
JAYAPURA – Pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam perkara PHPU untuk tiga kabupaten yakni Kabupaten Nabire, Kabupaten Yalimo dan Kabupaten Boven Digoel, Senin (22/3) kemarin cukup mengagetkan. Bagaimana tidak, dengan Pilkada di 11 kabupaten yang semuanya selesai dengan kondisi adem ayem, ternyata kini menimbun potensi kerawanan di daerah setelah diajukan dalam sengketa di MK.
Kabupaten Boven Digoel misalnya, MK yang secara tegas memutuskan mencoret pasangan Yusak Yaluwo dan Yakob Waremba dalam dalam Pemungutan Suara Ulang (PSU) mendatang.
Begitu juga dengan PSU di 501 TPS di Kabupaten Nabire yang sebelumnya berdasarkan hasil rekapitulasi penghitungan suara pasangan Mesak Magai dan Ismail Djamaludin, unggul. Termasuk PSU yang akan dilakukan di Kabupaten Yalimo.
Terkait ini mantan Ketua KPU Papua, Fery Kareth berpendapat bahwa kondisi ini cukup mengejutkan. Mengingat setelah semua diplenokan ternyata situasi daerah masih adem ayem dan publik mengira ini sudah selesai. Namun setelah diajukan gugatan ternyata banyak masalah yang dimunculkan dari putusan MK.
“Untuk Nabire cukup ini mengejutkan karena jumlah pemilih lebih banyak dari jumlah penduduk. Ini logikanya dimana ya. Ini kan artinya anak – anak dan bayi juga dihitung dan itu tidak lebih dari DPT,” singgung Fery Kareth melalui ponselnya, Selasa (23/3).
KPU kata Fery dalam data pemilih disebut sebagai user yang hanya menggunakan data dari pemerintah. Namun jika akhirnya data tersebut keluar dari apa yang diberikan pemerintah maka pihak penyelenggara yang patut dipertanyakan. Persoalan data penduduk ini dikatakan sangat penting mengingat nantinya akan digunakan pada Pemilu lainnya.
“Kejadian di Nabire menjadi pembelajaran yang berharga. Lalu apapun alasan yang mau diperdebatkan maka putusan MK itu, final dan mengikat sehingga wajib hukumnya dijalankan baik pemerintah, pendukung calon, aparat keamanan. Makanya dari tenggat waktu yang ditetapkan itu harus dilakukan,” tegas Fery Kareth.
Fery mengingatkan bahwa masyarakat dan semua harus tunduk. Sebab semua sudah disepakati bahwa ada intrumen yang bisa dipakai dan itu di MK sehingga hasil apapun harus bisa diterima. Lalu terkait pembiayaan, disini pemerintah juga diwajibkan mempersiapkan anggaran yang harus dipakai.
Akademisi Fakultas Hukum Uncen ini berpendapat bahwa dalam pelaksanaan Pemilu, menjadi sesuatu yang mutlak bahwa KPU harus netral dan tidak boleh dipengaruhi siapapun dan kepentingan apapun juga. “Saya pikir KPU bisa diadukan ke DKPP kalau membuat data sendiri. Ini baru terjadi dan menjadi sejarah, pemilih lebih banyak dari jumlah penduduk,” singgungnya.
Lalu terkait Pilkada Boven Digoel menurut Fery sejak awal Yusak Yaluwo diyakini orang yang memahami aturan. Namun yang dipertanyakan mengapa bisa lolos sebagai pasangan calon hingga akhirnya menjadi calon.
Ada aturan main yang harusnya dipahami oleh KPU dan seluruh pasangan calon. Sebab jika tidak maka kondisinya bisa seperti ini. Digugat dan hasilnya berubah. “Aturan main itu harus dikuasai baik, aturan yang dikeluarkan oleh KPU dan Bawaslu sebab ketika tidak dikuasai baik maka akan menimbulkan penafsiran yang berbeda – beda. Harusnya sejak awal pa Yusak kita hormati tapi dia tidak memenuhi syarat karena dibatasi undang – undang dan akibat menyalahi aturan dengan meloloskan Yusak akhirnya komisioner KPU juga diberhentikan,” bebernya.
“Sekali lagi UU yang terkait tentang Pemilu ini harus dipahami baik oleh KPU. Penyelenggaran harus berani menyatakan apa yang benar dan kalau sudah begini tentunya kasihan Pa Yusak nya karena dia dirugikan, jadi seharusnya sejak awal,” sambungnya.
Dari persoalan PSU dan hasil putusa MK ini, Fery yang 10 tahun menjadi ketua KPU Papua melihat negara juga akan dirugikan. Sebab anggaran disiapkan untuk satu kali tapi karena kurang teliti atau karena kepentingan akhirnya dianggarkan lagi. “Selain itu orang juga akan jadi malas, pesimis dan lainnya. Kesannya suara tidak dihargai ,” imbuhnya.
Lalu untuk Yalimo lanjut Fery sejatinya pada Pemilu Legislatif, Pilpres dan lainnya untuk Yalimo sudah disepakati tidak lagi gunakan noken dan itu sudah dilakukan. Namun di dua distrik ternyata masih digunakan noken sehingga jadi masalah juga. “KPU harus tegas, pegang aturan yang berlaku sebab sebelum – sebelumnya dilakukan secara universal bukan noken sehingga jangan dibawa untuk mundur lagi. Masing – masing saling menghargai namun tetap mengikuti aturan,” sambungnya. Ia mengingatkan bahwa kata kunci adalah hukum atau aturan main penting untuk ditaati.
