Friday, March 29, 2024
26.7 C
Jayapura

Desak Desakan dan Angkat Beban, Bukan Penghalang  Untuk Berpuasa

TKBM Pelabuhan Jayapura yang Tetap Bekerja di Tengah Menjalankan Ibadah Puasa

Saat berpuasa orang cenderung mengurangi aktifitas fisik yang menguras tenaga dan keringat, agar tetap bertahan ke waktu buka puasa. Namun, sebagian Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) di Pelabuhan Jayapura, tetap harus bekerja keras memikul beban di tengah puasa dan cuaca panas. Bagaimana mereka bertahan untuk tetap berpuasa?

Laporan: Elfira_Jayapura

Desak desakan penumpang kapal dan Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM)  terlihat di atas kapal KM Dobonsolo, Minggu (17/4) sore sebelum adzan magrib berkumandang. Ada yang asyik makan atau minum, ada juga yang sedang menjalankan ibadah puasa salah satunya adalah Bapak Abdullah seorang TKBM yang ditemui Cenderawasih Pos sesaat sebelum waktu berbuka puasa.

  Penumpang naik diiringi dengan para TKBM meletakkan barang penumpang di atas pundak mereka, di lain sudut, TKBM lainnya sedang nego harga dengan warga yang hendak menggunakan jasa TKBM di atas kapal.

   Pemandangan seperti ini bukanlah hal baru, desak desakan hingga teriakan “buruh buruh, buruh buruh” ada juga teriakan “hati hati, jaga tas awas copet”. Selepas mengangkat barang milik penumpang KM Dobonsolo, Cenderawasih Pos berkesempatan ngobrol dengan Abdullah. Seorang TKBM yang tinggal di Kota Jayapura dengan tinggi badan 175cm.

Baca Juga :  Ada Teriakan ”Air Laut Naik”, yang Sakit pun Digotong ke Pikap

  Menjadi TKBM dengan mengangkat beban berat dan berdesak desakan di tangga kapal maupun dalam kapal, tak lantas membuat ayah 9 anak ini enggan berpuasa. “Puasa terus, belum pernah batal,” ucapnya sembari meletakkan air mineral di samping kirinya menunggu waktu berbuka.

  Hanya saja, ada perbedaan aktivitas kerja. Jika tak puasa, ayah 9 anak ini bisa memikul barang penumpang tiga kali naik. Dengan menjalankan ibadah puasa, ia hanya mampu memikul 1 kali barang penumpang.

   Baginya, pekerjaan bukanlan suatu alasan untuk tidak menjalankan ibadah puasa. Bukan juga untuk bermalas malasan. “Hari ini hanya pikul 1 kali saja, alhamdulillah dapat uang Rp 200 ribu,” ucapnya dengan nada yang pelan.

  15 tahun Abdullah menjadi TKBM, dengan waktu yang selama itu. Berbuka puasa saat kapal masuk di Pelabuhan sudah menjadi hal yang biasa, ketika waktu berbuka maka ia memilih mencari tempat duduk di pojokan untuk berbuka puasa mesti itu hanya meneguk air putih.

Baca Juga :  Rombongan Motor Pernah Terseret Banjir, Hingga Gelar Salat di Tiga Titik

   “Kalau ada kapal masuk lalu bertepatan dengan waktu berbuka puasa, tinggalkan pekerjaan lalu berbuka puasa. Biasanya berbuka puasa dengan air dulu, nanti setelahnya baru pulang makan di rumah jika pekerjaan sudah selesai,” tuturnya.

   Banyak duka menjadi seorang TKBM, namun ayah 9 anak ini tetap mensyukurinya. Yang pasti kata dia, hingga saat ini TKBM belum juga disediakan perumahan untuk mereka tinggal. Padahal, di daerah lain TKBM disediakan perumahan untuk ditempati.

  “Rata rata di sini TKBMnya nge kos, termasuk saya sendiri yang masih kos hingga saat ini,” jelasnya.

