“Itu yang paling tegang, lihat orang berjalan di atas batu panas tanpa alas kaki,” tutup Aseh. Pada hari terakhir Wakil Bupati Biak Numfor, Jimmy Carter Kapisa dengan penuh rasa bangga menyampaikan bahwa FBMW bukan hanya sekadar ajang hiburan, tetapi juga pintu gerbang untuk masa depan, kepariwisataan baik Wisata Bahari, Wisata Sejarah, hingga Wisata Budaya di Papua dan di Indonesia.
“FBMW adalah kunci untuk membuka potensi besar Biak Numfor sebagai destinasi wisata unggul di Papua. Lebih dari itu, festival ini juga membentuk karakter generasi muda kita, mengajarkan mereka untuk tetap mencintai budaya dan tidak terjerumus dalam derasnya arus globalisasi,” kata Jimmy dalam sambutannya yang disiarkan secara virtual.
Bukan hanya itu, Jimmy juga menegaskan bahwa festival ini memiliki makna yang lebih dalam, yaitu sebagai media pembelajaran bagi generasi muda agar mencintai warisan leluhur mereka dan menjaga agar budaya tidak hilang dimakan zaman. Dua orang pengunjung, Zidan, dan Grace mahasiswa UGM yang sedang KKN di Biak, berbagi kisahnya tentang bagaimana ia terpesona dengan keunikan festival ini.
“Saya beruntung bisa melihat langsung budaya yang sangat kaya. Tarian tradisional, menombak ikan, hingga menari di atas batu panas, semuanya sangat luar biasa. Tapi yang paling berkesan adalah sambutan ramah masyarakat Biak yang membuat saya merasa seperti di rumah sendiri,” ujar Zidan dengan penuh antusias.
Bagi masyarakat Biak, festival ini lebih dari sekadar perayaan, tetapi juga merupakan tonggak penting bagi masa depan yang lebih baik. Seiring berjalannya waktu, festival ini akan terus dikenang sebagai simbol persatuan, kreativitas, menjaga Sejarah, dan kekuatan budaya yang membawa Biak Numfor menuju masa depan yang cerah. (*).
Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos
BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS https://www.myedisi.com/cenderawasihpos