Tuesday, September 17, 2024
26.7 C
Jayapura

Butuh Kolaborasi Riset dan Kajian Berbagai Ilmu Untuk Hasil Lebih Komprehensif

Menguak Situs Gunung Srobu Jejak Sejarah Peradaban Budaya di Papua  (Bagian II)

Situs Srobu memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan dan dimanfaatkan. Tidak hanya untuk penelitian tetapi juga untuk kepentingan yang dapat secara langsuang maupun tidak langsung menyejahterahkan masyarakat, yaitu dengan menjadikannya sebagai tempat pendidikan dan destinasi wisata pendidikan.

Laporan: Jimianus Karlodi_Jayapura

Peneliti Badan Riset Dan Inovasi Nasional (BRIN), Erlina Novita Itje menyampaikan butuh suatu kebijakan pengelolaan situs yang tepat, sehingga dalam pemanfaatannya kondisi situs tetap lestari dan kesejahteraan masyarakat tercapai. Karena itu,  kajian nilai penting situs merupakan modal utama dalam pengelolaan pelestarian situs yang sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.

   Karena sesungguhnya tujuan utama pelestarian menurut undang-undang tersebut

adalah nilai-nilai yang dikandung dalam benda budaya dimaksud. Erlin, sampaikan bahwa dengan ditetapkannya situs Gunung Srobu sebagai cagar budaya Kota Jayapura, maka aktivitas pelestarian situs pun sudah bisa dilakukan oleh instansi yang terkait seperti Dinas Pendidikan dan kebudayaan baik kota maupun provinsi. Tidak hanya itu Balai Pelestarian kebudayaan (BPK) Wilayah 22 provinsi Papua turut terlibat dalam untuk menjaga dan merawat situs tersebut.

   Kegiatan yang dilakukan BPK dalam Delenasi Gunung Srobu bertujuan untuk memberikan batasan-batasan ruangan yang ada di situs Gunung Srobu. Perlu diketahui, butuh waktu belasan tahun lamanya, situs Gunung Srobu ditetapkan sebagai cagar budaya Kota Jayapura.

Baca Juga :  Pemkab Minta Jangan Ada Pemadaman Listrik Saat FBLB

   Erlin mengatakan situs Gunung Srobu ini bukan situs yang kecil, tentunya peneliti perlu waktu yang cukup lama untuk mengetahui aktivitas di dalam situs tersebut dan bahkan nilai budaya yang ada didalamnya belum tercover semua riset tersebut.

  Riset tersebut kata Erlin masih dalam riset Arkeologi. Dia mengharapkan kedepannya ada juga riset dari kajian ilmu yang berbeda seperti yang telah dilakukan yaitu dari bidang ilmu Genetika atau DNA dari manusia. Kemudian dari kajian ilmu yang lain seperti Botani, Seni, dan kajian ilmu yang lainya.

   “Bagusnya itu ada kolaborasi riset dari kajian ilmu yang lain supaya dapat hasil yang lebih komprehensif lagi, karena arkeologi sendiri bukan lagi ilmu yang bisa berdiri sendiri tetapi multi disipliner, jadi banyak ilmu yang harus membantu untuk menjawab persoalan-persoalan arkeologi yang tidak bisa dijawab secara arkeologi,” bebernya.

  Adapun kendala yang dihadapi selama penelitian seperti Pemalangan, hak Ulayat dan masih banyak lainnya yang Erlin tidak bisa menyebutkan satu persatu. Kendala tersebut kata Erlina tidak menjadi persoalan untuk menghambat penelitian yang dilakukan oleh Tim nya itu.

  Disampaikannya dalam satu tahun Ia dan Timnya itu hanya bisa melakukan 10 kali atau lebih untuk melakukan riset. “Kita sudah banyak melakukan sosialisasi kepada masyarakat adat, berjalan baik, dukungan dari toko adat, kalaupun ada masalah yang kecil-kecil bukan menjadi hambatan untuk kita melakukan riset,” ungkapnya.

Baca Juga :  Landasan Licin, Pesawat Tabrak Bukit

   “Kami disini bukan untuk mengambil punya orang, kami disini datang itu, ini kita punya, ini ini milik kita bersama, ini kebanggaan Papua ayo kita lestarikan, ini adalah identitas Papua,” tambahnya.

  Ini adalah identitas kita bersama bahwa Papua punya maslalu yang menggambarkan leluhur orang Papua bukan leluhur yang sembarang yang bisa menghasilkan teknologi yang tidak kalah jauh dengan daerah lain.

  Tidak sampai disitu saja, dari penemuan tersebut juga menggambarkan nenek moyang orang Papua punya nilai gotong royong yang tinggi dilihat dari peninggalan yang ditemukan di gunung Srobu. Erlina mengharapkan nilai gotong royong itu bisa dilanjutkan oleh anak-anak moderen sekarang ini.

  Adapun sample yang diambil berasal dari  dari tulang petrusis atau Petrus diambil dari tulang kepala dekat telinga dan juga ambil dari gigi dengan cara pengeboran. Kemudian sampel tersebut dibawakan ke Adelaide, Australia untuk diproses pengecekan lebih lanjut oleh tim ahli.

Untuk sementara sampel masih dalam tahap proses tritmen dikarenakan tidak semua sample yang diambil itu bagus untuk ditindaklanjuti.

