Pakai Koteka Sebagai Janji yang Diwujudkan, Bangga Bisa Buat Film Sendiri
Pada proses wisuda Kampus ISBI Tanah Papua di Waena pada Selasa (28/10) ada hal yang menarik. Tak hanya soal dekorasi bernuansa klasik dan iringan akule, bas dan tifa namun salah satu mahasiswanya hadir menggunakan koteka. Miki Wuka, sosok pemuda inspiratif dari Jayawijaya.
Laporan: Jimianus Karlodi_Kota Jayapura
Ratusan pasang mata tertuju pada panggung di gedung Aula Institut Seni dan Budaya Indonesia (ISBI) Tanah Papua, di Kampung Waena distrik Heram, pada (9/10). Di lokasi itu para wisudawan berbaris menuju momen puncak studi mereka.
Satu per satu wisudawan menjalani ritual sakral ketika kuncir toga wisuda mereka digeser dari sisi kiri ke kanan. Ritual itu menjadi penanda bahwa mereka resmi lulus dari kampus tempat mereka menimba ilmu selama ini. Ada yang berbeda dalam acara wisuda ini, saat sebagian besar mahasiswa masih identik dengan mengenakan toga hitam dan jubah panjang saat melaksanakan wisuda, seorang wisudawan asal Papua Pegunungan justru tampil berbeda.
Alih-alih mengikuti gaya seremonial barat, pemuda Papua Pegunungan itu justru memilih untuk merayakan momen kelulusan itu hanya dengan mengunakan koteka. Buah labu yang dikeringkan dan biasa digunakan untuk menutupi kelamin ala-ala masyarakat asal pegunungan.
Ia adalah Miki Wuka salah seorang Wisudawan ISBI Tanah Papua kelahiran Wamena tahun 1995 kini tengah tengah menyandang gelar Sarjana Seni Budaya (S.Sn) setelah berjuang bertahun-tahun. Kepada Cenderawasih Pos pria kelahiran Wamena itu mengungkapkan rasa syukur, haru dan bahagia atas perjuangan dan kerja keras yang ia tekuni selam ini hingga memperoleh hasil yang maksimal.
Pria yang akrab disapa Miki itu tidak hanya bangga dan terharu lantaran dirinya telah memakai toga, melainkan juga karena kehadiran ibu, ayah dan seluruh keluarga besar di hari kebahagiaannya itu. Prosesi wisuda ISBI Tanah Papua digelar di Aula yang tak ukuran besar, lengkap dengan dekorasi bernuansa klasik dan iringan akule, bas dan tifa yang lembut. Alih-alih suasana formal khas auditorium modern, upacara ini memadukan adat Papua dengan semangat akademik.
Pakai Koteka Sebagai Janji yang Diwujudkan, Bangga Bisa Buat Film Sendiri
Pada proses wisuda Kampus ISBI Tanah Papua di Waena pada Selasa (28/10) ada hal yang menarik. Tak hanya soal dekorasi bernuansa klasik dan iringan akule, bas dan tifa namun salah satu mahasiswanya hadir menggunakan koteka. Miki Wuka, sosok pemuda inspiratif dari Jayawijaya.
Laporan: Jimianus Karlodi_Kota Jayapura
Ratusan pasang mata tertuju pada panggung di gedung Aula Institut Seni dan Budaya Indonesia (ISBI) Tanah Papua, di Kampung Waena distrik Heram, pada (9/10). Di lokasi itu para wisudawan berbaris menuju momen puncak studi mereka.
Satu per satu wisudawan menjalani ritual sakral ketika kuncir toga wisuda mereka digeser dari sisi kiri ke kanan. Ritual itu menjadi penanda bahwa mereka resmi lulus dari kampus tempat mereka menimba ilmu selama ini. Ada yang berbeda dalam acara wisuda ini, saat sebagian besar mahasiswa masih identik dengan mengenakan toga hitam dan jubah panjang saat melaksanakan wisuda, seorang wisudawan asal Papua Pegunungan justru tampil berbeda.
Alih-alih mengikuti gaya seremonial barat, pemuda Papua Pegunungan itu justru memilih untuk merayakan momen kelulusan itu hanya dengan mengunakan koteka. Buah labu yang dikeringkan dan biasa digunakan untuk menutupi kelamin ala-ala masyarakat asal pegunungan.
Ia adalah Miki Wuka salah seorang Wisudawan ISBI Tanah Papua kelahiran Wamena tahun 1995 kini tengah tengah menyandang gelar Sarjana Seni Budaya (S.Sn) setelah berjuang bertahun-tahun. Kepada Cenderawasih Pos pria kelahiran Wamena itu mengungkapkan rasa syukur, haru dan bahagia atas perjuangan dan kerja keras yang ia tekuni selam ini hingga memperoleh hasil yang maksimal.
Pria yang akrab disapa Miki itu tidak hanya bangga dan terharu lantaran dirinya telah memakai toga, melainkan juga karena kehadiran ibu, ayah dan seluruh keluarga besar di hari kebahagiaannya itu. Prosesi wisuda ISBI Tanah Papua digelar di Aula yang tak ukuran besar, lengkap dengan dekorasi bernuansa klasik dan iringan akule, bas dan tifa yang lembut. Alih-alih suasana formal khas auditorium modern, upacara ini memadukan adat Papua dengan semangat akademik.