Tuesday, April 23, 2024
31.7 C
Jayapura

Belajar Dari Flu Spanyol dan Kejadian Black Death

Melyana R Pugu ( FOTO: Gamel/Cepos)

JAYAPURA-Belakangan ini kalimat new normal mulai bermunculan dan menjadi  topik pembahasan tak hanya di kalangan elit, pejabat tetapi juga rakyat bahkan netizen yang maha benar. 

New normal sendiri sejatinya istilah yang bisa digambarkan seperti dengan sebuah kebiasaan baru yang harus dilakukan dan kembali normal di tengah wabah pandemi Covid-19. Di Papua ini masih menjadi perdebatan. Karena jika diberlakukan maka aktivitas akan dilakukan seperti biasa namun ada sikap tertib dan komit yang harus ditanamkan masyarakat. 

 Hal sepele yang berkaitan dengan  Covid-19 misalnya menggunakan masker, mengatur jarak bersosial dan mencuci tangan sehabis beraktivitas. Nah apakah hal sepele ini sudah tertib dan tertanam menjadi komitmen masing-masing orang? Belum lagi hingga kini trend penularan dan peningkatan pasien covid masih terus terjadi tiap harinya. “Saya melihat ada kenaikan.  Apa artinya? Bahwa penyakit ini menimbulkan kepanikan yang meningkatkan resiko penyebarannya yang meluas ditengah masyarakat. Dengan tingkat kepanikan yang melingkupi semua sendi kehidupan manusia,” kata Melyana R Pugu salah satu akademisi Universitas Cenderawasih (Uncen), Kamis (28/5). 

 Ia menyebut banyak aktivitas masyarakat yang justru membuka ruang bagi penyebaran virus ini dengan cepat.  Contohnya masyarakat yang panik melakukan aktivitas belanja di berbagai tempat pusat perbelanjaan. Keadaan ini, membuka ruang bagi penyebaran virus ditambah dengan tidak tertibnya masyarakat menjalankan protokol penanganan virus ini baik di rumah, maupun di ruang publik.

 Dikatakan, menurut  Abraham Harold Maslow (1908- 1970) Psikolog asal Amerika yang juga merupakan seorang profesor di Alliant International university, Brandeis University, Brooklyn College, New School for social Research, and Columbia University bahwa manusia bergerak berdasarkan 5 kebutuhan dan yang terutama adalah Kebutuhan fisiologis yaitu terkait dengan kebutuhan tubuh secara biologis. Kebutuhan fisiologis termasuk makanan, air, oksigen, dan suhu tubuh normal. Kebutuhan fisiologis ini adalah kebutuhan dasar yang menyokong kehidupan manusia  yang akan dicari oleh manusia untuk mencapai kepuasan hidup (Ina, 2020).  

Baca Juga :  Komarudin Watubun Sebut Romanus Mbaraka Bohong 

 Apabila salah satu dari kebutuhan fisiologis ini tidak didapatkan, maka akan mengganggu pemenuhan kebutuhan dasar selanjutnya. Dengan teori Maslow diatas menunjukan bahwa masyarakat di tengah pandemic covid-19 ini akan selalu melakukan aktivitas dalam rangka memenuhi kebutuhan dasarnya seperti yang dikemukakan oleh Maslow.

 Diperlukan langkah yang tepat untuk membatasi pergerakan persebaran virus ini ditengah kepanikan masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan dasarnya. “Pertanyaannya apakah Jayapura siap? Kata Pugu, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan berbagai protokol kesehatan dalam rangka mencegah pandemi Covid-19 ini termasuk protokol new normal bagi pekerja dan aparat yang bertugas di tengah pandemi. 

 “Jadi new normal adalah perubahan perilaku di tengah pandemi untuk tetap menjalankan aktivitas normal. Namun, perubahan ini ditambah dengan menerapkan protokol kesehatan guna mencegah terjadinya penularan Covid-19. Kehidupan kembali normal namun dengan kebiasaan baru di tengah virus semisal masker, menjaga jarak aman mencuci tangan dengan sabun, makan makanan bergizi, termasuk olahraga dan istirahat yang cukup,” jelasnya.

