Mengenang Ragam Kiprah Arifin Panigoro: Dari Bisnis, Politik, Sepak Bola, sampai Kesehatan
Dari pebisnis berjuluk Raja Minyak, Arifin Panigoro mengeluarkan uang tak sedikit dalam upaya mereformasi sepak bola. Dikenal kaya ide, Arifin yang berpulang kemarin juga pernah menduduki jabatan penting di PDIP dan gigih turut memerangi TB.
DI mana pun berkiprah, dengan siapa pun bekerja sama, Arifin Panigoro selalu dikenang sebagai sosok kaya ide. Di bisnis, politik, ataupun sepak bola, dia selalu serius memperjuangkan gagasannya meski tetap realistis.
Dan, kemarin (28/2) sosok banyak ide itu berpulang untuk selamanya.
Pendiri dan pemilik Medco Energi itu tutup usia di Rochester, Minneapolis, Amerika Serikat, pada pukul 14.45 27 Februari waktu setempat atau 03.45 WIB Senin (28/2) dalam usia 76 tahun. ”Pak Arifin mengembuskan napas terakhirnya setelah mendapatkan perawatan intensif di rumah sakit setempat,’’ kata Dirut PT Medco Energi Internasional Tbk Hilmi Panigoro.
Pria yang juga merupakan anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres) itu disebut meninggal karena kanker paru-paru. Dia sempat menjalani perawatan di Mayo Clinic, AS. ”Kami keluarga besar Bapak Arifin Panigoro dan Medco Group berterima kasih atas bantuan dari semua pihak dan pekerja atas dukungan dan doa selama beliau dirawat,’’ jelas Hilmi.
Medco adalah salah satu bukti tangan dingin dan kerja keras sulung 11 bersaudara tersebut. Di bawah komando pria kelahiran Bandung, 14 Maret 1945, itu, Medco Energi tumbuh sebagai perusahaan pertambangan minyak dan gas bumi swasta terbesar di Indonesia. Arifin bahkan sampai dijuluki Raja Minyak Indonesia.
Di politik, Arifin juga pernah menduduki posisi penting di Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Dia adalah ketua Fraksi PDIP DPR pada 2000–2002. Selepas 2005, Arifin hengkang dari PDIP dan mendirikan partai baru, yaitu Partai Demokrasi Pembaruan (PDP).
”Orangnya banyak ide, tapi realistis. Itu yang saya kenal,” kata Hendrawan Supratikno, politikus PDIP.
Semasa hidup, Arifin juga memiliki kontribusi besar terhadap sepak bola Indonesia. Akmal Marhali, pengamat sepak bola nasional, mengungkapkan, salah satu pemikiran Arifin guna memajukan sepak bola Indonesia adalah larangan menggunakan dana APBD untuk membiayai klub profesional.
”Pada 2010, beliau ikut memikirkan bagaimana caranya membangun sepak bola yang sehat. Salah satu hasil pemikirannya adalah klub sepak bola tidak boleh lagi menggunakan APBD. Sepak bola harus menjadi industri yang menguntungkan dari sisi ekonomi dan prestasi,” ungkap Akmal kepada Jawa Pos kemarin.
Pemikiran Arifin tersebut menjadi revolusi bagi perjalanan sepak bola tanah air. Menteri dalam negeri (Mendagri) saat itu, Gamawan Fauzi, akhirnya membuat Permendagri Nomor 1 Tahun 2011.
Kebijakan itu memang sempat membuat klub kesulitan. Sebab, sebelumnya, meski mendaku profesional, klub-klub Indonesia yang basisnya Perserikatan hanya bisa menyusu kepada APBD.
Namun, seiring berjalannya waktu, klub-klub mulai menemukan formula masing-masing untuk menjadi profesional dan modern. ”Sepak bola merupakan olahraga yang punya potensi ekonomi yang besar,” terang Akmal menirukan keyakinan Arifin.
