinya itu mereka harus bekerja sama dengan MRP, karena MRP bukan bawahannya gubernur.
“Selama inikan MRP diatur oleh gubernur,” ujarnya. Dia menegaskan, untuk urusan dana, pihaknya tidak mempersoalkan itu, tapi yang menjadi masalah sekarang adalah berkaitan dengan birokrasi dan mekanismenya.
“Kalau dana, kita tidak permasalahkan. Tetapi birokrasi dan mekanisme yang keliru, itu membuat penyumbatan dan salah sasaran,” imbuhnya..
Misalnya DAU, DAK digabung bersamaan dengan dana Otsus. Kemudian dalam implementasinya, bangun jembatan di kampung. Di sana kadang tidak dijelaskan dari mana sumber biayanya. Apakah DAU, DAK, Otsus, APBD atau ADD, ADK.(roy/tho)