 Ia menyampaikan masyarakat harus siap dan perlu berdamai dengan Covid-19. Pemerintah baik kota/kabupaten maupun provinsi harus memperhatikan betul model penerapan kebijakan new normal ini, seperti yang diterapkan oleh Italy bahwa new normal life itu berlaku setelah jumlah kasus mengalami penurunan. “Yang dilakukan adalah membentuk berbagai satuan tugas relawan yang mengamati, mencatat, melaporkan semua kasus Covid-19 kepada pemerintah Italy sehingga kasus ini dapat dengan cepat ditangani,” sambung Pugu.

Baca Juga :  Data dari Provinsi Belum Dilimpahkan

 Model penerapan new normal perlu menjadi perhatian serius pemerintah agar tak menjadi boomerang. Selain itu perlu berbagai tahapan mitigasi, antara lain  mitigasi kesehatan masyarakat dan sosial, ekonomi, serta psikologis. Selain itu new normal bisa diterapkan bila jumlah pasien mengalami penurunan yang signifikan. “Jadi jika diterapkan dengan tren meningkat maka bukan tidak mungkin kejadian sejarah dimasa silam baik Flu Spanyol dan kejadian Black Death diakhir abad 14 hingga abad delapan belas yang mengalami dua gelombang wabah yang menyerang dan memakan korban ratusan hingga jutaan orang bisa terulang dimasa kini,” beber dosen Fisip Uncen ini. 

 Apalagi dengan perilaku masyarakat seperti sekarang ini perlu sosialisasi kebiasaan-kebiasaan pencegahan/mitigasi kesehatan, sosial dan ekonomi bagi masyarakat secara terus menerus sehingg kita mampu hidup di kehidupan baru ini walaupun ditengah pandemi. “Saya menyimpulkan new normal dapat efektif terjadi ketika masyarakat dan pemerintah sama-sama mampu menerapkan dan menggunakan norma-norma dalam rangka mitigasi kesehatan,sosial, ekonomi dan psikologi secara disiplin dan terukur dengan data yang akurat demi kebaikan seluruh umat,” imbuhnya. 

 Tanpa data yang akurat, tanpa  pemahaman dan disiplin yang tinggi serta keinginan yang kuat dari setiap individu maka new normal akan menjadikan yang kuat selamat dan yang tidak kuat selamat tinggal. “Itu yang perlu jadi catatan,” pungkasnya. (ade/nat)

Melyana R Pugu ( FOTO: Gamel/Cepos)

JAYAPURA-Belakangan ini kalimat new normal mulai bermunculan dan menjadi  topik pembahasan tak hanya di kalangan elit, pejabat tetapi juga rakyat bahkan netizen yang maha benar. 

New normal sendiri sejatinya istilah yang bisa digambarkan seperti dengan sebuah kebiasaan baru yang harus dilakukan dan kembali normal di tengah wabah pandemi Covid-19. Di Papua ini masih menjadi perdebatan. Karena jika diberlakukan maka aktivitas akan dilakukan seperti biasa namun ada sikap tertib dan komit yang harus ditanamkan masyarakat. 

 Hal sepele yang berkaitan dengan  Covid-19 misalnya menggunakan masker, mengatur jarak bersosial dan mencuci tangan sehabis beraktivitas. Nah apakah hal sepele ini sudah tertib dan tertanam menjadi komitmen masing-masing orang? Belum lagi hingga kini trend penularan dan peningkatan pasien covid masih terus terjadi tiap harinya. “Saya melihat ada kenaikan.  Apa artinya? Bahwa penyakit ini menimbulkan kepanikan yang meningkatkan resiko penyebarannya yang meluas ditengah masyarakat. Dengan tingkat kepanikan yang melingkupi semua sendi kehidupan manusia,” kata Melyana R Pugu salah satu akademisi Universitas Cenderawasih (Uncen), Kamis (28/5). 

 Ia menyebut banyak aktivitas masyarakat yang justru membuka ruang bagi penyebaran virus ini dengan cepat.  Contohnya masyarakat yang panik melakukan aktivitas belanja di berbagai tempat pusat perbelanjaan. Keadaan ini, membuka ruang bagi penyebaran virus ditambah dengan tidak tertibnya masyarakat menjalankan protokol penanganan virus ini baik di rumah, maupun di ruang publik.

