Sunday, April 28, 2024
24.7 C
Jayapura

Dua Kubu Minta Perang Tiga Hari

BENTROK: Kapolres Jayawijaya AKBP. Dominggus Rumaropen saat bertemu dan melarai kelompok Wukahilapok yang akan melakukan penyerangan, Kamis (20/8). (FOTO: Denny/Cepos)

Polisi Tidak Izinkan, Sekat 4 Jalan Untuk Cegah Bentrok Susulan 

WAMENA-Bentrok susulan dua kelompok warga kampung Meagama Distrik Hubikosi dan kampung Wukahilapok, Distrik Pelebaga, Kamis (20/8) kemarin berhasil diredam pihak Kepolisian. 

Meskipun dua kubu sudah bersiap-siap untuk melakukan penyerangan, namun aparat Kepolisian yang berada di lokasi berhasil menghalau mundur kedua kelompok. 

Dari pantauan Cenderawasih Pos, hingga sore kemarin, tidak ada lagi bentrok susulan. 

Meskipun tidak ada bentrokan, namun bukan berarti perselisihan kedua kelompok yang dipicu kasus penganiayaan di dua lokasi yang berbeda dan mengakibatkan dua orang meninggal dunia, Selasa (18/8) lalu, selesai. Pasalnya, kedua kubu terlihat  menunggu kesempatan untuk saling serang. 

Dikhawatirkan apabila anggota kepolisian meninggalkan lokasi, tidak tertutup kemungkinan kedua kubu kembali saling serang. Oleh sebab itu, Kapolres Jayawijaya, AKBP. Dominggus Rumaropen tetap mempertebal anggotanya di perbatasan Distrik Hubikosi dan Pelebaga agar kedua kubu tidak saling serang. 

Dominggus Rumaropen mengaku sudah melakukan pertemuan dengan dua kelompok yang terlibat bentrok. Dari kelompok Wukahilapok  meminta untuk membiarkan mereka perang selama 3 hari. Namun dari warga kampung Meagama meminta untuk perang 3 menit.

Permintaan kedua kelompok ini, secara tegas ditoloka oleh Kapolres Dominggus Rumaropen. Sebab menurutnya, Kepolisian hadir untuk memberikan perlindungan kepada kedua belah pihak agar tidak ada jatuh korban lagi.

“Kita sudah dengar bersama dari kubu Wukahilapok yang meminta 3 hari untuk perang. Mereka juga mengancam untuk turun perang di kota Wamena. Dari kubu Meagama juga minta untuk perang, tapi kami tak bisa membiarkan masyarakat saling membunuh satu sama lain,” tegasnya kepada wartawan Kamis (20/8) kemarin.

Dikatakan, meskipun dua belah pihak sudah saling berhadapan namun keduanya tak bisa melepaskan anak  panahnya. Sebab aparat telah melepaskan gas air mata sehingga kedua kubu kesulitan untuk melihat dan akhirnya memilih kembali ke kampung masing-masing. 

“Hingga saat ini, korban luka berat akibat bentrok yang pecah, Rabu (19/8) sore sebanyak 8 orang. Korban luka-luka ini dirawat di RSUD Wamena dan di Klinik Batalyon 756 /Wimane Sili,” tuturnya.

Pasca bentrok, Rabu (19/8) sore, masing-masing kubu menurut Rumaropen masing-masing kelompok sudah mempersiapkan warganya yang berjumlah kulang lebih 1.000 orang. Namun bentrok susulan, Kamis (20/8) kemarin berhasil dicegah. “Sebelum mereka turun, pukul 04.30 WIT, personel keamanan sudah di lokasi bentrok  untuk mengantisipasi terjadinya bentrok susulan,” ucap mantan Kapolres Mamberamo Raya ini. 

Baca Juga :  KPU Papua Terus Kawal Proses Tahapan Selanjutnya

Rumaropen mengakui tidak mudah untuk memberikan imbauan kepada massa dari kedua kubu. Namun dengan sabar pihaknya terus mengimbau kedua kubu untuk menahan diri. Selain itu, pihaknya juga telah menutup tiga tempat mobilisasi massa untuk mencegah masuknya warga dari wilayah lain untuk memperkuat masing-masing kubu yang terlibat bentrok. 

