Pemuda yang dilibatkan adalah mereka yang sering Miras. Tujuannya agar pemuda tersebut memiliki kesibukan pada hal-hal yang positif dan mengurangi hal-hal yang tidak diinginkan. Dalam sehari, mereka bisa mengerjakan dua lampu hias dan dua lusin cangkir
“Rata-rata pemuda yang saya bina pendidikannya terhenti di bangku SD maupun SMA. Dan saya punya tekad membina semua orang yang ada di sekeliling Skouw tanpa terkecuali, sehingga dia bisa kembangkan ilmunya ke tempat mereka masing-masing,” kata pria yang rambutnya mulai memutih ini.
Untuk bahan dasar batok kelapa, Hans dan kelompok binaannya masih swadaya kelompok. Jika ada orderan, mereka akan mencari kelapa dengan melibatkan anak-anak sekolah dan ibu rumah tangga. Nantinya, hasil dari mencari batok kelapa itu akan dihargai dengan uang.
“Dalam seminggu, 2000 hingga 3000 buah kelapa dikumpulkan. Untuk batok kelapa Rp 2000/kg,” ungkap pria 46 tahun ini.
Meski melakukan pembinaan terhadap para pemuda yang ada di kampungnya. Hans mengaku sejak 2015 hingga saat ini, ia tak mendapatkan dukungan dari pemerintah kota. Bahkan, proposal permohonan bantuan yang kerap diajukannya tak pernah digubris.
Hans hanya mendapatkan bantuan dari Dinas Kehutanan Provinsi dan Disperindagkop Papua berupa mesin kopi, mesin batok dan alat lainnya. “Yang saya harapkan dari pemerintah adalah dibangunkan rumah produksi dan rumah penjualan untuk kami. Sebab, mustahil jika rumah penjualan digabung dengan rumah produksi,” ucapnya.
Untuk proses penjualan, Hans masih menggunakan sistem manual. Ke depan, Hans dan kelompoknya akan memasarkan produk mereka secara online usai mendapatkan pembekalan dari Dinas Kominfo Papua. (*/tri)
Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos
BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS https://www.myedisi.com/cenderawasihpos