Geliat Pekerja di Pasar Youtefa Pasca Pandemi Covid-19 di Kota JayapuraÂ
Dua tahun lalu tepatnya bulan Maret 2020, Virus Corona ditemukan masuk Kota Jayapura. Pasca temuan virus tersebut, praktis Papua, khususnya Kota Jayapura dilanda pandemi Corona Virus Disease (Covid-19). Dampakya luar biasa, hampir semua sendi kehidupan terkena imbasnya. Lantas geliat masyarakat pekerja di Kota Jayapura setelah melandainya kasus Covid-19 ini?
Laporan: Carolus Daot_Jayapura
Sejak merebaknya Pandemi Covid-19, memang semua aktifitas masyarakat dibatasi, baik jam operasional maupuna pembatasan kerumumnan orang. Praktis, kondisi ini sangat menyulitkan bagi para pekerja atau buruh harian, untuk mendapatkan sesuap nasi.
  Untuk mengantisipasi penyebaran yang lebih luas , Pemkot Jayapura mengambil langkah yang cukup berdampak pada aktifitas sosial masyarakat. Aktifitas yang memungkinan terjadinya kontak langsung dihentikan, dan aktifitas diganti dengan system online. Terutama proses pendidikan.
  Awalnya terasa biasa biasa saja, seiring berjalanya waktu kebijakan ini terasa semakin berat sebab tuntutan hidup terus berjalan. Namun pemasukan untuk menunjang kehidupan rupanya tak lagi didapatkan. Para pekerja baik kantoran maupun swata satu persatu diberhentikan dari tempat kerja.
 Kendati demikian karena pemilik perusahan tak lagi mampu memberikan upah kepada karyawannya. Rupanya mengandalkan doa dan harapan tak cukup untuk mengatasi persoalan ini, sebab uang dan segala kebutuhan tidak akan datang dengan sendirinya hanya lewat doa dan harapan saja.
 Dampak yang paling terasa adanya pandemi ini terjadi pada pekerja buruh bangunan yang mana sejak adanya pandemi semua aktifitas pembangunan di Kota Jayapura tak lagi berjalan normal. Hal ini dikarenakan pemerintah Kota Jayapura lebih fokus menangani persoalan pandemi.
 Dampak pandemi membuat sebagian besar pekerja buruh kehilangan pekerjaan. Dan salah satu pekerja buruh bangunan yang merasakan dampak dari pada adanya pandemi adalah Ita pria asal Bau Bau berusia 54 tahun.
 Ita mengatakan sebelumnya dia bekerja sebagai buru bangunan, namun karena adanya pandemi menyebabkan semua pekerjaanya terhambat. Terhenti dari pekerjaanya itu akhirnya mencari sambilan sebagai pengangkut barang di pasar baru Youtefa Abepura.
 Dia menceritakan awalnya menjadi tukang gerobak di Pasar karena selama adanya pandemi semua pekerjaanya tidak ada yang berjalan, namun karena harus menghidupi keluarganya akhirnya ia memilih untuk menjadi pengangkut barang.
“Sejak adanya pandemi saya kehilangan pekerjaan. Karena ketika itu hampir tidak ada proyek yang berjalan, tidak tau kenapa pada intinya saya mulai kehilangan pekerjaan. Dan kebetulan ada kenalan yang mengajak saya untuk bekerja seperti ini (tukang gerobak), awalnya saya berpikir tidak akan mungkin cukup untuk menghidupi anak dan istri saya di kampung kalau bekerja jadi tukang gerobak. Namun karena hampir 2 ( dua) minggu saya tidak bekerja akhirnya mencoba pekerjaan ini”, tuturnya.
 Karena oprasional Pasar Youtefa Kotaraja hanya malam hari, terpaksa diapun harus bekerja malam. setiap harinya ia bekerja dari sore hingga pagi untuk mengangkut barang milik pedagang yang ada di pasar tersebut dengan menggunakan gerobak.
 Setiap Pukul 16.00 WIT Ita bergegas dari kontrakanya yang ada di Kali Acai menuju Pasar baru Youtefa Abepura untuk bekerja. Sebab para pemasok barang yang berasal dari daerah Koya dan Arso mulai berdatangan untuk menjual hasil taninya kepada pedagang Pasar. Pekerjaanya mengantar barang milik pembeli dari dalam pasar sampai di jalan raya depan Pasar Baru Youtefa Abepura. Tarif untuk satu kali antar sebesar Rp 5 ribu/gerobak. Diapun mengatakan omset harianya tergantung cuaca.
 “Terkadang kalau cuacanya cerah bisa dapat Rp 100 ribu/ hari, tapi kalau lagi hujan mau dapat Rp 50 ribu saja cukup susah karena pembeli sangat berkurang”, tutur Ita kepada Wartawan Rabu, (27/4).
 Di sela menceritakan kisah hidupnya kepada wartawan, tiba tiba ada seruan suara “gerobak gerobak” begitulah teriakan para pedagang kepada pengangkut barang tersebut. Mendengar panggilan itu, Ita pun bergegas menuju tempat jualan lalu mengangkat barangnya pembeli dan
mengantarkannya ke depan jalan raya.
 Dari pantauan Cendrawasih Pos semangat Ayah dari 4 (empat) anak ini sungguh luar biasa di tengah himpitan pengunjung pasar yang cukup padat serta kondisi jalan yang bebatuan semangat mendorong gerobaknya tak pernah pudar. (*/tri)