“Kami indikasi ada perkuatan massa di masing-masing kelompok. Untuk itu, kami melakukan sekat di 4 tempat seperti kebun Lipi untuk mencegah dari massa dari kota, samping dan atas Batalyon masuk membantu. Kami juga cegah massa dari Kampung Meagama dan perbatasan Meagama dengan Wukahilapok,” jelasnya. 

Dominggus Rumaropen menambahkan, saat ini personel Polri dibackup personel TNI dari Kodim 1702/ Jayawijaya yang dipimpin Dandim Letkol Inf Candra Dianto dan Danyon 756/Wimane Sili Mayor Inf Marolof  Bala Hutapea. Personel TNI disiagakan di Batalyon 756/Wimane Sili, menunggu permintaan bantuan dari Kepolisian untuk mencegah terjadinya bentrok susulan.

Sehari sebelumnya, terjadi bentrok antara dua kelompok warga kampung Meagama Distrik Hubikosi dan kampung Wukahilapok, Distrik Pelebaga. 

Aksi saling serang dua kelompok massa ini dipicu kasus pembunuhan berantai  di Jalan Trans Kimbim dan Jalan Safri Darwin, Wamena, Selasa (18/8).
Meskipun 100 personel kepolisian dikerahkan untuk melerai dua belah pihak,  namun bentrokan tak dapat dihindari.

Kelompok dari kampung Wukahilapok melakukan penyerangan ke Kampung Meagama hingga menyebabkan puluhan honai milik masyarakat dibakar.
Massa mulai melakukan penyerangan sekira pukul 16.00 WIT. Bentrok dua kelompok ini berlangsung kurang lebih satu jam. 

Bentrok ini mengakibatkan 10 honai milik warga di Meagama ludes terbakar. Bentrok ini juga mengakibatkan korban luka-luka baik ringan maupun berat dari kedua kelompok. Korban luka berat yang terkena anak panah, dilarikan ke RSUD Wamena dan Klinik Batalyon 756/Wimane Sili untuk dirawat.

Aparat gabungan TNI-Polri yang diturunkan berhasil memukul mundur massa dari kedua belah pihak.
Untuk memukul mundur kedua kelompok aparat melepaskan gas air mata ke arah massa dari Kampung Meagama maupun ke Kampung Wukahilapok. Aparat gabungan juga menyiapkan ambulance bagi korban luka untuk selanjutnya mendapat perawatan medis di RSUD Wamena.

Bentrok kedua kampung ini dipicu kasus penganiayaan yang terjadi di dua lokasi berbeda, Selasa (18/8) lalu yang menyebabkan dua orang meninggal dunia. Korban pertama merupakan Kepala Kampung Meagama, Ismael Elopere dianiaya di Jalan Trans Kimbim. Tidak lama kemudian kembali terjadi penganiayaan di Jalan Safri Darwin yang menewaskan seorang warga bernama  Yairus Elopere.

Baca Juga :  Awas, Nama Pj Bupati Sarmi Dicatut

Kapolres Jayawijaya Dominggus Rumaropen menyebutkan, penganiayaan yang terjadi di Jalan Safri Darwin yang menewaskan Yairus Elopere diduga buntut dari penganiayaan di Jalan Tran Kimbim yang menewaskan korban Ismael Elopere. “Kelompok  warga dari kampung Meagama yang tidak terima dengan penganiayaan ini, kemudian melakukan penganiayaan di Jalan Safri Darwin yang mengakibatkan korban  Yairus Elopere meninggal di TKP,” tuturnya.

Sementara itu, penganiayaan terhadap korban Ismael Elopere menurutnya, bermula dari ditemukannya jenazah seorang warga Wukahilapok yang hilang sejak Juli lalu. Penemuan jenazah ini, menurut Rumaropen menimbulkan kecurigaan terhadap kelompok warga kampung Meagama, sehingga Kepala Kampung Meagama, Ismael Elopere menjadi korban penganiayaan hingga meninggal dunia di Jalan Trans Kimbim.

Untuk mencegah terjadinya bentrok susulan, Rumaropen mengaku akan menurunkan seluruh kekuatan yang dimiliki Polres Jayawijaya dan Brimob. Pihaknya juga dibackup aparat TNI dari Kodim 1702/Jayawijaya  dan Batalyon 756/Wimane Sili.

