
Kurang Lebih 180 Warga PNG Hadir Dalam Festival Kanum
MERAUKE- Setelah 50 tahun bergabung kembali dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), untuk pertama kalinya tarian Arware Suku Kanum ditampilkan pada pembukaan Festival Budaya Perbatasan Suku Kanum di Kampung Rawa Biru, Distrik Sota, Jumat (25/10).
“Setelah bergabung degan NKRI, tarian Arware ini tidak pernah lagi ditampilkan. Baru kali ini kita tampilkan lagi,’’ kata Ketua LMA Suku Kanum Marthen Ndiken kepada wartawan disela-sela pembukaan Festival Budaya Suku Kanum di Rawa Biru Merauke tersebut.
Menurutnya, tarian Arware ini adalah tarian mengumpulkan hasil kebun yang merupakan makanan pokok masyarakat Kanum selama ini. Hasil kebun ini diberikan kepada pemerintah dan pemerintah juga memberikan perhatian kepada masyarakat. ‘’Jadi kita sistem tukar. Kita kasih hasil kebun kita kepada pemerintah, tapi pemerintah juga memperhatikan kita. Itu makna dari arware,’’ jelasnya.
Selain itu, lanjutnya, ada juga pertunjukan gunting rambut. Dimana paman dari saudara perempuan tidak boleh menyentuh anak dari saudara perempuannya tersebut sebelum cukup umur 1 tahun. ‘’Saat umur 1 tahun, baru bisa pegang anak itu sekaligus gunting rambut,’’ jelasnya.
Dikatakan, dalam festival ini ada 5 tarian yang ditampilkan antara lain arware tersebut. Arware ini juga dilakukan, saat salah satu pihak melakukan kesalahan. Pada festival ini, hadir sebanyak 180 warga PNG yang merupakan Suku Kanum. ‘’Kalau di PNG, untuk Suku Kanumnya lebih banyak. Karena mereka menggunakan 5 bahasa. Tapi kalau di Indonesia, hanya dari 8 kampung di 2 distrik dengan 2 bahasa yang digunakan,’’ katanya.
Bupati Merauke Frederikus Gebze, SE, membuka langsung festival budaya yag berlangsung selama 2 hari tersebut. Menurut bupati Frederikus Gebze, festival Kanum ini merupakan rangkaian dari visi misi pemerintahan Frederikus Gebze-Sularso yang tadinya pariwisata menjadi penyangga namun sekarang terbalik dimana pariwisata masuk dalam visi misi utama.
“Untuk itu visi misi ini menjadi festival Animha, manusia sejati yang terdiri dari Festival Kanum, Festival Yeinan, Festival Ndambu, festival Kandara, Festival Sagu Sept dan beberapa festival di tanah Animha yang akan dikemas dalam kenyamanan, kemewahan atau kekhususan dalam mendesain sebuah parawisata untuk mendatangkan manca negara atau kunjungan dari masyarakat lainnya di Kabupaten Merauke,’’ katanya.
Pada festival ini, juga seekor babi dibunuh dengan cara ditoki secara adat. Toki secara adat ini dilakukan bupati Merauke Frederikus Gebze, kemudian utusan dari Kementerian Polhukam dan Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan RI. Termasuk Sekretaris Badan Pengelolaan Perbatasan Kabupaten Merauke Rekianus Samkakai, S.STP. Menurut Rekianus Samkakai, toki secara adat ini juga mengandung tanggung jawab adanya perhatian lewat program dan kegiatan untuk wilayah perbatasan.
“Kami harapkan dengan hadirnya bapak-bapak dari Kementerian Polhukam dan BNPP memberikan perhatian lewat program dan kegiatan untuk wilayah perbatasan di Kabupaten Merauke,’’ tandas Rekianus Samkakai berharap. (ulo/tri)