Sunday, April 28, 2024
27.7 C
Jayapura

Perketat Pengawasan, Kecolongan Bisa Picu Kerugian Besar

Upaya Balai Karantina Jayapura Mencegah Masuknya HPHK dan OPTK di Papua

Hingga saat ini Papua masih menjadi zona hijau, bebas dari penyebaran Hama Penyakit Hewan Karantina (HPHK) maupun Organisasme Penggaung Tumbuhan Karantina (OPTK). Pengawasan harus dilakukan dengan ketat, supaya tidak kecolongan yang bisa memicu kerugian dan dampak ekomi yang besar. Lantas bagaiman upaya Balai Karantina Jayapura dalam pencegahan penyakit pada hewan mupuan tumbuhan ini?

Laporan: Carolus Daot_Jayapura

Kepala Balai Karantina Kelas I Jayapura, drh. Muhlis Natsir, M.Kes, mengungkapkan jelang natal dan tahun baru (Nataru) pihaknya akan melakukan pengawasan ketat di setiap pintu pintu masuk ke Papua.

  Seperti halnya  di Bandara, Pelabuhan, Pos Lintas Batas Negara (PLBN), Kantor Pos, maupun pos lainnya. Hal ini  untuk mencegah masuknya Media Pembawa Hama Penyakit Hewan Karantina (HPHK) dan Organisme Penggangu Tumbuhan Karantina (OPTK) ke Papua.

  “Upaya pengawasan yang kami lakukan selama ini dengan membuka posko di setiap pos, jadi kami akan selalu jaga di setiap posko yang ada, terutama jelang Nartaru,” ungkap Muhlis, Senin, (19/12).

  Dikatakan sejak adanya kasus penyakit mulut dan kuku (PMK) di Indonesia, Provinsi Papua masih masuk zona Hijau atau nol kasus PMK. Hal ini membuktikan bahwa sistem pengawasan yang dilakukan oleh Balai Karantina Kelas I Jayapura sangat ketat.

   Pengawasan ini kata Muhlis, bukan hanya dilakukan oleh pihak Balai Karantina Kelas I Jayapura, tetapi melalui dukungan pihak lain salah satunya pemerintah. “Kami tidak kerja sendiri, tetapi dukungan dari stakeholder juga sangat berperan menjaga Papua ini dari penyakit Mulut dan Kuku,” kata Muhlis.

  Muhlis menyampaikan apresiasi atas dukungan semua pihak, yang terus bekerja keras melakukan pengawasan terhadap kasus PMK. Pasalnya wabah kasus PMK hampir tersebar di seluruh wilayah di Indonesia, namun berkat kerja keras Balai Karantina Kelas I Jayapura bersama stakeholder terkait,   Papua masih bebas dari kasus PMK.

Baca Juga :  “Ibarat Mau Berburu Babi Hutan, Dapat Tikus Tanah pun Harus Disyukuri”

  “Saya sangat apresiasi bagaimana kita di Papua bekerja untuk mengatasi hal ini, walaupun hampir seluruh wilayah di Indonesia sudah terkena PMK, tetapi kita yang di Papua masih aman,” ungkap Muhlis.

  Muhlis menjelaskan bahwa penyakit mulut dan kuku adalah jenis virus apto vilos dan gejala klinis. Dampak dari   kasus  PMK, ini terjadi demam tinggi pada hewan rentan bisa capai 41 derajat celcius, kemudian adanya lepuh dan erosi sekitar mulut, pengeluaran air liur yang berlebihan. Moncong hidung, gusi kulit dan kuku. Penyakit PMK ini adalah penyakit menular antara hewan ternak satu dan lainya.

   Selain itu PMK merupakan penyakit yang sangat menular. Dimana virus banyak terdapat dalam jaringan, sekresi dan eksresi sebelum dan pada waktu timbulnya gejala klinis. Hal ini sering terjadi pada hewan yang peka tertular melalui kontak dengan hewan atau bahan tercemar, jalur inhalasi (pernafasan), ingesti (mulut/makan) dan melalui perkawinan alami ataupun buatan.

  Untuk itu, ia  menyarankan apabila ada hewan demam tinggi atau sakit segera laporkan ke Dokter Hewan atau Puskeswan atau Dinas kesehatan Hewan. Selain itu dia juga menegaskan jika ada hewan sakit harus dipisahkan dan jangan dijual. Yang tidak kalah penting bisa menjaga kebersihan kandang, alat, dan orang yang menangani hewan.

   “Kalau ada hewan yang sakit, segera bawa ke klinik hewan agar segera ditangani oleh dokter hewan. Meski saat ini Provinsi Papua masih normal atau belum terpapar, namun hal ini tujuannya hanya lebih kepada antisipasi,” ujar Muhlis.

Baca Juga :  Ibu yang Cemas Itu Gendong Anaknya Seberangi Sungai

  Muhlis menyebutkan memang hewan yang terpapar penyakit PMK masih bisa dikonsumsi, dan tidak menular kemanusia, namun dampak yang akan terjadi jika penyakit PMK ini masuk di Papua. Tentunya akan berpengaruh pada nilai jual produk atau daging akan menurun.

  “Penyakit  PMK memang tidak menular ke manusia, tidak sama dengan virus covid 19. Dan tidak masuk dalam kategori zoonosis, tetapi kau sampai masuk ke Papua maka nilai jual dari produk atqu daging dari hewqn berkukuh belah akan menurun, tentu hal ini juga akan berpengaruh pada peningatan ekonomi di Papua,” ujarnya.

  Iapun mengunkapkan apabila ada pihak yang ingin membawa produk atau daging ke Papua harus dilengkapi dengan surat izin dari Balai Karantina daerah asal, jika tidak tentu tidak dapat dijamin kesehatannya dan beresiko tinggi menyebarkan penyakit. Sehingga pihak Balai Karantina Jayapura akan menindak tegas dengan memusnahkan produk tersebut.

  “Kalau ada yang bawa produk, tapi tidak lengkap dengan surat izin, maka kami tidak segan segan untuk memusnahkan produk tersebut,” tegas dia.

   Muhlis berharap agar masyarakat turut ambil bagian dalam menjaga tanah Papua tetap dalam zona aman dari kasus PMK. Semoga suasana natal ini berjalan baik, tanpa adanya hambatan, tentunya dengan menjaga agar tidak ada orang yang bawa masuk Media Pembawa Hama Penyakit Hewan Karantina dan Organiesme penggangu Timbuhan Karantina ke Papua,” ungkapnya. (*/tri))

Upaya Balai Karantina Jayapura Mencegah Masuknya HPHK dan OPTK di Papua

Hingga saat ini Papua masih menjadi zona hijau, bebas dari penyebaran Hama Penyakit Hewan Karantina (HPHK) maupun Organisasme Penggaung Tumbuhan Karantina (OPTK). Pengawasan harus dilakukan dengan ketat, supaya tidak kecolongan yang bisa memicu kerugian dan dampak ekomi yang besar. Lantas bagaiman upaya Balai Karantina Jayapura dalam pencegahan penyakit pada hewan mupuan tumbuhan ini?

Laporan: Carolus Daot_Jayapura

Kepala Balai Karantina Kelas I Jayapura, drh. Muhlis Natsir, M.Kes, mengungkapkan jelang natal dan tahun baru (Nataru) pihaknya akan melakukan pengawasan ketat di setiap pintu pintu masuk ke Papua.

  Seperti halnya  di Bandara, Pelabuhan, Pos Lintas Batas Negara (PLBN), Kantor Pos, maupun pos lainnya. Hal ini  untuk mencegah masuknya Media Pembawa Hama Penyakit Hewan Karantina (HPHK) dan Organisme Penggangu Tumbuhan Karantina (OPTK) ke Papua.

  “Upaya pengawasan yang kami lakukan selama ini dengan membuka posko di setiap pos, jadi kami akan selalu jaga di setiap posko yang ada, terutama jelang Nartaru,” ungkap Muhlis, Senin, (19/12).

  Dikatakan sejak adanya kasus penyakit mulut dan kuku (PMK) di Indonesia, Provinsi Papua masih masuk zona Hijau atau nol kasus PMK. Hal ini membuktikan bahwa sistem pengawasan yang dilakukan oleh Balai Karantina Kelas I Jayapura sangat ketat.

   Pengawasan ini kata Muhlis, bukan hanya dilakukan oleh pihak Balai Karantina Kelas I Jayapura, tetapi melalui dukungan pihak lain salah satunya pemerintah. “Kami tidak kerja sendiri, tetapi dukungan dari stakeholder juga sangat berperan menjaga Papua ini dari penyakit Mulut dan Kuku,” kata Muhlis.