Pihaknya juga telah memeriksa sejumlah saksi -saksi terkait pembunuhan berantai, yang terjadi Selasa (18/8) kemarin yang akhirnya memicu terjadinya bentrok.

Mediasi dengan cara berkomunikasi dengan para tokoh adat menurut Rumaropen masih terus dilakukan. “Dari masing-masing pihak ada korban jiwa kemarin. Yaitu dari Kampung Meagama satu orang yaitu kepala kampung atas nama Ismael Elopere. Sementara dari pihak Kampung Wukahilapok  juga 1 orang meninggal atas nama Yairus Elopere,” tambahnya.

Rumaropen berharap, tidak ada lagi korban baik korban jiwa maupun luka-luka. “Kami masih terus melakukan pengamanan di sepanjang jalan titik masuk yang mempertemukan dua kelompok massa ini,” pungkasnya. 

Sementara itu, Kapolda Papua Irjen Pol Paulus Waterpauw mengimbau kepada pimpinan adat masing-masing, kepala suku dan tokoh agama yang ada di kedua Kampung di Kabupaten Jayawijaya untuk menahan diri.

Menurut Kapolda, adanya dugaan pertama terhadap hilangnya seorang warga yang ditemukan tak bernyawa, belum tnetu dibunuh. Hal ini dikarenakan ada latar belakang informasi jika yang bersangkutan punya gangguan kejiwaan dan itu perlu melalui sebuah proses pembuktian lewat investigasi yang akan dilakukan.

“Kita akan bawa korban dengan keahlian lewat laboratorium forensic, melakukan identivikasi dan lain sebagainya. Tentu ini perlu waktu. Namun kami mohon tidak ditanggapi dengan kebiasaan yang kemudian saling, menyerang, saling menyalahkan satu dan lainnya,” ucap Kapolda kepada wartawan di Mapolda Papua, Rabu (19/8).

Dikatakan, hingga saat ini anggota masih tetap standby di lapangan guna menjaga kemungkinan yang tidak diinginkan bersama. “Hingga saat ini belum ada yang diamankan,” pungkasnya. (jo/fia/nat) 

BENTROK: Kapolres Jayawijaya AKBP. Dominggus Rumaropen saat bertemu dan melarai kelompok Wukahilapok yang akan melakukan penyerangan, Kamis (20/8). (FOTO: Denny/Cepos)

Polisi Tidak Izinkan, Sekat 4 Jalan Untuk Cegah Bentrok Susulan 

WAMENA-Bentrok susulan dua kelompok warga kampung Meagama Distrik Hubikosi dan kampung Wukahilapok, Distrik Pelebaga, Kamis (20/8) kemarin berhasil diredam pihak Kepolisian. 

Meskipun dua kubu sudah bersiap-siap untuk melakukan penyerangan, namun aparat Kepolisian yang berada di lokasi berhasil menghalau mundur kedua kelompok. 

Dari pantauan Cenderawasih Pos, hingga sore kemarin, tidak ada lagi bentrok susulan. 

Meskipun tidak ada bentrokan, namun bukan berarti perselisihan kedua kelompok yang dipicu kasus penganiayaan di dua lokasi yang berbeda dan mengakibatkan dua orang meninggal dunia, Selasa (18/8) lalu, selesai. Pasalnya, kedua kubu terlihat  menunggu kesempatan untuk saling serang. 

Dikhawatirkan apabila anggota kepolisian meninggalkan lokasi, tidak tertutup kemungkinan kedua kubu kembali saling serang. Oleh sebab itu, Kapolres Jayawijaya, AKBP. Dominggus Rumaropen tetap mempertebal anggotanya di perbatasan Distrik Hubikosi dan Pelebaga agar kedua kubu tidak saling serang. 

Dominggus Rumaropen mengaku sudah melakukan pertemuan dengan dua kelompok yang terlibat bentrok. Dari kelompok Wukahilapok  meminta untuk membiarkan mereka perang selama 3 hari. Namun dari warga kampung Meagama meminta untuk perang 3 menit.

Permintaan kedua kelompok ini, secara tegas ditoloka oleh Kapolres Dominggus Rumaropen. Sebab menurutnya, Kepolisian hadir untuk memberikan perlindungan kepada kedua belah pihak agar tidak ada jatuh korban lagi.

“Kita sudah dengar bersama dari kubu Wukahilapok yang meminta 3 hari untuk perang. Mereka juga mengancam untuk turun perang di kota Wamena. Dari kubu Meagama juga minta untuk perang, tapi kami tak bisa membiarkan masyarakat saling membunuh satu sama lain,” tegasnya kepada wartawan Kamis (20/8) kemarin.

Dikatakan, meskipun dua belah pihak sudah saling berhadapan namun keduanya tak bisa melepaskan anak  panahnya. Sebab aparat telah melepaskan gas air mata sehingga kedua kubu kesulitan untuk melihat dan akhirnya memilih kembali ke kampung masing-masing. 

“Hingga saat ini, korban luka berat akibat bentrok yang pecah, Rabu (19/8) sore sebanyak 8 orang. Korban luka-luka ini dirawat di RSUD Wamena dan di Klinik Batalyon 756 /Wimane Sili,” tuturnya.

Pasca bentrok, Rabu (19/8) sore, masing-masing kubu menurut Rumaropen masing-masing kelompok sudah mempersiapkan warganya yang berjumlah kulang lebih 1.000 orang. Namun bentrok susulan, Kamis (20/8) kemarin berhasil dicegah. “Sebelum mereka turun, pukul 04.30 WIT, personel keamanan sudah di lokasi bentrok  untuk mengantisipasi terjadinya bentrok susulan,” ucap mantan Kapolres Mamberamo Raya ini. 

Baca Juga :  Hari ini KPK Akan Sidangkan Salah Satu Penasehat Hukum LE

Rumaropen mengakui tidak mudah untuk memberikan imbauan kepada massa dari kedua kubu. Namun dengan sabar pihaknya terus mengimbau kedua kubu untuk menahan diri. Selain itu, pihaknya juga telah menutup tiga tempat mobilisasi massa untuk mencegah masuknya warga dari wilayah lain untuk memperkuat masing-masing kubu yang terlibat bentrok. 

“Kami indikasi ada perkuatan massa di masing-masing kelompok. Untuk itu, kami melakukan sekat di 4 tempat seperti kebun Lipi untuk mencegah dari massa dari kota, samping dan atas Batalyon masuk membantu. Kami juga cegah massa dari Kampung Meagama dan perbatasan Meagama dengan Wukahilapok,” jelasnya. 

Dominggus Rumaropen menambahkan, saat ini personel Polri dibackup personel TNI dari Kodim 1702/ Jayawijaya yang dipimpin Dandim Letkol Inf Candra Dianto dan Danyon 756/Wimane Sili Mayor Inf Marolof  Bala Hutapea. Personel TNI disiagakan di Batalyon 756/Wimane Sili, menunggu permintaan bantuan dari Kepolisian untuk mencegah terjadinya bentrok susulan.

Sehari sebelumnya, terjadi bentrok antara dua kelompok warga kampung Meagama Distrik Hubikosi dan kampung Wukahilapok, Distrik Pelebaga. 

Aksi saling serang dua kelompok massa ini dipicu kasus pembunuhan berantai  di Jalan Trans Kimbim dan Jalan Safri Darwin, Wamena, Selasa (18/8).
Meskipun 100 personel kepolisian dikerahkan untuk melerai dua belah pihak,  namun bentrokan tak dapat dihindari.

Kelompok dari kampung Wukahilapok melakukan penyerangan ke Kampung Meagama hingga menyebabkan puluhan honai milik masyarakat dibakar.
Massa mulai melakukan penyerangan sekira pukul 16.00 WIT. Bentrok dua kelompok ini berlangsung kurang lebih satu jam. 

Bentrok ini mengakibatkan 10 honai milik warga di Meagama ludes terbakar. Bentrok ini juga mengakibatkan korban luka-luka baik ringan maupun berat dari kedua kelompok. Korban luka berat yang terkena anak panah, dilarikan ke RSUD Wamena dan Klinik Batalyon 756/Wimane Sili untuk dirawat.

Aparat gabungan TNI-Polri yang diturunkan berhasil memukul mundur massa dari kedua belah pihak.
Untuk memukul mundur kedua kelompok aparat melepaskan gas air mata ke arah massa dari Kampung Meagama maupun ke Kampung Wukahilapok. Aparat gabungan juga menyiapkan ambulance bagi korban luka untuk selanjutnya mendapat perawatan medis di RSUD Wamena.

Bentrok kedua kampung ini dipicu kasus penganiayaan yang terjadi di dua lokasi berbeda, Selasa (18/8) lalu yang menyebabkan dua orang meninggal dunia. Korban pertama merupakan Kepala Kampung Meagama, Ismael Elopere dianiaya di Jalan Trans Kimbim. Tidak lama kemudian kembali terjadi penganiayaan di Jalan Safri Darwin yang menewaskan seorang warga bernama  Yairus Elopere.

Baca Juga :  KPU Papua Terus Kawal Proses Tahapan Selanjutnya

Kapolres Jayawijaya Dominggus Rumaropen menyebutkan, penganiayaan yang terjadi di Jalan Safri Darwin yang menewaskan Yairus Elopere diduga buntut dari penganiayaan di Jalan Tran Kimbim yang menewaskan korban Ismael Elopere. “Kelompok  warga dari kampung Meagama yang tidak terima dengan penganiayaan ini, kemudian melakukan penganiayaan di Jalan Safri Darwin yang mengakibatkan korban  Yairus Elopere meninggal di TKP,” tuturnya.

Sementara itu, penganiayaan terhadap korban Ismael Elopere menurutnya, bermula dari ditemukannya jenazah seorang warga Wukahilapok yang hilang sejak Juli lalu. Penemuan jenazah ini, menurut Rumaropen menimbulkan kecurigaan terhadap kelompok warga kampung Meagama, sehingga Kepala Kampung Meagama, Ismael Elopere menjadi korban penganiayaan hingga meninggal dunia di Jalan Trans Kimbim.

Untuk mencegah terjadinya bentrok susulan, Rumaropen mengaku akan menurunkan seluruh kekuatan yang dimiliki Polres Jayawijaya dan Brimob. Pihaknya juga dibackup aparat TNI dari Kodim 1702/Jayawijaya  dan Batalyon 756/Wimane Sili.

Pihaknya juga telah memeriksa sejumlah saksi -saksi terkait pembunuhan berantai, yang terjadi Selasa (18/8) kemarin yang akhirnya memicu terjadinya bentrok.

Mediasi dengan cara berkomunikasi dengan para tokoh adat menurut Rumaropen masih terus dilakukan. “Dari masing-masing pihak ada korban jiwa kemarin. Yaitu dari Kampung Meagama satu orang yaitu kepala kampung atas nama Ismael Elopere. Sementara dari pihak Kampung Wukahilapok  juga 1 orang meninggal atas nama Yairus Elopere,” tambahnya.

Rumaropen berharap, tidak ada lagi korban baik korban jiwa maupun luka-luka. “Kami masih terus melakukan pengamanan di sepanjang jalan titik masuk yang mempertemukan dua kelompok massa ini,” pungkasnya. 

Sementara itu, Kapolda Papua Irjen Pol Paulus Waterpauw mengimbau kepada pimpinan adat masing-masing, kepala suku dan tokoh agama yang ada di kedua Kampung di Kabupaten Jayawijaya untuk menahan diri.

Menurut Kapolda, adanya dugaan pertama terhadap hilangnya seorang warga yang ditemukan tak bernyawa, belum tnetu dibunuh. Hal ini dikarenakan ada latar belakang informasi jika yang bersangkutan punya gangguan kejiwaan dan itu perlu melalui sebuah proses pembuktian lewat investigasi yang akan dilakukan.

“Kita akan bawa korban dengan keahlian lewat laboratorium forensic, melakukan identivikasi dan lain sebagainya. Tentu ini perlu waktu. Namun kami mohon tidak ditanggapi dengan kebiasaan yang kemudian saling, menyerang, saling menyalahkan satu dan lainnya,” ucap Kapolda kepada wartawan di Mapolda Papua, Rabu (19/8).

Dikatakan, hingga saat ini anggota masih tetap standby di lapangan guna menjaga kemungkinan yang tidak diinginkan bersama. “Hingga saat ini belum ada yang diamankan,” pungkasnya. (jo/fia/nat) 

Berita Terbaru

Artikel Lainnya