Arifin, kenang Akmal, prihatin melihat Indonesia sebagai negara yang sangat besar, tapi prestasi sepak bolanya belum bagus. ”Karena itu, beliau menggagas reformasi sepak bola nasional. Beliau berjuang bukan hanya lewat pemikiran, tetapi juga harta,” tegas Akmal.
Salah satu upaya mereformasi sepak bola nasional yang dilakukan Arifin adalah menggulirkan Liga Primer Indonesia (LPI) pada 2011. Arifin membangun LPI untuk memberikan contoh mengelola klub yang baik dan benar. Juga memberikan contoh mengelola kompetisi yang bersih dari mafia. ”Biaya yang beliau keluarkan untuk mereformasi sepak bola nasional sekitar Rp 1 triliun,” ungkapnya.
Meski sudah mengeluarkan uang yang sangat besar, upaya Arifin menggulirkan IPL menemui beragam cobaan. Kompetisi itu sempat dianggap ilegal oleh PSSI. Meskipun, banyak klub yang berlaga di dalamnya. Di antaranya, Bali Devata, Batavia Union, Jakarta 1928 FC, Medan Chiefs, dan Tangerang Wolves. Bahkan, klub tradisional juga berpartisipasi di dalamnya. Yaitu, Persebaya Surabaya, Persema Malang, PSM Makassar, dan Persibo Bojonegoro.
IPL baru dianggap sebagai kompetisi resmi saat PSSI diketuai Djohar Arifin Husin pada 2011. Pengakuan itu menjadi polemik sekaligus menjadi awal dualisme kompetisi di Indonesia. Sebab, Indonesia sudah punya kompetisi bernama Liga Super Indonesia.
Akhirnya, pada musim 2011–2012 dan 2012–2013, Indonesia punya dua kompetisi. Klub-klub peserta pun terbagi. Dualisme kompetisi itu baru tuntas pada 2013.
Terlepas dari pro dan kontra Arifin dalam menggulirkan LPI, Akmal sangat kagum atas kontribusi yang diberikan Arifin. Akmal menilai Arifin sebagai sosok sederhana, tapi memiliki pemikiran untuk kemajuan bangsa. Terutama dalam bidang sepak bola. ”Kami kehilangan tokoh yang luar biasa. Semoga kelak ada tokoh nasional yang seperti Pak Arifin,” ucap Akmal.
Arifin Panigoro juga memiliki perhatian serius terhadap dunia kesehatan. Terutama yang menyangkut penyakit endemis tuberkulosis (TB).
Guru Besar Fakultas Kedokteran UI Prof Tjandra Yoga Aditama menyebutkan, Arifin adalah pimpinan Stop Tuberculosis Partnership Indonesia. Dia mengaku ikut dalam beberapa acara di awal pendiriannya semasa masih menjabat Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes pada 2009–2014.
Yoga menuturkan, pada masa Covid-19 ini, dirinya sering menulis di media soal berbagai isu kesehatan, termasuk tentang tuberkulosis. Usulnya adalah membawa masalah itu ke forum G20. Yoga sempat mem-forward tulisan tersebut kepada almarhum.
”Beliau langsung jawab dengan WA: Oke kita dorong untuk jadi agenda prioritas di G20,” kenang Yoga. Beberapa menit kemudian, Arifin langsung menelepon dia dan membicarakan rencana selanjutnya.
Dia juga pernah mengenang bersama almarhum menjadi pembicara di TB Summit 2021 di Bali pada akhir 2021. Dalam pertemuan tersebut, almarhum menyampaikan keynote speech dengan amat bersemangat tentang perlunya mengendalikan tuberkulosis di Indonesia.
”Tadi pagi-pagi (kemarin) saya juga dihubungi teman yang menangani tuberkulosis di WHO Southeast Asia Regional Office (SEARO) dari kantornya di New Delhi, India, yang menyatakan rasa turut berdukacita. Semoga perjuangan beliau dalam mengendalikan tuberkulosis di Indonesia dapat terus berjalan menuju eliminasi tuberkulosis di negara kita,” kata Yoga. (dee/lum/tau/fiq/c19/ttg)