Jembatan kedua bahkan belum pernah dibangun permanen. Untuk bisa menyeberang, warga hanya mengandalkan batang kayu log dan bambu yang ditata seadanya. Diikat menggunakan kabel hitam tipis. Kondisi ini tentu berisiko tinggi, terutama bagi anak-anak sekolah dan lansia. Jembatan ini lokasinya di tengah kampung.
Sementara itu, tidak jauh dari perkampungan sebelumnya yang menggunakan jembatan dari kayu log, jembatan ketiga merupakan jembatan utama yang direncanakan membentang di Kali Demba, dengan lebar sungai mencapai 60 meter.
Hingga kini, masyarakat masih menunggu realisasi pembangunan karena jembatan ini dianggap sebagai akses strategis yang akan membuka keterhubungan lebih luas antar kampung di Distrik Demba.Jembatan inilah yang oleh warga disebut sebagai jembatan politik.
Karena tiap pimpinan menjanjikan pembangunan jembatan ini. Andre Tonater bersama warga kampung berharap di kepemimpinan Bupati dan Wakil Bupati F.X Mote dan Yowel Boari jembatan ini bukan lagi sekedar wacana semata.
Warga yang melintas mulai dari pelajar maupun masyarakat kampung, terpaksa harus berenang untuk menyebrang. tidak jarang, celana dan baju di masukkan dalam tas plastik, sebelum menyeberang.
Warga pun berharap suara ini mendapat perhatian serius, agar pembangunan jembatan permanen segera terwujud dan tidak ada lagi masyarakat yang harus mempertaruhkan nyawa setiap kali melintas. Tidak hanya bagi pemerintah kabupaten Waropen tapi juga lewat kewenangan Pemerintah Provinsi Papua dan Pemerintah Pusat. (il/wen)
Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos
BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOSÂ https://www.myedisi.com/cenderawasihpos