Sementara Komisioner KPU Papua Divisi Sosialisasi dan Partisipasi Masyarakat, Adam Arisoy menjelaskan bahwa untuk Yalimo akan dilakukan PSU di Distrik Apalapsipi dan Welarek. Dimana KPU diberi waktu 45 hari untuk menggelar PSU. Sedangkan Nabire perintah MK, KPU Nabire melakukan Pemilu ulang untuk seluruh TPS dengan terlebih dahulu melakukan perbaikan terhadap DPT. Dan ini diberi waktu 90 hari. Sedangkan untuk Boven Digoel, putusannya adalah melakukan PSU di seluruh TPS dengan mendiskualifikasi Yusak Yaluwo. Ini diberi waktu selama 90 hari.
“Saat ini kami lagi rapat dengan pimpinan KPU RI untuk menyusun tahapan dan program. Serta penjelasan untuk lakukan koordinasi dengan pemerintah daerah atau pihak terkait dalam rangka mempersiapkan dan mengantisipasi pengamanan tiga daerah,”kata Adam dibalik ponselnya.
Setelah dari Jakarta, Adam menyampaikan akan menindaklanjuti dengan rapat bersama. Ia juga menyinggung soal Pemilu bermasalah ini. “Di Nabire, DPT-nya yang bermasalah. Harusnya tidak boleh melebihi jumlah penduduk. Kami akan cek daerah mana yang terjadi pembengkakan jumlah pemilih yang melewati DP4. Itu tidak boleh begitu karena kita punya DP4 semester 2 tahun 2020 dan itu yang harus digunakan,” tegas Adam.
Pria yang juga sempat menjadi Ketua KPU ini menyebut DP4-nya di Nabire adalah 150 ribu lebih dan tugas KPU mencatat yang usianya sudah bisa mencoblos termasuk yang meninggal. “Di Nabire itu melewati jumlah penduduk. Artinya anak – anak kecil juga dihitung. Ini akan kami evaluasi dari lembaga, pemerintah daerah dan tim sukses,” katanya.
Lalu menyangkut potensi kerawanan kata Adam hal tersebut bukan urusan KPU. Sebab dalam putusan KPU, TNI – Polri yang bertugas dalam pengamanan. Sedangkan untuk Boven Digoel, ia menjelaskan bahwa petunjuk undang – undang dan PKPU sudah jelas.
Tinggal bagaimana bisa memahami apa yang dimaksud dengan bebas bersyarat. “Apa yang disampaikan dalam PKPU itu sudah jelas prosesnya. Setelah lalui uji publik, kemudian aturan main ini dibawa ke Komisi II DPR RI lalu disampaikan ke Kememkumham. Jika ada lembaga yang tidak setuju itu bisa disampaikan dan diubah lewat Yudicial Review ke Mahkamah Agung,” sebutnya.
Disini ia menyatakan bahwa PKPU yang ada sudah melalui banyak proses tinggal dijalankan. “Ini pembelajaran, PKPU itu bukan dibuat lalu dijalankan, tapi sudah melewati berbagai proses kemudian diundangkan. Kalau saya mengistilahkan adalah jaga nama baik dimana tempat anda bekerja. Sebab sekalipun tidak menjadi kaya tapi bisa membuat hidup,” tambahnya.
Nah saat ini tugas KPU adalah menjelaskan apa maksud pesan (putusan) MK dan suka tidak suka ini kata Adam sifatnya final. “Proses pelaksanaan ini gunakan uang rakyat dan harus dilakukan dengan benar sehingga bisa terlaksana dengan baik. Itu yang saya bilang hargai tempat kerja,” pungkasnya.
Secara terpisah, Ketua KPU Boven, Digoel Helda Ambai ketika dihubungi Cenderawasih Pos melalui telpon selulernya mengungkapkan bahwa pada prinsipnya pihaknya sebagai penyelenggara siap melaksanakan putusan MK tersebut. Namun soal kapan tahapan dimulai dan seperti apa prosesnya, Helda Ambai mengaku bahwa baru akan dibicarakan dengan KPU Provinsi Papua dan KPU RI. “Hari ini rencana akan kami rapat untuk membicarakan semuanya itu. Mungkin dalam rapat itu kami mulai menyusun tahapan dan jadwal pemungutan suara ulang tersebut,’’ kata Helda.
Menyangkut anggaran PSU, Helda Ambai mengatakan, tentunya Pemkab Boven Digoel wajib untuk membiayai pelaksanaan PSU tersebut. Sebab, PSU ini merupakan perintah Mahkamah Konstitusi. ‘’Soal anggaran wajib dibiayai pemerintah daerah. Karena itu kami perlu koordinasikan dan komunikasi baik dengan Bupati Boven Digoel maupun dengan DPRD Kabupaten Boven Digoel,” jelasnya.
Kendati demikian, Helda Ambai mengaku belum bisa menyampaikan berapa anggaran yang dibutuhkan untuk pelaksanaan PSU nanti. ‘’Tentunya kami hitung dulu baru angkanya bisa keluar,’’ tandasnya.
Sebagaimana diketahui bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia dalam amar putusannya membatalkan putusan KPU Nomor 1/PL.02.06-Kpt/9116/KPU-Kab/I/2021 tentang penetapan rekapitulasi hasil perhitungan suara Pemilihan Bupai dan Wakil Bupati Kabupaten Boven Digoel tahun 2020 tertanggal 3 Januari, mendiskualifikasi pasangan calon nomor 4 atas nama Yusak Yaluwo-Yakob Weremba, S.PAK dan pencalonan dan memerintahkan KPU Provinsi Papua selaku KPU Kabupaten Boven Digoel untuk melakukan PSU dalam jangka waktu 90 hari kerja sejak putusan dibacakan tanpa mengikutsertakan pasangan Yusak Yaluwo, SH, M.SI dan Yakob Weremba, S.PAK. Artinya, hanya akan diikuti 3 pasangan calon. (ade/ulo/nat)