“Masyarakat juga perlu menggunakan media sosial untuk hal-hal yang baik dan bukan justru terjebak dengan hal negatif, saling hujat yang akhirnya membuat keretakan satu dengan yang lain,” wantinya. Ia menambahkan bahwa pemerintah membentuk BPIP ini dikarenakan terjadi degradasi kehidupan antar sesama anak bangsa sehingga agar tidak terus tergerus perlu diingatkan kembali dan salah satunya dalam bentuk kegiatan kolaborasi yang dilakukan ini.
“Kami Komisi XIII bermitra dengan BPIP melakukan kerjasama melakukan sosialisasi ke tiap daerah dan dari Nasdem Dapil Papua senang BPIP bisa ikut ke Papua dan saya bangga karena semua tingkatan hadir sebagai bentuk ikut bertanggungjawab,” imbuhnya. Perwakilan DPR Papua, Herlin Beatrix Monim menambahkan bahwa Papua bisa menjadi contoh bagi bangsa Indonesia karena tingginya nilai pengamalan pancasila baik beragama maupun berbangsa.
Di tengah situasi perbedaan pilihan namun masyarakat tetap bisa menjaga persatuan. “Dari Papua kita bisa memberi contoh untuk daerah,” ujarnya. Herlin Monim juga setuju materi pembelajaran tahun 90 an seperti Pendidikan Moral Pancasila (PMP) maupun Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN) serta hafalan Garis Besar Haluan Negara (GBHN) perlu dikembalikan pada era sekarang.
“Saya pikir itu harus dikembalikan, baik pelajaran PMP, PPKN maupun menyanyikan lagu Indonesia Raya. Semangat nasionalisme harus diletakkan dari dasar lagi. Nilai kebangsaan, nilai solidaritas, nilai persatuan dan musyawarah bahkan nilai Ketuhanan yang Maha Esa jangan dilupakan dalam pondasi berbangsa,” imbuhnya.
“Harapan kami kalau bisa pelajaran jaman dulu itu dikembalikan dan saya katakan bahwa Pancasila sangat relevan dengan jaman dan itulah kekuatan. BPIP juga perlu memikirkan bagaimana semangat yang didorong juga dilakukan di semua daerah. Nilai-nilai pengamalan Pancasila di Papua bisa menjadi contoh karena di Papua sangat memahami dan memberi ruang untuk tetap menjunjung tinggi nilai norma dan ajaran agama,” imbuhnya.
Ditambahkan akademisi, Yohanis Wanane yang menceritakan banyak soal sejarah lahirnya Pancasila. “Yang jelas sehari setelah kemerdekaan pada 17 Agustus, tanggal 18 Agustus dibentuk BPUPKI dan Pancasila sendiri lahir 1 Juni 1945. Pancasila disiapkan dulu karena memang itu pondasi. Jadi kalau pada sebuah rumah jika rumah masuk air artinya atap sengnya yang diperbaiki, bukan pondasinya,” beber Wanane.
Ia juga sependapat bahwa jika masih ada yang mempertanyakan soal Pancasila karena keraguannya maka sebaiknya dipertanyakan kembali jiwa berbangsanya. “Pancasila hadir untuk semua dan itu final. Kalau ada yang masih meragukan Pancasila saya pikir kita juga perlu mengusulkan untuk dipidanakan saja,” tutup Wanane. (ade)
Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos
BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOSÂ https://www.myedisi.com/cenderawasihpos