Menurutnya keberhasilan MBG baru dapat tercapai jika penyajian makanan benar-benar memperhatikan keseimbangan zat gizi sesuai dengan standar Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan.
Di tempat yang sama Dosen gizi Poltekkes Jayapura Sanya Anda Lusiana, SP. M.Si juga mengatakan hal yang sama. Ia berharap ahli gizi yang telah ada di setiap SPPG dapat menghitung siklus menu dari setiap porsi MBG dengan baik.
Hal ini dilakukan agar penerapannya di lapangan dapat diterapkan dan ditaati sesuai prosedur yang telah ditetapkan sehingga tidak dapat sembarang diterapkan atas kemauan sendiri. “Harapannya ketika ada ahli gizi mereka dapat menghitung siklus menu sesuai dengan kecukupan gizi hingga ke penerima manfaat tetap sesuai standar,” jelasnya mengharapkan.
Sementara itu Nia Budhi Astuti, SGz, MPH, dosen lainnya mengatakan takaran porsi MBG yang diberikan kepada penerima manfaat harus berdasarkan jenis kelamin, usia dan aktivitas. “Perbedaannya sudah jelas berbeda. Pada saat usianya berbeda, aktivitasnya berbeda, jenis kelaminnya berbeda pasti kebutuhan masing-masing juga berbeda. Sehingga porsinya juga berbeda dari masing-masing kelompok umur,” jelas Nia.
Sebagai contoh, dosen gizi Poltekkes Jayapura itu menyebut, bahwa kebutuhan untuk bayi, balita, misalnya makan pagi bisa mencapai 400 kilo kalori maka, untuk dewasa bisa mencapai 800 kilo kalori.
Ia berharap di setiap SPPG memiliki alat bantu untuk mengukur dari setiap porsi MBG. Sehingga di setiap MBG yang disalurkan itu dapat sesuai setandar yang di terapkan ahli gizi di setiap SPPG. Hal ini dilakukan agar proses penyaluran lebih cepat dan menghindari kejadian yang tidak diinginkan terjadi seperti ketidaksesuaian porsi.