Saturday, April 27, 2024
33.7 C
Jayapura

14 Terdakwa Divonis 6 Bulan Penjara

DISKUSI:  Penasehat hukum saat berdiskusi dengan kliennya 14 terdakwa usai mendengar putusan dari Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Kelas 1A Jayapura, Senin (24/2).  ( FOTO: Yewen/Cepos)

PH Terkejut dengan Putusan Hakim Dalam Kasus Demo Rusuh di Jayapura 

JAYAPURA-Sidang kasus kerusuhan yang terjadi pada tanggal 29 Agustus 2019 kembali lagi disidangkan di Pengadilan Negeri Kelas 1A Jayapura, Senin (24/2).

Sidang ini dipimpin langsung majelis hakim yang diketuai Maria. M Sitanggang, S.H, MH., dengan hakim anggota Muliyawan, SH., MH., dan Abdul Gafur Bungin, SH. 

Sidang dengan agenda putusan ini menghadirkan 14 orang terdakwa masing-masing bernama Pandra Wenda, Yoda Tabuni, Dorti Kawena, Yali Loho, Ronald Wandik, Jonny Weya, Persiapan Kogoya, Mika Asso, Yusuf Moai, Ello Hubi, Revinus Tambonop, Ari Asso, Ferius Entama, dan Agustinus L Mohi.

Dalam amar putusannya yang dibacakan terpisah-pisah, majelis hakim menyebutkan bahwa 14 orang terdakwa ini terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana pada saat demo rasisme yang berujung rusuh di Jayapura pada tanggal 29 Agustus 2019. 

Oleh karena itu, majelis hakim memutuskan dan memvonis 14 terdakwa dengan pidana 6 bulan penjara dipotong masa tahanan.

Menanggapi putusan dari majelis hakim, Kuasa Hukum Para Terdakwa, Rita Selena Kolibonso, SH., mengatakan, putusan yang diberikan oleh hakim semuanya sama, meskipun dakwaan dari para terdakwa ini berbeda-beda. Oleh karena itu, pihaknya akan mempertimbangkan dengan sangat sungguh-sungguh.

Baca Juga :  Kompor Meledak, 50-an Unit Rumah Terbakar

“Karena dalam pembelaan yang kami sampaikan memang kasus-kasus yang dilakukan 14 terdakwa ini berbeda-beda dan secara keseluruhan kasus-kasus itu tidak terbukti secara sah dan menyakinkan serta kasusnya berbeda-beda,” jelasnya kepada awak media.

Rita menjelaskan dalam kasus ini bisa dilihat memang tidak ada bukti-bukti yang kuat untuk menvonis para terdakwa. Sebab dari hasil persidangan yang dilakukan memang ada bukti-bukti yang direkayasa dan para terdakwa kebanyakan tidak ada di tempat kejadian perkara (TKP) seperti yang didakwakan oleh JPU. Inilah yang diajukan dalam pembelaan, tetapi dalam putusan tadi (kemarin, red) tidak mendengar sama sekali yang dibacakan oleh majelis hakim.

“Memang sangat mengejutkan putusan hakim yang demikian, sehingga ini menjadi haknya terdakwa untuk mempertimbangkan dalam melakukan pembelaan oleh penasehat hukum. Dimana dalam kasusnya yang berbeda-beda memang tidak terbukti mereka (terdakwa) ini bersalah,” tegasnya. 

Rita mengatakan, putusan hakim yang pukul rata ini memang sangat mengejutkan pihaknya selaku pesehat hukum  dan juga para terdakwa, karena putusannya semua sama. Padahal kasus dari 14 terdakwa ini berbeda-beda. 

“Putusannya dipukul rata sama dengan kasus dan kejadian yang berbeda-beda dan pembuktiannya juga sebenarnya sudah kami sampaikan dalam nota pembelaan. Tetapi tidak dipertimbangkan oleh majelis hakim dalam putusannya,” tandasnya. 

Baca Juga :  Masih Dampingi Tiga KPU DOB di Tanah Papua

Namun demikian, pihaknya menghormati putusan majelis hakim terhadap 14 terdakwa. Untuk itu sesuai dengan hak para terdakwa, pihaknya akan menyampaikan kepada para terdakwa mengenai upaya-upaya hukum yang bisa dilakukan dalam persidangan yang memakan waktu cukup lama ini.

“Saya kira ini satu perkara yang besar bagi para terdakwa dan bagi orang asli Papua (OAP) dan saya kira ini satu proses yang penting untuk kita perhatikan. Sehingga saya pikir tidak hanya terdakwa yang tahu putusannya, tetapi masyarakat juga berhak mengetahuinya,” ujarnya. 

Sementara itu, salah satu Penasehat Hukum  Terdakwa, Frederika Korain, S.H mengatakan, dalam pertimbangan majelis hakim menyebutkan barang bukti berupa kamera CCTV yang tidak disita. Ini dijadikan pertimbangan bahwa sejumlah terdakwa ini nampak di CCTV, tetapi dalam persidangan yang berlangsung CCTV ini tidak dapat diperlihatkan.

“Bagaimana kita mau bilang para terdakwa ini bersalah lewat CCTV, kalau CCTV saja tidak diperlihatkan dalam persidangan yang berlangsung,” katanya.

Korain menyatakan, dalam proses persidangan yang berlangsung, Jaksa Penuntut Umum (JPU) juga tidak menghadirkan saksi fakta. “Dalam persidangan juga kita lihat tidak ada saksi fakta yang dihadirkan selama persidangan berlangsung,” tutupnya. (bet/nat)

DISKUSI:  Penasehat hukum saat berdiskusi dengan kliennya 14 terdakwa usai mendengar putusan dari Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Kelas 1A Jayapura, Senin (24/2).  ( FOTO: Yewen/Cepos)

PH Terkejut dengan Putusan Hakim Dalam Kasus Demo Rusuh di Jayapura 

JAYAPURA-Sidang kasus kerusuhan yang terjadi pada tanggal 29 Agustus 2019 kembali lagi disidangkan di Pengadilan Negeri Kelas 1A Jayapura, Senin (24/2).

Sidang ini dipimpin langsung majelis hakim yang diketuai Maria. M Sitanggang, S.H, MH., dengan hakim anggota Muliyawan, SH., MH., dan Abdul Gafur Bungin, SH. 

Sidang dengan agenda putusan ini menghadirkan 14 orang terdakwa masing-masing bernama Pandra Wenda, Yoda Tabuni, Dorti Kawena, Yali Loho, Ronald Wandik, Jonny Weya, Persiapan Kogoya, Mika Asso, Yusuf Moai, Ello Hubi, Revinus Tambonop, Ari Asso, Ferius Entama, dan Agustinus L Mohi.

Dalam amar putusannya yang dibacakan terpisah-pisah, majelis hakim menyebutkan bahwa 14 orang terdakwa ini terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana pada saat demo rasisme yang berujung rusuh di Jayapura pada tanggal 29 Agustus 2019. 

Oleh karena itu, majelis hakim memutuskan dan memvonis 14 terdakwa dengan pidana 6 bulan penjara dipotong masa tahanan.

Menanggapi putusan dari majelis hakim, Kuasa Hukum Para Terdakwa, Rita Selena Kolibonso, SH., mengatakan, putusan yang diberikan oleh hakim semuanya sama, meskipun dakwaan dari para terdakwa ini berbeda-beda. Oleh karena itu, pihaknya akan mempertimbangkan dengan sangat sungguh-sungguh.

Baca Juga :  Keluarga Korban Menduga Ada Kejanggalan

“Karena dalam pembelaan yang kami sampaikan memang kasus-kasus yang dilakukan 14 terdakwa ini berbeda-beda dan secara keseluruhan kasus-kasus itu tidak terbukti secara sah dan menyakinkan serta kasusnya berbeda-beda,” jelasnya kepada awak media.

Rita menjelaskan dalam kasus ini bisa dilihat memang tidak ada bukti-bukti yang kuat untuk menvonis para terdakwa. Sebab dari hasil persidangan yang dilakukan memang ada bukti-bukti yang direkayasa dan para terdakwa kebanyakan tidak ada di tempat kejadian perkara (TKP) seperti yang didakwakan oleh JPU. Inilah yang diajukan dalam pembelaan, tetapi dalam putusan tadi (kemarin, red) tidak mendengar sama sekali yang dibacakan oleh majelis hakim.

“Memang sangat mengejutkan putusan hakim yang demikian, sehingga ini menjadi haknya terdakwa untuk mempertimbangkan dalam melakukan pembelaan oleh penasehat hukum. Dimana dalam kasusnya yang berbeda-beda memang tidak terbukti mereka (terdakwa) ini bersalah,” tegasnya. 

Rita mengatakan, putusan hakim yang pukul rata ini memang sangat mengejutkan pihaknya selaku pesehat hukum  dan juga para terdakwa, karena putusannya semua sama. Padahal kasus dari 14 terdakwa ini berbeda-beda. 

“Putusannya dipukul rata sama dengan kasus dan kejadian yang berbeda-beda dan pembuktiannya juga sebenarnya sudah kami sampaikan dalam nota pembelaan. Tetapi tidak dipertimbangkan oleh majelis hakim dalam putusannya,” tandasnya. 

Baca Juga :  Kompor Meledak, 50-an Unit Rumah Terbakar

Namun demikian, pihaknya menghormati putusan majelis hakim terhadap 14 terdakwa. Untuk itu sesuai dengan hak para terdakwa, pihaknya akan menyampaikan kepada para terdakwa mengenai upaya-upaya hukum yang bisa dilakukan dalam persidangan yang memakan waktu cukup lama ini.

“Saya kira ini satu perkara yang besar bagi para terdakwa dan bagi orang asli Papua (OAP) dan saya kira ini satu proses yang penting untuk kita perhatikan. Sehingga saya pikir tidak hanya terdakwa yang tahu putusannya, tetapi masyarakat juga berhak mengetahuinya,” ujarnya. 

Sementara itu, salah satu Penasehat Hukum  Terdakwa, Frederika Korain, S.H mengatakan, dalam pertimbangan majelis hakim menyebutkan barang bukti berupa kamera CCTV yang tidak disita. Ini dijadikan pertimbangan bahwa sejumlah terdakwa ini nampak di CCTV, tetapi dalam persidangan yang berlangsung CCTV ini tidak dapat diperlihatkan.

“Bagaimana kita mau bilang para terdakwa ini bersalah lewat CCTV, kalau CCTV saja tidak diperlihatkan dalam persidangan yang berlangsung,” katanya.

Korain menyatakan, dalam proses persidangan yang berlangsung, Jaksa Penuntut Umum (JPU) juga tidak menghadirkan saksi fakta. “Dalam persidangan juga kita lihat tidak ada saksi fakta yang dihadirkan selama persidangan berlangsung,” tutupnya. (bet/nat)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya