Saturday, April 20, 2024
24.7 C
Jayapura

294 Obat Sirup Dinyatakan Aman, di Papua 86.078 Item Obat Sirup Ditarik

Kepala BBPOM Jayapura Mojaza Sirait Soal Hasil Pemeriksaan Obat Sirup Berbahaya

Satu bulan terakhir, masyarakat diresahkan dengan obat sirup berbahaya yang menyebabkan penyakit gagal ginjal akut pada anak. Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) pun melakuka pemeriksaan terhadap produk dan perusahaan produsennya. Lantas seperti apa hasilnya?

Laporan: Carolus Daot-Jayapura

Kepala Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) Jayapura, Mojaza Sirait, S.Si., Apt, menyampaikan  hasil Pengawasan BPOM pusat sebanyak 294 obat sirup aman dikonsumsi. Diantaranya 168 sirup obat, hasil penelusuran data registrasi, sampling dan pengujian. Kemudian 126 item hasil verifikasi terhadap hasil pengujian (bahan baku) mandiri oleh industri farmasi.

  “Kami (BPOM) baik pusat maupun wilayah  terus berproses menelusuri dan menindaklanjuti kejadian cemaran EG/DEG pada sirup obat hingga ke akar permasalahannya,” ujar Mozasa di ruang kerjanya, jumat, (18/11).

  Mozasa mengungkapkan setelah dilakukan investigasi oleh BPOM pusat, ada 5 industri, Farmasi yakni PT Yarindo Farmatama, PT Universal Pharmaceutical Industries, PT Afi Farma, PT Samco Farma dan PT Ciubros Farma. Kelimanya, terbukti memproduksi sirup dengan kadar cemaran EG/DEG melebihi ambang batas.

  Selain itu, sebanyak 2 (dua) Pedagang Besar Farmasi (PBF) juga terlibat dalam peredaran bahan baku Propilen Glikol tidak memenuhi syarat (TMS). Dan 1 (satu) distributor bahan kimia yang melakukan pemalsuan/pengoplosan propilen glikol (PG) yakni, CV Samudra Chemical.

Baca Juga :  Untuk Cegah Korban Jalur Transportasi Sungai, Jalan Strategis Dibangun

  Adapun langkah tegas dari BPOM, Kata Mozasa, kepada pelaku pihak yang melanggar ketentuan UU perlindungan Konsumen. Adalah dengan memberikan  Sanksi administrtif dan sanki hukum.

  Sanksi Administratif berupa pencabutan sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), Pencabutan izin edar produk sirup obat, Penghentian kegiatan produksi Penarikan semua sirup obat dari peredaran. Pemusnahan semua persediaan (stock) sirup obat. Sementara kepada PBF diberikan sanksi administrasi berupa Pencabutan Sertifikat Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB). Sementara sanksi Hukum, sesuai dengan Hukum yang berlaku

  “Ini semua kami lakukan sebagai upaya perlindungan kesehatan masyarakat, tetapi hal ini juga menjadi upaya dalam perbaikan sistem jaminan keamanan dan mutu obat di Indonesia,” tegas Mozasa.

  Dalam pengawasan obat yang diedarkan oleh 5 IF ini, kata Mozasa, BPOM telah mengidentifikasi adanya gap dalam sistem jaminan keamanan dan mutu obat dari hulu ke hilir, antara lain, pemasukan Bahan Pelarut yang merupakan komoditi non-lartas yang tidak melalui pengawasan dan tidak memiliki Surat Keterangan Impor (SKI) BPOM.

  Selain itu tidak adanya ketentuan batas cemaran EG/DEG dalam produk obat jadi pada Farmakope Indonesia maupun internasional. Kondisi maturitas IF yang beragam, yang harus dijadikan dasar untuk penetapan kebijakan yang berdampak pada masyarakat luas dan ekonomi.

Baca Juga :  Sempat Berhenti Karena Pandemi, Kini Mulai Aktif Layani Pesanan   

  Sementara di Papua, kata Mojaza per Kamis (18/11) mengatakan, sebanyak 86.078 item sirup obat yang sudah ditarik peredarannya. Ini bukti tindak lanjut BBPOM Jayapura terhadap pengawalan proses penarikan obat yang mengandung EG dan DG di seluruh Provinsi Papua.

  Pihaknya sudah berkordinasi dengan  Instalasi Farmasi Kab/Kota untuk persiapan mekanisme pemusnahan terhadap sirup obat tersebut. “Mekanismenya, karena sirup obat yang kita tarik edaranya merupakan barang Milik Negara, maka langkah pemusnahannya harus hati-hati, karena ini menyangkut data,” ujar Mozasa.

  Ia pun menyatakan pihaknya juga masiv membangun komunikasi dengan Organisasi Profesi Ikatan Apoteker Indonesia agar memantau peredaran sirup obat yang sudah dicabut ijin edarnya di setiap wilayah.

  “Dari 86.078 item semuanya sudah dikembalikan ke sarana pelayanan ke Pedagang Besar Farmasi dan akan dimusnahkan secepatnya,” imbuhnya.

  Sementara temuan obat paling banyak kata Mozasa adalah di Kota Jayapura. Hal ini disebabkan karena sebagian  besar Pedagang Besar Farmasi ada di Kota Jayapura.

  Mozasa menghimbau kepada masyarakat agar menggunakan obat sirup yang sudah dinyatakan aman. “Jika sakit agar berkonsultasi dengan tenaga Kesehatan (dokter, apoteker) Jika akan melakukan pengobatan sendiri (swamedikasi) agar berkonsultasi dengan apoteker,” harap Mozasa. (*/tri)

Kepala BBPOM Jayapura Mojaza Sirait Soal Hasil Pemeriksaan Obat Sirup Berbahaya

Satu bulan terakhir, masyarakat diresahkan dengan obat sirup berbahaya yang menyebabkan penyakit gagal ginjal akut pada anak. Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) pun melakuka pemeriksaan terhadap produk dan perusahaan produsennya. Lantas seperti apa hasilnya?

Laporan: Carolus Daot-Jayapura

Kepala Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) Jayapura, Mojaza Sirait, S.Si., Apt, menyampaikan  hasil Pengawasan BPOM pusat sebanyak 294 obat sirup aman dikonsumsi. Diantaranya 168 sirup obat, hasil penelusuran data registrasi, sampling dan pengujian. Kemudian 126 item hasil verifikasi terhadap hasil pengujian (bahan baku) mandiri oleh industri farmasi.

  “Kami (BPOM) baik pusat maupun wilayah  terus berproses menelusuri dan menindaklanjuti kejadian cemaran EG/DEG pada sirup obat hingga ke akar permasalahannya,” ujar Mozasa di ruang kerjanya, jumat, (18/11).

  Mozasa mengungkapkan setelah dilakukan investigasi oleh BPOM pusat, ada 5 industri, Farmasi yakni PT Yarindo Farmatama, PT Universal Pharmaceutical Industries, PT Afi Farma, PT Samco Farma dan PT Ciubros Farma. Kelimanya, terbukti memproduksi sirup dengan kadar cemaran EG/DEG melebihi ambang batas.

  Selain itu, sebanyak 2 (dua) Pedagang Besar Farmasi (PBF) juga terlibat dalam peredaran bahan baku Propilen Glikol tidak memenuhi syarat (TMS). Dan 1 (satu) distributor bahan kimia yang melakukan pemalsuan/pengoplosan propilen glikol (PG) yakni, CV Samudra Chemical.

Baca Juga :  Bagian dari Skema Gelembung, 66 Bus Siap Antar Jemput

  Adapun langkah tegas dari BPOM, Kata Mozasa, kepada pelaku pihak yang melanggar ketentuan UU perlindungan Konsumen. Adalah dengan memberikan  Sanksi administrtif dan sanki hukum.

  Sanksi Administratif berupa pencabutan sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), Pencabutan izin edar produk sirup obat, Penghentian kegiatan produksi Penarikan semua sirup obat dari peredaran. Pemusnahan semua persediaan (stock) sirup obat. Sementara kepada PBF diberikan sanksi administrasi berupa Pencabutan Sertifikat Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB). Sementara sanksi Hukum, sesuai dengan Hukum yang berlaku

  “Ini semua kami lakukan sebagai upaya perlindungan kesehatan masyarakat, tetapi hal ini juga menjadi upaya dalam perbaikan sistem jaminan keamanan dan mutu obat di Indonesia,” tegas Mozasa.

  Dalam pengawasan obat yang diedarkan oleh 5 IF ini, kata Mozasa, BPOM telah mengidentifikasi adanya gap dalam sistem jaminan keamanan dan mutu obat dari hulu ke hilir, antara lain, pemasukan Bahan Pelarut yang merupakan komoditi non-lartas yang tidak melalui pengawasan dan tidak memiliki Surat Keterangan Impor (SKI) BPOM.

  Selain itu tidak adanya ketentuan batas cemaran EG/DEG dalam produk obat jadi pada Farmakope Indonesia maupun internasional. Kondisi maturitas IF yang beragam, yang harus dijadikan dasar untuk penetapan kebijakan yang berdampak pada masyarakat luas dan ekonomi.

Baca Juga :  Buat Batik Ciprat dan Tulis, Tembus Pasar Mancanegara

  Sementara di Papua, kata Mojaza per Kamis (18/11) mengatakan, sebanyak 86.078 item sirup obat yang sudah ditarik peredarannya. Ini bukti tindak lanjut BBPOM Jayapura terhadap pengawalan proses penarikan obat yang mengandung EG dan DG di seluruh Provinsi Papua.

  Pihaknya sudah berkordinasi dengan  Instalasi Farmasi Kab/Kota untuk persiapan mekanisme pemusnahan terhadap sirup obat tersebut. “Mekanismenya, karena sirup obat yang kita tarik edaranya merupakan barang Milik Negara, maka langkah pemusnahannya harus hati-hati, karena ini menyangkut data,” ujar Mozasa.

  Ia pun menyatakan pihaknya juga masiv membangun komunikasi dengan Organisasi Profesi Ikatan Apoteker Indonesia agar memantau peredaran sirup obat yang sudah dicabut ijin edarnya di setiap wilayah.

  “Dari 86.078 item semuanya sudah dikembalikan ke sarana pelayanan ke Pedagang Besar Farmasi dan akan dimusnahkan secepatnya,” imbuhnya.

  Sementara temuan obat paling banyak kata Mozasa adalah di Kota Jayapura. Hal ini disebabkan karena sebagian  besar Pedagang Besar Farmasi ada di Kota Jayapura.

  Mozasa menghimbau kepada masyarakat agar menggunakan obat sirup yang sudah dinyatakan aman. “Jika sakit agar berkonsultasi dengan tenaga Kesehatan (dokter, apoteker) Jika akan melakukan pengobatan sendiri (swamedikasi) agar berkonsultasi dengan apoteker,” harap Mozasa. (*/tri)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya