MERAUKE-Setelah sekitar 8 tahun jalan masuk bagi sekitar 20 Kepala Keluarga yang ada di belakang gereja ditutup, maka Senin (20/7) siang kemarin, jalan yang ditutup tersebut dibuka oleh Satpol PP yang diback up oleh Polres Merauke. Namun pembukaan gang bagi warga tersebut mendapat protes dan perlawanan dari pemilik lahan.
Jalan Gang yang sudah ditutup selama 8 tahun dibuka kembali oleh Satpol PP, namun sempat mendapat perlawanan dari pemilik tanah karena yang dibuka dengan lebar 3 meter sementara pemilik lahan hanya mau kasih 1 meter, Senin (20/7). (FOTO: Sulo/Cepos)
Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Merauke Elias Refra, S.Sos MM, ditemui disela-sela pembukaan gang tersebut mengungkapkan bahwa pembukaan gang ini karena warga yang ada di belakang kompleks tersebut selama kurang lebih 8 tahun tidak ada jalan masuk keluar setelah ditutup.
“Perlu dibuka untuk masyarakat. Jadi tadi dari Pak John selaku tokoh masyarakat dan ada anggota Polisi yang datang, semua datang melihat untuk buka ini. Pada prinsipnya kita buka sesuai perintah untuk kepentingan banyak orang,’’ katanya.
Elias Refra menjelaskan bahwa pembukaan jalan ini mendapat perlawanan dari pemilik tanah. “Tapi ini kan tanah dari awal ada jalan. Tapi nanti dari pertanahan, kalau sudah diukur terserah lebarnya berapa. Kalau sekarang sesuai jalan lingkungan 3 meter. Tapi sebentar mau kasih kecil silakan aja, yang penting ada akses jalan bagi masyarakat yang ada di belakang. Itu saja. Saya pikir tidak ada yang lain-lain,” tandas Elias Refra.
Sementara itu pemilik tanah Pdt. Samuel Tandipayung mengaku bahwa sebenarnya dari hari Jumat sudah kasih untuk dibuka, namun tidak direalisasikan. ‘’Tapi sekarang baru masyarakat datang dengan pakai pengacara,” katanya.
Soal perlawanan yang dilakukan tersebut, Samuel Tandipayung menjelaskan bahwa perlawanan yang ia lakukan itu karena akan mengambil tanah miliknnya sampai 3 meter. “Saya sudah ikhlas kasih mereka 1 meter, tapi mau ambil sampai 3 meter. Lebarnya 1 meter saja untuk roda dua saja. Bukan 3 meter seperti sekarang ini. Untuk apa kita kasih 3 meter,’’ jelasnya.
Ditanya bagaimana kalau warga yang ada di belakang membeli dengan lebar 3 meter, Pdt. Samuel Tandipayung mengaku tidak akan menjual tanah lagi. “Saya tidak akan menjual tanah lagi,” tandasnya. (ulo/tri)
MERAUKE-Setelah sekitar 8 tahun jalan masuk bagi sekitar 20 Kepala Keluarga yang ada di belakang gereja ditutup, maka Senin (20/7) siang kemarin, jalan yang ditutup tersebut dibuka oleh Satpol PP yang diback up oleh Polres Merauke. Namun pembukaan gang bagi warga tersebut mendapat protes dan perlawanan dari pemilik lahan.
Jalan Gang yang sudah ditutup selama 8 tahun dibuka kembali oleh Satpol PP, namun sempat mendapat perlawanan dari pemilik tanah karena yang dibuka dengan lebar 3 meter sementara pemilik lahan hanya mau kasih 1 meter, Senin (20/7). (FOTO: Sulo/Cepos)
Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Merauke Elias Refra, S.Sos MM, ditemui disela-sela pembukaan gang tersebut mengungkapkan bahwa pembukaan gang ini karena warga yang ada di belakang kompleks tersebut selama kurang lebih 8 tahun tidak ada jalan masuk keluar setelah ditutup.
“Perlu dibuka untuk masyarakat. Jadi tadi dari Pak John selaku tokoh masyarakat dan ada anggota Polisi yang datang, semua datang melihat untuk buka ini. Pada prinsipnya kita buka sesuai perintah untuk kepentingan banyak orang,’’ katanya.
Elias Refra menjelaskan bahwa pembukaan jalan ini mendapat perlawanan dari pemilik tanah. “Tapi ini kan tanah dari awal ada jalan. Tapi nanti dari pertanahan, kalau sudah diukur terserah lebarnya berapa. Kalau sekarang sesuai jalan lingkungan 3 meter. Tapi sebentar mau kasih kecil silakan aja, yang penting ada akses jalan bagi masyarakat yang ada di belakang. Itu saja. Saya pikir tidak ada yang lain-lain,” tandas Elias Refra.
Sementara itu pemilik tanah Pdt. Samuel Tandipayung mengaku bahwa sebenarnya dari hari Jumat sudah kasih untuk dibuka, namun tidak direalisasikan. ‘’Tapi sekarang baru masyarakat datang dengan pakai pengacara,” katanya.
Soal perlawanan yang dilakukan tersebut, Samuel Tandipayung menjelaskan bahwa perlawanan yang ia lakukan itu karena akan mengambil tanah miliknnya sampai 3 meter. “Saya sudah ikhlas kasih mereka 1 meter, tapi mau ambil sampai 3 meter. Lebarnya 1 meter saja untuk roda dua saja. Bukan 3 meter seperti sekarang ini. Untuk apa kita kasih 3 meter,’’ jelasnya.
Ditanya bagaimana kalau warga yang ada di belakang membeli dengan lebar 3 meter, Pdt. Samuel Tandipayung mengaku tidak akan menjual tanah lagi. “Saya tidak akan menjual tanah lagi,” tandasnya. (ulo/tri)