Menguak Situs Gunung Srobu Jejak Sejarah Peradaban Budaya di Papua  (Bagian II)

Situs Srobu memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan dan dimanfaatkan. Tidak hanya untuk penelitian tetapi juga untuk kepentingan yang dapat secara langsuang maupun tidak langsung menyejahterahkan masyarakat, yaitu dengan menjadikannya sebagai tempat pendidikan dan destinasi wisata pendidikan.

Laporan: Jimianus Karlodi_Jayapura

Peneliti Badan Riset Dan Inovasi Nasional (BRIN), Erlina Novita Itje menyampaikan butuh suatu kebijakan pengelolaan situs yang tepat, sehingga dalam pemanfaatannya kondisi situs tetap lestari dan kesejahteraan masyarakat tercapai. Karena itu,  kajian nilai penting situs merupakan modal utama dalam pengelolaan pelestarian situs yang sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.

   Karena sesungguhnya tujuan utama pelestarian menurut undang-undang tersebut

adalah nilai-nilai yang dikandung dalam benda budaya dimaksud. Erlin, sampaikan bahwa dengan ditetapkannya situs Gunung Srobu sebagai cagar budaya Kota Jayapura, maka aktivitas pelestarian situs pun sudah bisa dilakukan oleh instansi yang terkait seperti Dinas Pendidikan dan kebudayaan baik kota maupun provinsi. Tidak hanya itu Balai Pelestarian kebudayaan (BPK) Wilayah 22 provinsi Papua turut terlibat dalam untuk menjaga dan merawat situs tersebut.

   Kegiatan yang dilakukan BPK dalam Delenasi Gunung Srobu bertujuan untuk memberikan batasan-batasan ruangan yang ada di situs Gunung Srobu. Perlu diketahui, butuh waktu belasan tahun lamanya, situs Gunung Srobu ditetapkan sebagai cagar budaya Kota Jayapura.

Baca Juga :  Lulusan SMA LB Bisa Lanjut ke Perguruan Tinggi, Atau Kerja Sesuai Bidangnya

   Erlin mengatakan situs Gunung Srobu ini bukan situs yang kecil, tentunya peneliti perlu waktu yang cukup lama untuk mengetahui aktivitas di dalam situs tersebut dan bahkan nilai budaya yang ada didalamnya belum tercover semua riset tersebut.

  Riset tersebut kata Erlin masih dalam riset Arkeologi. Dia mengharapkan kedepannya ada juga riset dari kajian ilmu yang berbeda seperti yang telah dilakukan yaitu dari bidang ilmu Genetika atau DNA dari manusia. Kemudian dari kajian ilmu yang lain seperti Botani, Seni, dan kajian ilmu yang lainya.

   “Bagusnya itu ada kolaborasi riset dari kajian ilmu yang lain supaya dapat hasil yang lebih komprehensif lagi, karena arkeologi sendiri bukan lagi ilmu yang bisa berdiri sendiri tetapi multi disipliner, jadi banyak ilmu yang harus membantu untuk menjawab persoalan-persoalan arkeologi yang tidak bisa dijawab secara arkeologi,” bebernya.

  Adapun kendala yang dihadapi selama penelitian seperti Pemalangan, hak Ulayat dan masih banyak lainnya yang Erlin tidak bisa menyebutkan satu persatu. Kendala tersebut kata Erlina tidak menjadi persoalan untuk menghambat penelitian yang dilakukan oleh Tim nya itu.

  Disampaikannya dalam satu tahun Ia dan Timnya itu hanya bisa melakukan 10 kali atau lebih untuk melakukan riset. “Kita sudah banyak melakukan sosialisasi kepada masyarakat adat, berjalan baik, dukungan dari toko adat, kalaupun ada masalah yang kecil-kecil bukan menjadi hambatan untuk kita melakukan riset,” ungkapnya.

Baca Juga :  Ketua LMA Tersinggung Jika Danramil Disanksi

   “Kami disini bukan untuk mengambil punya orang, kami disini datang itu, ini kita punya, ini ini milik kita bersama, ini kebanggaan Papua ayo kita lestarikan, ini adalah identitas Papua,” tambahnya.

  Ini adalah identitas kita bersama bahwa Papua punya maslalu yang menggambarkan leluhur orang Papua bukan leluhur yang sembarang yang bisa menghasilkan teknologi yang tidak kalah jauh dengan daerah lain.

  Tidak sampai disitu saja, dari penemuan tersebut juga menggambarkan nenek moyang orang Papua punya nilai gotong royong yang tinggi dilihat dari peninggalan yang ditemukan di gunung Srobu. Erlina mengharapkan nilai gotong royong itu bisa dilanjutkan oleh anak-anak moderen sekarang ini.

  Adapun sample yang diambil berasal dari  dari tulang petrusis atau Petrus diambil dari tulang kepala dekat telinga dan juga ambil dari gigi dengan cara pengeboran. Kemudian sampel tersebut dibawakan ke Adelaide, Australia untuk diproses pengecekan lebih lanjut oleh tim ahli.

Untuk sementara sampel masih dalam tahap proses tritmen dikarenakan tidak semua sample yang diambil itu bagus untuk ditindaklanjuti.

Berita Terbaru

Artikel Lainnya