  Muhlis menyampaikan apresiasi atas dukungan semua pihak, yang terus bekerja keras melakukan pengawasan terhadap kasus PMK. Pasalnya wabah kasus PMK hampir tersebar di seluruh wilayah di Indonesia, namun berkat kerja keras Balai Karantina Kelas I Jayapura bersama stakeholder terkait,   Papua masih bebas dari kasus PMK.

Baca Juga :  Libatkan Sejumlah Instansi, Berbagai Kegiatan Akan Digelar

  “Saya sangat apresiasi bagaimana kita di Papua bekerja untuk mengatasi hal ini, walaupun hampir seluruh wilayah di Indonesia sudah terkena PMK, tetapi kita yang di Papua masih aman,” ungkap Muhlis.

  Muhlis menjelaskan bahwa penyakit mulut dan kuku adalah jenis virus apto vilos dan gejala klinis. Dampak dari   kasus  PMK, ini terjadi demam tinggi pada hewan rentan bisa capai 41 derajat celcius, kemudian adanya lepuh dan erosi sekitar mulut, pengeluaran air liur yang berlebihan. Moncong hidung, gusi kulit dan kuku. Penyakit PMK ini adalah penyakit menular antara hewan ternak satu dan lainya.

   Selain itu PMK merupakan penyakit yang sangat menular. Dimana virus banyak terdapat dalam jaringan, sekresi dan eksresi sebelum dan pada waktu timbulnya gejala klinis. Hal ini sering terjadi pada hewan yang peka tertular melalui kontak dengan hewan atau bahan tercemar, jalur inhalasi (pernafasan), ingesti (mulut/makan) dan melalui perkawinan alami ataupun buatan.

  Untuk itu, ia  menyarankan apabila ada hewan demam tinggi atau sakit segera laporkan ke Dokter Hewan atau Puskeswan atau Dinas kesehatan Hewan. Selain itu dia juga menegaskan jika ada hewan sakit harus dipisahkan dan jangan dijual. Yang tidak kalah penting bisa menjaga kebersihan kandang, alat, dan orang yang menangani hewan.

   “Kalau ada hewan yang sakit, segera bawa ke klinik hewan agar segera ditangani oleh dokter hewan. Meski saat ini Provinsi Papua masih normal atau belum terpapar, namun hal ini tujuannya hanya lebih kepada antisipasi,” ujar Muhlis.

Baca Juga :  Untuk Cegah Korban Jalur Transportasi Sungai, Jalan Strategis Dibangun

  Muhlis menyebutkan memang hewan yang terpapar penyakit PMK masih bisa dikonsumsi, dan tidak menular kemanusia, namun dampak yang akan terjadi jika penyakit PMK ini masuk di Papua. Tentunya akan berpengaruh pada nilai jual produk atau daging akan menurun.

  “Penyakit  PMK memang tidak menular ke manusia, tidak sama dengan virus covid 19. Dan tidak masuk dalam kategori zoonosis, tetapi kau sampai masuk ke Papua maka nilai jual dari produk atqu daging dari hewqn berkukuh belah akan menurun, tentu hal ini juga akan berpengaruh pada peningatan ekonomi di Papua,” ujarnya.

  Iapun mengunkapkan apabila ada pihak yang ingin membawa produk atau daging ke Papua harus dilengkapi dengan surat izin dari Balai Karantina daerah asal, jika tidak tentu tidak dapat dijamin kesehatannya dan beresiko tinggi menyebarkan penyakit. Sehingga pihak Balai Karantina Jayapura akan menindak tegas dengan memusnahkan produk tersebut.

  “Kalau ada yang bawa produk, tapi tidak lengkap dengan surat izin, maka kami tidak segan segan untuk memusnahkan produk tersebut,” tegas dia.

   Muhlis berharap agar masyarakat turut ambil bagian dalam menjaga tanah Papua tetap dalam zona aman dari kasus PMK. Semoga suasana natal ini berjalan baik, tanpa adanya hambatan, tentunya dengan menjaga agar tidak ada orang yang bawa masuk Media Pembawa Hama Penyakit Hewan Karantina dan Organiesme penggangu Timbuhan Karantina ke Papua,” ungkapnya. (*/tri))

Berita Terbaru

Artikel Lainnya