   Sekalipun nge kos dengan pendapatan seadanya, pria 45 tahun itu mampu menyekolahkan anak anaknya. Ia menyekolahkan anak anaknya dari jerih payahnya menjadi seorang TKBM, namun jika tak ada kapal masuk ia mencari pekerjaan sampingan lainnya. (*/tri)

TKBM Pelabuhan Jayapura yang Tetap Bekerja di Tengah Menjalankan Ibadah Puasa

Saat berpuasa orang cenderung mengurangi aktifitas fisik yang menguras tenaga dan keringat, agar tetap bertahan ke waktu buka puasa. Namun, sebagian Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) di Pelabuhan Jayapura, tetap harus bekerja keras memikul beban di tengah puasa dan cuaca panas. Bagaimana mereka bertahan untuk tetap berpuasa?

Laporan: Elfira_Jayapura

Desak desakan penumpang kapal dan Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM)  terlihat di atas kapal KM Dobonsolo, Minggu (17/4) sore sebelum adzan magrib berkumandang. Ada yang asyik makan atau minum, ada juga yang sedang menjalankan ibadah puasa salah satunya adalah Bapak Abdullah seorang TKBM yang ditemui Cenderawasih Pos sesaat sebelum waktu berbuka puasa.

  Penumpang naik diiringi dengan para TKBM meletakkan barang penumpang di atas pundak mereka, di lain sudut, TKBM lainnya sedang nego harga dengan warga yang hendak menggunakan jasa TKBM di atas kapal.

   Pemandangan seperti ini bukanlah hal baru, desak desakan hingga teriakan “buruh buruh, buruh buruh” ada juga teriakan “hati hati, jaga tas awas copet”. Selepas mengangkat barang milik penumpang KM Dobonsolo, Cenderawasih Pos berkesempatan ngobrol dengan Abdullah. Seorang TKBM yang tinggal di Kota Jayapura dengan tinggi badan 175cm.

Baca Juga :  Efektif Berjalan Tahun 2024, Masih Dilakukan Penyesuaian Anggaran

  Menjadi TKBM dengan mengangkat beban berat dan berdesak desakan di tangga kapal maupun dalam kapal, tak lantas membuat ayah 9 anak ini enggan berpuasa. “Puasa terus, belum pernah batal,” ucapnya sembari meletakkan air mineral di samping kirinya menunggu waktu berbuka.

  Hanya saja, ada perbedaan aktivitas kerja. Jika tak puasa, ayah 9 anak ini bisa memikul barang penumpang tiga kali naik. Dengan menjalankan ibadah puasa, ia hanya mampu memikul 1 kali barang penumpang.

   Baginya, pekerjaan bukanlan suatu alasan untuk tidak menjalankan ibadah puasa. Bukan juga untuk bermalas malasan. “Hari ini hanya pikul 1 kali saja, alhamdulillah dapat uang Rp 200 ribu,” ucapnya dengan nada yang pelan.

  15 tahun Abdullah menjadi TKBM, dengan waktu yang selama itu. Berbuka puasa saat kapal masuk di Pelabuhan sudah menjadi hal yang biasa, ketika waktu berbuka maka ia memilih mencari tempat duduk di pojokan untuk berbuka puasa mesti itu hanya meneguk air putih.

Baca Juga :  Siapa Lagi yang Mau Lihat Orang-orang Papua Kalau Bukan “Kita” Sendiri

   “Kalau ada kapal masuk lalu bertepatan dengan waktu berbuka puasa, tinggalkan pekerjaan lalu berbuka puasa. Biasanya berbuka puasa dengan air dulu, nanti setelahnya baru pulang makan di rumah jika pekerjaan sudah selesai,” tuturnya.

   Banyak duka menjadi seorang TKBM, namun ayah 9 anak ini tetap mensyukurinya. Yang pasti kata dia, hingga saat ini TKBM belum juga disediakan perumahan untuk mereka tinggal. Padahal, di daerah lain TKBM disediakan perumahan untuk ditempati.

  “Rata rata di sini TKBMnya nge kos, termasuk saya sendiri yang masih kos hingga saat ini,” jelasnya.

   Sekalipun nge kos dengan pendapatan seadanya, pria 45 tahun itu mampu menyekolahkan anak anaknya. Ia menyekolahkan anak anaknya dari jerih payahnya menjadi seorang TKBM, namun jika tak ada kapal masuk ia mencari pekerjaan sampingan lainnya. (*/tri)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya