Saat ini, Wina Kerebea masih menjalani pemulihan dan berada di pengungsian bersama warga lainnya. Rumah miliknya dilaporkan mengalami kerusakan berat akibat operasi militer yang berlangsung di wilayah tersebut. Theo juga menyampaikan, hingga 20 Desember 2025, warga Distrik Gearek masih bertahan di lokasi pengungsian karena trauma dan kekhawatiran untuk kembali ke kampung halaman mereka.
Theo menilai tindakan penembakan terhadap anak di bawah umur serta luka yang dialami ibunya merupakan tindakan yang tidak profesional dan tidak terukur. “Sebagai pembela HAM di Papua, saya sangat menyesalkan dugaan penembakan terhadap anak di bawah umur dan hilangnya korban hingga saat ini,” ujarnya.
Ia juga mempertanyakan dasar penembakan terhadap korban yang merupakan warga sipil dimana Hukum Humaniter Internasional memproteksi masyarakat sipil, perempuan, dan anak-anak, sebagaimana diatur dalam Konvensi Jenewa. Terkait ini pihak tim Kemanusiaan Distrik Gearek bersama keluarga korban merekomendasikan beberapa hal.
Pertama, mendesak TNI untuk bertanggung jawab dan segera mengembalikan jasad korban kepada keluarga. Kedua, meminta keadilan dan proses hukum yang transparan atas dugaan penembakan terhadap almarhumah Arestina Giban (7).
Selain itu, Jumat 26 Desember 2025, sebanyak 70 orang pengungsi dari Distrik Gearek, Kabupaten Nduga kembali setelah 13 hari di pengungsian. Mereka mengungsi ke Ibu kota Kabupaten Nduga sejak 14 Desember 2025, dan ditempatkan di SD Inpres Kenyam.
Pada 25 Desember 2025, pengungsi Natal bersama di SD Inpres Kenyam (camp pengungsian). Sebelum meninggalkan camp pengungsian, YKKMP menyerahkan laporan investigasi kepada pimpinan gereja dan Pemerintah Distrik Gearek, Kabupaten Nduga.
Saat ini, Wina Kerebea masih menjalani pemulihan dan berada di pengungsian bersama warga lainnya. Rumah miliknya dilaporkan mengalami kerusakan berat akibat operasi militer yang berlangsung di wilayah tersebut. Theo juga menyampaikan, hingga 20 Desember 2025, warga Distrik Gearek masih bertahan di lokasi pengungsian karena trauma dan kekhawatiran untuk kembali ke kampung halaman mereka.
Theo menilai tindakan penembakan terhadap anak di bawah umur serta luka yang dialami ibunya merupakan tindakan yang tidak profesional dan tidak terukur. “Sebagai pembela HAM di Papua, saya sangat menyesalkan dugaan penembakan terhadap anak di bawah umur dan hilangnya korban hingga saat ini,” ujarnya.
Ia juga mempertanyakan dasar penembakan terhadap korban yang merupakan warga sipil dimana Hukum Humaniter Internasional memproteksi masyarakat sipil, perempuan, dan anak-anak, sebagaimana diatur dalam Konvensi Jenewa. Terkait ini pihak tim Kemanusiaan Distrik Gearek bersama keluarga korban merekomendasikan beberapa hal.
Pertama, mendesak TNI untuk bertanggung jawab dan segera mengembalikan jasad korban kepada keluarga. Kedua, meminta keadilan dan proses hukum yang transparan atas dugaan penembakan terhadap almarhumah Arestina Giban (7).
Selain itu, Jumat 26 Desember 2025, sebanyak 70 orang pengungsi dari Distrik Gearek, Kabupaten Nduga kembali setelah 13 hari di pengungsian. Mereka mengungsi ke Ibu kota Kabupaten Nduga sejak 14 Desember 2025, dan ditempatkan di SD Inpres Kenyam.
Pada 25 Desember 2025, pengungsi Natal bersama di SD Inpres Kenyam (camp pengungsian). Sebelum meninggalkan camp pengungsian, YKKMP menyerahkan laporan investigasi kepada pimpinan gereja dan Pemerintah Distrik Gearek, Kabupaten Nduga.