 Dikatakan, menurut  Abraham Harold Maslow (1908- 1970) Psikolog asal Amerika yang juga merupakan seorang profesor di Alliant International university, Brandeis University, Brooklyn College, New School for social Research, and Columbia University bahwa manusia bergerak berdasarkan 5 kebutuhan dan yang terutama adalah Kebutuhan fisiologis yaitu terkait dengan kebutuhan tubuh secara biologis. Kebutuhan fisiologis termasuk makanan, air, oksigen, dan suhu tubuh normal. Kebutuhan fisiologis ini adalah kebutuhan dasar yang menyokong kehidupan manusia  yang akan dicari oleh manusia untuk mencapai kepuasan hidup (Ina, 2020).  

Baca Juga :  Sempat Dilaporkan Hilang, Seorang Wanita Ditemukan Tak Bernyawa

 Apabila salah satu dari kebutuhan fisiologis ini tidak didapatkan, maka akan mengganggu pemenuhan kebutuhan dasar selanjutnya. Dengan teori Maslow diatas menunjukan bahwa masyarakat di tengah pandemic covid-19 ini akan selalu melakukan aktivitas dalam rangka memenuhi kebutuhan dasarnya seperti yang dikemukakan oleh Maslow.

 Diperlukan langkah yang tepat untuk membatasi pergerakan persebaran virus ini ditengah kepanikan masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan dasarnya. “Pertanyaannya apakah Jayapura siap? Kata Pugu, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan berbagai protokol kesehatan dalam rangka mencegah pandemi Covid-19 ini termasuk protokol new normal bagi pekerja dan aparat yang bertugas di tengah pandemi. 

 “Jadi new normal adalah perubahan perilaku di tengah pandemi untuk tetap menjalankan aktivitas normal. Namun, perubahan ini ditambah dengan menerapkan protokol kesehatan guna mencegah terjadinya penularan Covid-19. Kehidupan kembali normal namun dengan kebiasaan baru di tengah virus semisal masker, menjaga jarak aman mencuci tangan dengan sabun, makan makanan bergizi, termasuk olahraga dan istirahat yang cukup,” jelasnya.

 Ia menyampaikan masyarakat harus siap dan perlu berdamai dengan Covid-19. Pemerintah baik kota/kabupaten maupun provinsi harus memperhatikan betul model penerapan kebijakan new normal ini, seperti yang diterapkan oleh Italy bahwa new normal life itu berlaku setelah jumlah kasus mengalami penurunan. “Yang dilakukan adalah membentuk berbagai satuan tugas relawan yang mengamati, mencatat, melaporkan semua kasus Covid-19 kepada pemerintah Italy sehingga kasus ini dapat dengan cepat ditangani,” sambung Pugu.

Baca Juga :  Komnas HAM Periksa 11 Anggota Polri

 Model penerapan new normal perlu menjadi perhatian serius pemerintah agar tak menjadi boomerang. Selain itu perlu berbagai tahapan mitigasi, antara lain  mitigasi kesehatan masyarakat dan sosial, ekonomi, serta psikologis. Selain itu new normal bisa diterapkan bila jumlah pasien mengalami penurunan yang signifikan. “Jadi jika diterapkan dengan tren meningkat maka bukan tidak mungkin kejadian sejarah dimasa silam baik Flu Spanyol dan kejadian Black Death diakhir abad 14 hingga abad delapan belas yang mengalami dua gelombang wabah yang menyerang dan memakan korban ratusan hingga jutaan orang bisa terulang dimasa kini,” beber dosen Fisip Uncen ini. 

 Apalagi dengan perilaku masyarakat seperti sekarang ini perlu sosialisasi kebiasaan-kebiasaan pencegahan/mitigasi kesehatan, sosial dan ekonomi bagi masyarakat secara terus menerus sehingg kita mampu hidup di kehidupan baru ini walaupun ditengah pandemi. “Saya menyimpulkan new normal dapat efektif terjadi ketika masyarakat dan pemerintah sama-sama mampu menerapkan dan menggunakan norma-norma dalam rangka mitigasi kesehatan,sosial, ekonomi dan psikologi secara disiplin dan terukur dengan data yang akurat demi kebaikan seluruh umat,” imbuhnya. 

 Tanpa data yang akurat, tanpa  pemahaman dan disiplin yang tinggi serta keinginan yang kuat dari setiap individu maka new normal akan menjadikan yang kuat selamat dan yang tidak kuat selamat tinggal. “Itu yang perlu jadi catatan,” pungkasnya. (ade/nat)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya